KABAR KALIMANTAN 1, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK saat ini dinilai dalam kondisi kian menyedihkan oleh Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera. Beberapa politisi dan pegiat anti-korupsi, juga bersuara keras.
Pernyataan Mardani berkaitan dengan kasus yang melibatkan wakil ketua KPK, Lili Pintauli Siregar, yang kemudian disidang oleh Dewan Pengawas atau Dewas. Lili dinyatakan bersalah dan melanggar kode etik oleh Dewas.
Lili mamakai posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai, M Syahrial, terkait penyelesaian kepegawaian adik iparnya, Ruri Prihatini Lubis, di PDAM Tirta Kualo, Kota Tanjungbalai.
Syahrial sendiri punya masalah dengan KPK, yakni dugaan menerima suap terkait lelang jabatan Sekda Kota Tanjungbalai sebesar Rp. 200 juta. Syahrial mengatakan bahwa itu perkara lama dan minta agar Lili membantunya.
Atas pelanggaran tersebut, Lili hanya mendapatkan sanksi berupa pemotongan gaji sebesar 40 persen selama satu tahun. Sanksi itu membuat KPK menerima banyak kritikan. “KPK kian menyedihkan. Ada harga integritas yang mahal,” kata Mardani Ali Sera melalui akun Twitter-nya.
Menurut Mardani, Dewas belum terlalu serius dalam mengusut problematikan antara KPK dengan koruptor atau yang disebut maling uang rakyat. “Dewas KPK jg perlu lebih serius melihat hubungan antara pimpinan KPK dan koruptor,” ujar Mardani.
Harusnya Lili Mundur
Anggota Komisi III DPR Benny K. Harman mengatakan, pengunduran diri mesti diambil agar tidak menambah beban dan menjaga kredibilitas KPK. “Sebaiknya beliau mengundurkan diri,” kata politisi Partai Demokrat itu
Sanksi buat Lili bukan yang pertama bagi KPK. Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri juga pernah dijatuhi sanksi etik. “Jadi, sanksi yang diberikan kepada Lili ini adalah tamparan berat untuk institusi KPK, dan juga menjadi personal liability bagi yang bersangkutan,” imbuhnya.
Sementara itu peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Zaenur Rohman berpendapat, sanksi potong gaji yang dijatuhkan Dewan Pengawas tidak tegas. “Putusan ini menunjukkan sikap permisif terhadap pelanggaran etik di internal KPK,” kata Zaenur.
Mantan Wakil Ketua KPK Saut Situmorang juga menilai Dewas KPK tidak paham aturan. “Mestinya mereka menjatuhkan sanksi berupa permintaan mengundurkan diri. Mereka tak paham aturan yang mereka buat sendiri. Begitulah kalau hati tidak dipakai, padahal di situ ada bekas jaksa dan hakim,” papar Saut.
Komentar Dewan Pengawas KPK? Agak kontradiktif. Menurut anggota Dewas KPK, Albertina Ho, ternyata Lili mengakui kesalahannya tapi tidak menunjukkan penyesalan. Sudah tahu begitu, sanksinya relatif ringan.
“Terperiksa tidak menunjukkan penyesalan atas perbuatannya dan terperiksa selaku pimpinan KPK seharusnya menjadi contoh dan teladan dalam pemeriksaan di KPK, tapi terperiksa melakukan sebaliknya,” ujar Albertina.
Setelah era pendongkelan anggota KPK yang lurus seperti Novel Baswedan dkk, tingkat kepercayaan masyarakat kepada KPK memang hilang.
Memang, ada satu dua tangkapan, tapi semua tahu, banyak perkara kakap yang tampak enggan disentuh, terlebih jika berkaitan dengan penguasa, atau partai yang sedang mendominasi kekuasaan.