Nasional

Si Raja Minyak Arifin “Medco” Panigoro Wafat di AS

KABAR KALIMANTAN1, Rochester – Si Raja Minyak Indonesia, Arifin Panigoro, wafat di usia 76 tahun. Ia wafat pada hari Minggu (27/2/2022) di Mayo Clinic, Rochester, Amerika Serikat pukul 14.29 waktu setempat atau 03.29 WIB. Kabar duka ini disampaikan langsung oleh pihak keluarga.

Nama Arifin sudah tak asing di dunia bisnis, politik, bahkan sepakbola Tanah Air. Dia merupakan pendiri dan pemilik Meta Epsi Pribumi Drilling Company atau yang terkenal dengan nama MedcoEnergi. Medco merupakan perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi milik swasta terbesar di Indonesia.

Sementara itu, dalam dunia politik Arifin sempat bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada 1999. Dia pun sempat menjadi ketua DPP dan Ketua Fraksi PDIP pada 2002-2003. Namun pada 2005, Arifin mundur dari DPR dan PDIP.

Konglomerat kelahiran Bandung, 14 Maret 1945 ini dikenal seorang pengusaha Indonesia berdarah Gorontalo yang dijuluki “Raja Minyak Indonesia”. Orangtuanya berasal dari Gorontalo yang merantau ke Pulau Jawa sebelum era kemerdekaan. Keluarga besar Panigoro berasal dari Potanga, sebuah desa di wilayah Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo.

Arifin Panigoro dikenal sebagai pendiri dan pemilik MedcoEnergi yaitu perusahaan pertambangan minyak dan gas bumi swasta terbesar di Indonesia. Alumni Elektro Teknik Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun 1973 ini memulai usahanya sebagai kontraktor instalasi listrik door to door.

Selanjutnya, ia memulai proyek pemasangan pipa secara kecil-kecilan. Medco kemudian dikenal saat memulai usaha pengeboran minyak tahun 1981 yang salah satu modalnya dari bantuan pemerintah. Salah satu tonggak sejarah Medco ialah ketika melakukan pembelian Stanvac yang dimenangkan melalui tender yang kemudian namanya diubah menjadi Expan. PT Stanvac pun
tak lagi dikuasai orang asing.

Petualangan Politik

“Petualangan politiknya” menjadi kontroversi ketika ia dituduh berupaya menggagalkan Sidang Umum MPR 1998 pelantikan Presiden Soeharto untuk ketujuh kalinya, karena ia melakukan pertemuan dengan sejumlah tokoh politik di Hotel Radisson, Yogyakarta pada tahun 1998.

Sebuah memo dari asisten Wakil Presiden kala itu, Sofian Effendi, menuduhnya berencana melakukan makar. Selanjutnya, ketika aksi mahasiswa semakin memanas, Arifin memberi bantuan konsumsi kepada para demonstran yang melakukan aksi di Gedung DPR. Ribuan kotak makanan dikirim. Tak heran jika kemudian muncul opini bahwa Arifin adalah tokoh di belakang aksi atau cukong para mahasiswa.

Tentang hal itu, dalam sebuah wawancara, ia berniat mencegah terjadinya kekacauan. “Salah satu yang membuat keadaan kita makin buruk adalah naiknya harga 9 bahan pokok, sehingga muncul kerusuhan-kerusuhan. Kepedulian saya adalah jangan sampai hal itu berubah menjadi sentimen anti-Tionghoa, permusuhan muslim-nonmuslim. Kalau merebak ke seluruh Indonesia, akan timbul situasi chaos. Korbannya bisa sampai jutaan,” kata Arifin Panigoro, dalam wawancara dengan D&R.

Di era Presiden Presiden Republik Indonesia Ketiga (1998-1999) yaitu BJ Habibie, Arifin Panigoro juga pernah dijerat dengan tuduhan pidana korupsi penyalahgunaan commercial paper senilai lebih dari Rp 1,8 triliun. Pada waktu itu, sejumlah kalangan percaya dijeratnya Arifin karena kedekatannya dengan gerakan mahasiswa.

Perkenalannya lebih mendalam dengan dunia politik adalah ketika partai-partai baru bermunculan tahun 1998-1999 setelah lengsernya Presiden Soeharto. Pada awalnya, Arifin menjalin hubungan dengan berbagai tokoh politik, baik tokoh masyarakat yang sudah lama dikenal maupun tokoh yang baru muncul.

Saat deklarasi partai baru dilangsungkan, Arifin kerap menghadirinya. Bersama Sudirman Said (Menteri ESDM), sempat pula ia mencoba menginisiasi gerakan untuk memunculkan Cendekiawan Muslim (alm), Nurcholish Madjid untuk menjadi presiden.

Arifin Panigoro kemudian bergabung dengan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan pada tahun 1999 untuk daerah pemilihan Kabupaten Tangerang dan terpilih sebagai anggota DPR. Ia juga sempat terpilih menjadi Ketua DPP dan Ketua Fraksi PDIP pada tahun 2002-2003. Kemudian, ia terpilih lagi di DPR RI di dapil Banten 1 yang saat itu meliputi Kabupaten Lebak, Pandeglang, Serang, dan Kota Cilegon. Tapi, ia mundur dari DPR dan PDIP pada tahun 2005 dan membentuk Partai Demokrasi Pembaruan (PDP) bersama rekan-rekannya yang tergabung dalam Gerakan Pembaharuan PDIP.

Keluarga besar Panigoro berasal dari Gorontalo, sebuah provinsi di bagian utara pulau Sulawesi. Panigoro itu sendiri merupakan salah satu Marga Gorontalo asli yang tercatat telah digunakan sejak lama di Gorontalo.

Sang ayah, Jusuf Panigoro, beretnis Gorontalo kemudian memutuskan untuk merantau ke Bandung untuk berdagang kopiah. Dari usaha kopiah, bisnis keluarga Panigoro semakin sukses dan terus berkembang, mulai dari agen penjualan barang elektronik Phillips hingga produk tekstil Ratatex. Jusuf Panigoro menikah dengan Soehanna, yang memberinya 11 orang anak, salah satunya adalah Arifin Panigoro.

Di dunia olahraga, Arifin turut berkontribusi dalam persepak bolaan nasional. Ia menghelat turnamen Piala Medco dan tercatat sebagai penggagas Liga Primer Indonesia (LPI). Pada 13 Agustus 2019. Ia menerima Bintang Mahaputera Nararya dari Presiden Joko Widodo.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!