KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Seusai fakta terkait harga tes PCR di India yang hanya sekitar Rp 100 ribu, warga Tanah Air bereaksi. Presiden Joko Widodo akhirnya turun tangan. Ia meminta Kementrian Kesehatan (Kemenkes) menurunkan harga tes PCR hingga berkisar Rp 450 -550 ribu.
“Saya minta Kemenkes bisa menurunkan harga tes PCR hingga Rp 450 -550 ribu, dan hasilnya maksimal bisa diketahui dalam 24 jam,” kata Jokowi dalam keterangan yang diedarkan Sekretariat Presiden melalui YouTube.
Menkes Budi Gunadi Sadikin melalui juru bicaranya, Siti Nadia Tarmizi, langsung merespons arahan presiden. Melalui keterangan pers yang disampaikan secara virtual pada Ahad (15/8/2021), sang jubir berkata, “Tentunya karena ini sudah arahan Presiden akan ditindaklanjuti.”
Lebih lanjut, Nadia mengatakan, harga maksimal PCR akan diubah sesuai dengan permintaan Jokowi. Penentuan harga ini pun telah didiskusikan dengan sejumlah pihak. “Kami akan mengubah harga batas atas pemeriksaan PCR, setelah berkonsultasi dengan pihak-pihak terkait,” lanjut Nadia.
Pada penelusuran harga di beberapa klinik, rumah sakit, dan lab di Jakarta, rata-rata harga tes PCR sekitar Rp 650 ribu sampai Rp 700 ribu lebih. Bahkan, ada beberapa yang menyentuh kisaran Rp 800-900 ribu.
Adapun menurut Kemenkes, batas harga tertinggi tes PCR yakni Rp 900 ribu. Hal ini tertuang dalam Surat Edaran Nomor HK.02.02/1/3713/2020. Dalam pernyataan surat tersebut tertulis jika batasan tertinggi untuk pemeriksaan RT-PCR termasuk pengambilan swab sebesar Rp 900 ribu.
Dinilai Kontradiktif
Meski rakyat umumnya menyambut baik, tidak demikian dengan Ahli Biomolekuler, Basti Andriyoko. “Jika harga PCR turun, maka pihak yang tidak berkepentingan bisa leluasa melakukan mobilitas di masa pandemi COVID-19 yang belum sepenuhnya terkendali,” kata Basti yang menjabat sebagai Ketua Pokja Molekuler Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik Indonesia (PP PDS PatKLIn).
“Kalau kita turunkan harganya tanpa mandang untung rugi dulu ya, ini agak kontradiktif dengan pengendalian pandemi. Kita ingin pandemi cepet selesai, tapi malah menurunkan harga tes PCR. Agak miris rasanya, ada orang kaya jalan-jalan dengan bayar PCR cuma Rp 400 ribu, padahal dia mampu. Perlu penggolongan harga bagi penerima tes PCR,” saran Basti.
“Cara pandang soal harga PCR berbeda-beda, tergantung latar belakang. Ahli medis dan pebisnis yang bergerak di area kesehatan, tentu berharap harga tes PCR dan SWAB tetap tinggi. Alasannya, untuk mengontrol pandemi. Tapi rakyat menengah bawah, bisa berlawanan, apalagi usaha sudah mulai kocar-kacir,” komentar Sukirman Purwoatmojo, warga Bogor, yang dihubungi redaksi pada Ahad (15/8/2021) malam. (SN)
