Ribut dengan DPR, Dudung Sulit Ganti Andhika Jika Tak Diperpanjang

FacebookWhatsAppXShare

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Pergantian Panglima TNI masih sekitar 3 bulan lagi. Namun calon Panglima TNI pengganti Jenderal Andika Perkasa mulai mengemuka. Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal Dudung Abdurachman, ditengarai sulit menggantikan Andhika.

Andika Perkasa dilantik sebagai Panglima TNI oleh Presiden Joko Widodo pada 17 September 2021. Eks Danpaspampres ini hanya akan mengabdi sebagai Panglima TNI dalam kurun waktu 1 tahun 2 bulan. Ia memasuki pensiun sebagai prajurit TNI sebab usianya genap 58 tahun (lahir 21 Desember 1964). Jabatan Panglima TNI yang dipercayakan kepadanya juga akan berakhir.

Meski masih 3 bulan lagi, pengganti Andika sudah ramai diperbincangkan. Kalangan DPR mulai melempar 3 isu pergantian Panglima TNI. Wakil Ketua Komisi I DPR RI, Abdul Kharis Almasyhari, menilai perpanjangan masa jabatan bisa saja dilakukan jika kepala negara menghendaki.

“Mungkin saja, tergantung presiden. Ada sejarahnya, kalau nggak salah sudah dua kali memperpanjang jabatan Panglima TNI,” kata Kharis di Kompleks Parlemen, Senayan.

Legislator PKS itu mengakui mendukung jika memang Presiden Joko Widodo (Jokowi) memperpanjangan masa jabatan Andika. Jika tidak, Komisi I DPR RI siap menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Panglima TNI.

Sementara anggota Komisi I DPR dari Fraksi PDIP, Effendi Simbolon, mendengar kabar “potong generasi” soal sosok pengganti Andika. Itu demi menjaga stabilitas Pemilu 2024.

“Jadi itu informasi yang kita terima. Bisa kita pahami dalam konteks itu. Dipersiapkan mereka-mereka yang kelahiran 67, 68 ke atas, yang pensiunnya itu di tahun 2025, 2026 bahkan ke atas lagi,” kata Effendi pekan lalu di gedung DPR.

Jika hal itu terjadi maka peluang 3 kepala staf TNI sekarang untuk promosi jadi Panglima TNI, otomatis tertutup. Mereka adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (AD), Jenderal TNI Dudung Abdurachman, Kepala Staf TNI Angkatan Laut (AL) Laksamana TNI, Yudo Margono, dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara (AU), Marsekal TNI Fadjar Prasetya.

Isu Andhika-Dudung

Isu tidak harmonisnya hubungan Andika dengan Dudung mengemuka dalam rapat kerja di Komisi I di DPR, Senin lalu. Effendi Simbolon (PDIP) dan anggota DPR lainnya, Helmy Faishal (PKB), mempertanyakan hal tersebut.

Effendi Simbolon menjelaskan isu itu muncul setelah adanya kabar kalau anak KSAD gagal lolos seleksi Akademi Militer atau Akmil. “Kami ingin penjelasan dari Jenderal Andika dan Jenderal Dudung. Apa benar terjadi disharmoni begini, sampai urusan anak KSAD gagal masuk Akmil pun menjadi isu. Emangnya kenapa kalau anak KSAD?” kata Effendi.

Sementara Helmy Faishal menyoroti ketidak-hadiran Dudung dalam rapat tersebut. “Hubungan yang kurang harmonis antara Panglima dengan KSAD harus kita clear-kan. Kita butuh persatuan menghadapi situasi politik sekarang,” tutur Helmy.

Menteri Koordinator Bidang Polhukam, Mahfud MD, mengatakan bahwa sudah ada mekanismenya dalam pergantian Panglima TNI. “Sudah ada mekanismenya Sesuai aturan, nama calon Panglima TNI akan diajukan oleh Presiden ke DPR. Tunggu saja,” kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat.

Jadi Panglima akan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Ini hak istimewa Presiden. Namun semua menunggu persetujuan DPR, paling lambat 20 hari. DPR berhak tidak menyetujui calon Panglima TNI yang diusulkan Presiden. Maka itu, Presiden harus mengusulkan satu orang calon lain, sebagai penggantinya.

Saling Sentil DPR-KASAD

Namun peluang Dudung untuk jadi Panglima TNI, diyakini agak susah. Ini tak lepas dari pernyataan KSAD itu sendiri yang menyebut rapat dengar pendapat (RDP) di DPR kerap tidak fokus dan menanyakan hal tak jelas.

Effendi Simbolon menilai pernyataan Dudung tak patut dilontarkan seorang prajurit militer. Menurut dia, TNI seharusnya menjadi lembaga yang semakin matang dan memahami fungsi DPR.

“Era ke sini TNI harus semakin matang dong. Harus patuh dan mengerti lembaga DPR itu apa. Enggak boleh begitu. Presiden aja enggak berani ngomong gitu,” kata Effendi. “Pertanyaan terkait isu disharmoni hubungan KSAD dengan Panglima TNI tak memiliki pretensi pribadi, murni soal substansi.”

Effendi mengaku hanya mengingatkan bahwa hubungan disharmoni antar pimpinan di tubuh TNI mestinya tak boleh terjadi. Dia berharap isu ini dapat dijelaskan secara gamblang oleh Andika, Dudung, dan Menhan, Prabowo Subianto kepada DPR.

“Saya objektif pada substansinya. Ini kan bukan persoalan antara saya dengan Pak Dudung atau Pak Andika. Enggak ada masalah di situ,” ucap Effendi. “Sekarang tak boleh terjadi disharmoni. Toleransinya harus zero. Ini kan polarisasi berdampak. Kalau di atasnya disharmoni, di bawahnya terasa semua.”

Dudung sebelumnya mengkritisi pembahasan isu keretakannya dengan Andika dalam salah satu topik dalam rapat Komisi I DPR dengan Andika, Senin lalu. Dudung menganggap RDP di DPR kerap membahas isu yang tak sesuai agenda, kerap menanyakan hal tak jelas dan di luar pembahasan.

“Saya tak ada masalah dengan Panglima. Beda pendapat di unsur pimpinan TNI hal lumrah, tak perlu dibesar-besarkan. Saya perintahkan kepada seluruh jajaran, waspada pada pihak-pihak yang mencoba mengganggu soliditas keluarga besar TNI. Adu domba TNI. Jangan sampai peristiwa Gerakan 30 September 1965 kembali terjadi,” tegas Dudung di Mabes AD, Jakarta Pusat, Rabu.

Kalimat ini tentu tak nyaman di telinga DPR, yang akan menyetujui atau menolak calon Panglima TNI usulan presiden. Andika sendiri enggan bicara soal jabatannya. Ia hanya menegaskan, tak punya persoalan dengan Dudung. “Apa yang saya lakukan selama ini semata menjalankan tugas dan peran seorang Panglima TNI,” ujarnya.

FacebookWhatsAppXShare

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *