Kasus Gratifikasi Seks Bos KPU Harus Diusut Polisi, DKPP dan KPK!

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Terkait pengakuan dugaan pelecehan seksual oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy’ari, terhadap Ketua Umum Partai Republik, Hasnaeni Moein (46), para pegiat politik dan anggota dewan meminta banyak lembaga yang harus bekerja cepat.

Hasnaeni mengaku mendapat pelecehan seksual, namun banyak pihak melihatnya kasus itu sebagai gratifikasi seks. Kedua belah pihak harus diusut, meski kesalahan Ketua KPU dinilai paling parah.

“Lho Ketua KPU kan ibarat wasit pertandingan politik di Tanah Air, yakni Pemilu. Sudah memanfaatkan jabatan demi memenuhi hasrat birahi, dia juga berpotensi tidak fair,” ujar Sukirman Purwoatmojo, Koordinator Garnis (Garda Nasional Anies) di Kota Bogor, saat dihubungi redaksi Senin (26/12/2022) pagi.

Hilang Kepercayaan

“Baru di tahap verifikasi parpol saja sudah begini, bagaimana pas Pilpres nanti? Yakin netral?. Apalagi Hasnaeni membocorkan pasangan Ganjar Pranowo-Erick Tohir bakal jadi pemenang Pilpres 2024. Polisi dan KPK dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu atau DKPP harus mengusut. Hilang kepercayaan rakyat pada KPU.”

Soal banyaknya lembaga yang harus turun tangan, anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Abdul Rachman Thaha, menyatakan sepakat. Soalnya, pelanggaran yang dilakukan menabrak berbagai norma.

“Benar, banyak lembaga yang harus bekerja cepat merespon indikasi kezaliman Firaun semacam ini. Pertama, karena ada perbuatan yang mengarah ke gratifikasi seks, maka KPK harus hadir,” komentar Abdul Rachman Thaha, Sabtu lalu.

“Kedua, apa yang dialami Hasnaeni patut diduga sebagai pemerkosaan. Jelas, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga perlu turun tangan. Saya tidak berharap apa pun terhadap Komnas Perempuan (KP). Kesimpulan Komnas Perempuan dalam kasus Putri Sambo meyakinkan saya bahwa komisi tersebut memang kian kehilangan akal jernihnya. Apalagi kini banyak aktivis perempuan pun berseberangan dengan Komnas Perempuan.”

“Ketiga, bayangkan andai nantinya tiba-tiba urine Hasnaeni mengandung narkoba. Lalu dia cabut Laporan Polisi sebagai bentuk kompromi. Padahal, urine Hasnaeni dibikin tercemar oleh kalangan yang tidak happy oleh pengakuannya. Selesai-lah skandal KPU. Karena itu, LPSK sudah semestinya memberikan perlindungan bagi Hasnaeni,” tambah Abdul Rachman Thaha lagi.

Puncaknya, kata Abdul Rachman, pengakuan Hasnaeni ini membuatnya berpikir ulang tentang pernyataan Presiden Jokowi. “Pak Jokowi mengatakan, Istana tidak ada sangkut-pautnya dengan sejumlah tanda-tanda sengkarut politik di Tanah Air. Semula saya ingin percaya itu,” katanya.

Tapi, begitu Hasnaeni menyebut Ganjar dan Erick telah diatur KPU sebagai pemenang Pilpres 2024, dan Jokowi juga menyebut-nyebut si Rambut Putih sebagai orang yang patut didukung sebagai pemimpin nasional mendatang, maka jelas ada persinggungan antara kepentingan KPU dan kepentingan Jokowi.

“Jadi, benarkah tangan penguasa bersih? Bila benar ada persekongkolan antara KPU dan orang-orang kuat, apa yang mereka coba capai lewat status quo pasca Pilpres 2024?” tanya Abdul Rachman Thaha.

Yang pasti, Gerakan Melawan Political Genocide (GMPG) yang terdiri dari 9 partai melaporkan KPU RI Hasyim Asy’ari ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). GMPG melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPU RI.

“Pada 22 Desember sore, kami melaporkan tentang tindak asusila dan etik, kepada DKPP sebagai badan yang bertugas menyidangkan pelanggaran etika, bagi penyelenggara pemilu KPU dan Bawaslu,” ujar Kuasa Hukum GMPG Farhat Abbas di kantor DKPP, Jakarta, Kamis (22/12/2022).

Diketahui, 9 partai tersebut di antaranya, Partai Perkasa, Partai Masyumi, Partai Pandai, Partai Pemersatu Bangsa, Partai Kedaulatan, Partai Reformasi, Partai Prima, Partai Berkarya, Partai Republik Satu. Dalam laporan tersebut, Farhat mengatakan membawa sejumlah bukti.

Bukti Kuat

“Bukti yang dibawa adalah pengakuan testimoni, kemudian dalam bentuk rekaman video, kemudian bukti-bukti komunikasi WhatsApp dan foto-foto pembelian sebuah tiket ke Yogyakarta, kemudian foto-foto kebersamaan dan sebagainya,” ujarnya.

Ketua KPU Hasyim Asy’ari memberi iming-iming kepada Hasnaeni bahwa dia bisa meloloskan Parta Republik di fase verifikasi parpol. Hasnaeni bahkan menyebut Hasyim Asy’ari bahkan siap meloloskan partainya ke parliamentry threshold!

Baca Juga: Beri Gratifikasi Seks Bos KPU, Hasnaeni: Barangnya Masuk-lah!

Sebagai imbalan, bukan uang yang diminta, tapi layanan seksual. Hal itu terjadi diberbagai kesempatan, baik di hotel maupun di dalam kantor. Adapun detail waktu eksekusi pada 13, 14, 15, 17, 18, 21, 22, 23, 25, dan 27 Agustus 2022. Kemudian, pelecehan juga diduga terjadi pada 2 September 2022 di 5 tempat berbeda.

Apakah pada semua tanggal itu Hasyim Asy’ari menyetubuhi Hasnaeni, atau sebagian berupa pelecehan tanpa penetrasi, apparat perlu melakukan kroscek. Yang pasti saat ditanya hanya sekadar dilecehan atau “barangnya” Hasyim sampai masuk, Hasnaeni menjawab, “Ya masuklah, Mas.”

Ironisnya, kedua pelaku sama-sama telah memiliki suami/istri dan anak. Mereka tak hanya mempermalukan keluarga, namun juga lembaga atau institusi di mana mereka berada. Hasyim dikenal sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi, sementara Hasnaeni ketua partai dan pemimpin beberapa perusahaan.

Respons KPU dan DKPP

Ketua KPU Hasyim Asy’ari enggan merespons banyak saat ditanya terkait laporan dugaan pelecehan seksual itu. Dia mengikuti perkembangan laporan aduan ke DKPP. “Kami mengikuti perkembangan pengaduan ke DKPP tersebut,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (22/12/2022).

Sedangkan Komisioner KPU, I Dewa Raka Sandi, enggan berkomentar lantaran masih dalam tugas di Medan, Sumatera Utara. Sementara itu, Anggota DKPP J Kristiadi mengatakan pihaknya merupakan lembaga pasif yang akan bertindak jika ada laporan.

Dia menyebut tugas DKPP hanya menerima dan memutus suatu perkara. “Jadi kita sebetulnya lembaga yang pasif. Tidak bisa agresif (menindak tanpa laporan), untuk membuat inisiatif. Tidak mungkin. Kalau ada laporan, tentu kita terima dengan baik dong,” ujarnya di kantor DKPP, Jakarta Pusat.

Kristiadi mengatakan pihaknya tidak bisa memutuskan suatu perkara dengan terburu-buru. Dia menyebut pihaknya akan memproses terlebih dahulu setiap laporan yang ada

Tenggat waktu 7 hari yang diberikan Farhat, juga bukan sesuatu yang harus dipatuhi DKPP. “Permintaan itu kan ancer-ancer. Itu kita juga tidak mau menyampaikan sesuatu yang asal sembarangan. Saya enggak membatasi dan kita juga tidak menunda-nunda. Kalau bisa cepat lebih bagus kan,” jelas Kris.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *