BISNIS
BKPM Susun Revisi Aturan untuk Sederhanakan Perizinan Berbasis Risiko
KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mulai menyusun Rancangan Perubahan Peraturan BKPM Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021 guna membangun iklim usaha yang kondusif dan ramai investasi.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu mengatakan penyempurnaan tiga peraturan ini akan menjadi fondasi reformasi perizinan perusahaan berbasis resiko melalui penyederhanaan prosedur penguatan sistem Online Single Submission (OSS) dan peningkatan kepastian hukum.
“Konsultasi publik hari ini diselenggarakan dengan tujuan strategis menyerap masukan yang konstruktif dari para pelaku pemangku kepentingan baik kementerian/lembaga, daerah, kemudian asosiasi usaha, pelaku UMKM, maupun Investor terhadap Rancangan Perubahan Peraturan BKPM Nomor 3, 4, dan 5 Tahun 2021,” ujar Todotua usai membuka konsultasi publik di kantor BKPM, Jakarta, Kamis (3/7).
Todotua menyampaikan bahwa revisi terkait tiga peraturan tersebut perlu dilakukan dalam rangka mempercepat, mempermudah dan memberikan kepastian dalam perizinan berusaha.
Menurutnya, masukan dari berbagai pemangku kepentingan sangat dibutuhkan untuk menyempurnakan kebijakan yang sudah ada.
“Tentunya ada konsep yang Kementerian kami sudah siapkan,” katanya.
Penyempurnaan Peraturan BPKM Nomor 3,4 dan 5 juga bertujuan untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen.
Ia menyebut, BKPM menemukan angka unrealisasi investasi menembus angka Rp1.500 triliun, yang disebabkan oleh persoalan perizinan. Oleh karena itu, pemerintah melakukan terobosan untuk mereformasi birokrasi yang berbelit-belit.
“Persoalan-persoalan seperti ini, perizinan iklim investasi yang tidak kondusif, kebijakan tumpang tindih dan lain-lain, memang harus menjadi catatan dan refleksi kita bersama-sama,” imbuhnya.
Penyempurnaan Peraturan BKPM 3/4/5 Tahun 2021 merupakan tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko.
Adapun ketiga peraturan tersebut terkait dengan Sistem OSS, Pelayanan Perizinan dan Pengawasan, yang kemudian terintegrasi melalui PP 28/2025.
Sebelumnya, pemerintah telah menerbitkan PP 28/2025 guna menciptakan ekosistem yang mempermudah perizinan usaha.
Terdapat tiga poin kunci yang menjadi terobosan penting dalam PP 28 tahun 2025. Pertama, kepastian Service Level Agreement (SLA) dalam proses penerbitan perizinan berusaha.
Hal ini menjelaskan adanya pemberian tenggat waktu di setiap tahapan penerbitan perizinan berusaha, yakni sejak proses pendaftaran, penilaian kebenaran dokumen, hingga verifikasi dan penerbitan perizinan berusaha.
Kedua, penerapan kebijakan fiktif-positif menjadi poin kedua yang diimplementasikan secara bertahap dalam proses penerbitan perizinan berusaha berbasis risiko. Jika respons yang disampaikan melewati tenggat waktu layanan (SLA), secara otomatis sistem akan melanjutkan proses ke tahapan berikutnya.
Ketiga, Pemerintah juga memberikan perhatian khusus pada pelaku Usaha Mikro dan Kecil (UMK) melalui penyederhanaan proses berbasis pernyataan mandiri di OSS.
Dalam pemberlakuan regulasi tersebut, sistem OSS yang disempurnakan dengan menambah tiga subsistem baru yakni subsistem Persyaratan Dasar, subsistem Fasilitas Berusaha, dan subsistem kemitraan.
Sumber: ANTARA