KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Nasib Ketua Umum kedua partai parlemen di bawah rezim Presiden Joko Widodo, sungguh bertolak belakang. Jika hubungan Ketum Gerindra Prabowo Subianto dengan Jokowi kian mesra, maka Ketum Golkar Airlangga Hartarto justru diancam kudeta.
Kemarin, Jokowi memanggil Prabowo, Senin (10/7/2023). Pertemuan digelar tertutup 4 mata. Prabowo datang setelah menteri-menteri Jokowi meninggalkan istana. Jokowi beberapa kali menggelar rapat empat mata dengan Prabowo di istana. Sebelum pertemuan ini, Jokowi pernah memanggil Prabowo ke istana pada 26 Juni 2023.
Ketika Menteri Pertahanan itu membocorkan isi pertemuan 4 mata dengan Jokowi, isi pertemuan sebagian besar tentang perkembangan industri pertahanan. Seperti soal kemampuan produksi pesawat tempur CN235.
“Kita dulu bisa bikin CN235 2 unit setahun, sekarang setelah ada revitalisasi. Ada reformulasi prosedur kerja. Yang tadinya produksi 2-3 unit, sekarang bisa bikin 8 unit CN235 setahun,” kata Prabowo di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/7).
Prabowo menilai peningkatan produksi itu kabar baik bagi Indonesia. Pasalnya, PT Dirgantara Indonesia kebanjiran pesanan untuk pesawat warisan Presiden BJ Habibie itu. Dia menyebut ada sekitar 100 pesanan sedang antre. Sebagian besar pesanan datang dari negara di benua Afrika.
“Ini bagus karena permintaan di banyak negara cukup tinggi. Kurang lebih ada sampai 100 pesawat CN235 dari Afrika, Amerika Latin, dan sebagainya,” ujarnya. “Hal lain, kami bicara soal kondisi geopolitik dan hubungan antara Indonesia dengan negara-negara lain.”
Para pengamat politik menilai hubungan khusus Jokowi-Prabowo sesungguhnya lebih ke arah dukungan politik jelang Pilpres 2024. Meski di ruang publik Jokowi mengaku mendukung Ganjar Pranowo sesuai arahan PDIP, sejatinya presiden ditengarai bermain 2 kaki. Lebih tajam lagi, Jokowi lebih berat ke Prrabowo dibanding Ganjar.
“Analisisnya sederhana, Jika Ganjar yang naik, ia tetap senasib seperti Jokowi yang diposisikan sebagai petugas partai. Banyak kebijakan presiden yang terikat oleh partai, utamanya Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri. Sedangkan jika Prabowo yang naik, Jokowi lebih leluasa setelah lengser,” ujar Amarno, pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah.
Elektabilitas Airlangga
Terpisah, Ketum Partai Golkar Airlangga Hartarto diterpa isu kudeta lewat musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) di tubuh partai berlambang beringin itu. Isu berembus usai Dewan Pakar Partai Golkar menggelar rapat akhir pekan lalu. Anggota Dewan Pakar Ridwan Hisjam menyebut ada potensi pergantian ketua umum dalam Munaslub mendatang.
“Enggak ada. Rapat dewan pakar agendanya bukan itu. Enggak ada itu munaslub untuk pergantian ketum umum,” bantah Airlangga di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/7). “Munaslub bukan mekanisme di Partai Golkar. Pergantian ketua umum hanya dilakukan di musyawarah nasional yang digelar berkala. Forum tertinggi itu rakernas, rapim, munas.”
Airlangga juga berkomentar soal isu munaslub untuk mencopotnya dari status calon presiden Golkar. Dia berkata penentuan capres masih menunggu dinamika di koalisi. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dipimpin Golkar, masih menunggu dan sabar menanti konstelasi politik.
Seperti diketahui, Dewan Pakar Partai Golkar menggelar rapat akhir pekan lalu. Dikabarkan rapat digelar di kediaman Ketua Dewan Pakar Partai Golkar Agung Laksono, Minggu malam.
Anggota Dewan Pakar Partai Golkar Ridwan Hisjam mengatakan rapat internal digelar terkait sejumlah rekomendasi Pemilu 2024.
Ridwan menyebutkan salah satu materi yang dibahas dalam rapat internal Dewan Pakar Partai Golkar itu ialah terkait keputusan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar Tahun 2019 yang memutuskan Airlangga Hartarto sebagai bakal capres usungan partai berlambang beringin itu.
“Jadi, munaslub dalam rangka mengubah keputusan bahwa Airlangga bukan calon presiden, bisa calon lain kan. Apakah yang lainnya, saya enggak sebut nama. Itu bisa juga. Termasuk kemungkinan munaslub, terkait pergantian ketua umum. Bisa mengarah ke sana, tergantung pemilik suara,” ujar ,” kata Ridwan.
Salah satu pembahasan adalah evaluasi pencapresan Airlangga. Dewan Pakar berencana mengubah kebijakan itu karena elektabilitas Airlangga rendah. Pertimbangan itu diikuti dengan niat Dewan Pakar Partai Golkar mendongkel Airlangga dari jabatan ketua umum.