KABARKALIMANTAN1, Palangka Raya – Ketua Komisi II DPRD Kalimantan Tengah, Siti Nafsiah, menegaskan bahwa rancangan peraturan daerah (Raperda) yang tengah dibahas bersama Pemerintah Provinsi Kalteng memiliki ruang lingkup yang jauh lebih luas daripada sekadar soal Izin Pertambangan Rakyat (IPR).
Menurutnya, persepsi sebagian pihak yang menganggap raperda hanya berfokus pada IPR perlu diluruskan. “Regulasi ini mengatur keseluruhan mekanisme pengelolaan pertambangan di daerah, bukan hanya IPR,” ujarnya di Palangka Raya, Kamis (16/10/2025)
Saat ini DPRD dan pemerintah provinsi sedang membahas Raperda tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral Bukan Logam, Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu, dan Batuan (MBLB). Regulasi tersebut disusun sebagai tindak lanjut pendelegasian kewenangan dari pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2022.
Siti menjelaskan bahwa raperda tersebut memuat pengaturan mengenai izin usaha pertambangan, termasuk Izin Usaha Pertambangan (IUP), Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), hingga pembinaan dan pengawasan aktivitas pertambangan rakyat. IPR tetap bagian dari substansi, namun bukan satu-satunya fokus.
“DPRD memandang raperda ini penting untuk memberikan kepastian hukum bagi seluruh pelaku usaha pertambangan, baik perusahaan besar maupun penambang rakyat,” katanya.
Terkait wacana penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) seluas 35.000 hektare, Siti menilai langkah tersebut menunjukkan keberpihakan pemerintah daerah terhadap kebutuhan masyarakat. Namun ia menegaskan, kewenangan penetapan WPR sepenuhnya berada di pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM RI.
“Pemerintah provinsi hanya mengusulkan dan melakukan pembinaan. Penetapan tetap wewenang kementerian,” jelasnya.
DPRD juga memberi perhatian pada harmonisasi isi raperda agar sejalan dengan kebijakan nasional, terutama menyangkut kewenangan dan perlindungan lingkungan hidup. Siti memastikan proses pembahasan dilakukan secara cermat agar tidak bertentangan dengan regulasi di atasnya.
Ia menambahkan, raperda ini diharapkan menjadi kerangka hukum yang kuat dalam tata kelola pertambangan di Kalimantan Tengah. Selain aspek perizinan dan pengawasan, regulasi tersebut diharapkan mampu mendorong praktik pertambangan yang berkelanjutan dan memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat sekitar.
“Tujuan akhirnya adalah mewujudkan sektor pertambangan yang tertib, transparan, berkeadilan, dan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan daerah,” tegas Siti.
Dengan raperda ini, DPRD Kalteng ingin memastikan pengelolaan sumber daya alam dilakukan secara profesional, bertanggung jawab, dan tetap menjaga keberlanjutan lingkungan.


