KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Isu titipan dan muatan politis, disampaikan sejumkah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Mereka pun mendesak Mendagri Tito Karnavian transparan dalam memilih penjabat (Pj) kepala daerah, baik gubernur maupun bupai/wali kota.
LSM yang terdiri dari Perludem, KoDe Inisiatif, PUSaKO FH Universitas Andalas, dan Puskapol UI, mendesak Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian transparan kepada ti.asyarakat dalam proses pemilihan Penjabat (Pj) kepala daerah.
“Mendagri mesti transparan dalam setiap proses ini, sehingga publik pun juga dapat menentukan siapa yang layak untuk menduduki jabatan yang bersifat sementara ini,” ujar Koordinator Divisi Keuangan Negara dan Administrasi Pemerintahan PUSaKO Fakultas Hukum Universitas Andalas Beni Kurnia Illahi, Selasa (24/5/2022).
Faktor titipan dan dana pelicin, masuk dalam analisis peluang terjadinya penyimpangan pengangkatan pjs. Begitu pula muatan politis.
Saat menjabat pjs gubernur, walikota atau bupati, orang yang diangkat bisa menjadi instrumen pemenangan Pilkada atau Pemilu. Akses dan anggaran tentu bisa diatur sedemikian rupa, bagi kepentingan kelompok, utamanya penguasa.
“Tentu ada utang budi, atau bahkan memang disetting sejak sekarang. Penguasa akan terus menguasai panggung,” komentar Hendra Kurniawan, pengamat politik.
Buka Nama
Sementara Beni menambahkan, salah tujuan membuka nama-nama calon Pj kepala daerah adalah menjaring masukan dari publik terhadap rekam jejak masing-masing calon.
Adapun catatan atau masukan yang diberikan publik nantinya juga perlu dipertimbangkan oleh Tito dalam memilih calon Pj terbaik untuk mengisi jabatan tersebut.
Salah satu caranya, kata Beni, Tito bisa membuat kanal bermuatan biodata diri semua calon, jenjang karier di pemerintahan, hingga prestasi dan inovasi selama menjabat serta rekam jejak lainnya.
Peneliti KoDe Inisiatif Muhammad Ihsan Maulana menyebut Tito belum transparan dalam memilih Pj kepala daerah. Ia berkata publik tak mendapat informasi yang cukup terkait nama-nama yang bakal diangkat.
Ihsan juga menyoroti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 67/2021 yang menyebut pemerintah agar menerbitkan peraturan pelaksana dalam proses pengisian kekosongan jabatan kepala daerah.
Menurutnya, aturan turunan tersebut bisa menghadirkan mekanisme dan persyaratan yang terukur dan jelas bahwa pengisian penjabat tersebut tidak mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi.
Selain itu, juga memberikan jaminan bagi masyarakat bahwa mekanisme pengisian pejabat berlangsung terbuka, transparan, dan akuntabel.
“Untuk menghasilkan pemimpin yang kompeten, berintegritas, sesuai dengan aspirasi daerah, serta bekerja dengan tulus untuk rakyat dan kemajuan daerah. Sehingga ada nilai transparansi yang harus pemerintah tanggung jawabkan kepada publik,” jelas Ihsan.
Perhatian yang sama juga dikemukakan Peneliti Perludem Kahfi Adlan Hafiz. Aturan pelaksana seperti diamanatkan MK penting untuk segera diterbitkan pemerintah agar Kemendagri tidak sembarangan dalam memilih Pj.
Lebih lanjut, Kahfi menyebut selain keterbukaan nama-nama calon, alasan terpilihnya seorang kandidat juga penting untuk dijelaskan.
“Konflik kepentingan, resentralisasi kekuasaan, hingga isu-isu kedaerahan lainnya, menjadi riskan dan berpotensi besar terjadi. Maka kita tuntut keterbukaan,” kata Kahfi.
Sebelumnya, DPR telah meminta pemerintah membentuk peraturan turunan dalam bentuk peraturan tertulis terkait penentuan Pejabat (Pj) kepala daerah.
Wakil Ketua Komisi II Saan Mustopa menyampaikan pembuatan aturan itu perlu dilakukan sesuai dengan pertimbangan MK yang menyebut anggota TNI/Polri aktif untuk menjadi Pj kepala daerah.
“Pemerintah sebaiknya membuat turunan dari pertimbangan MK dalam bentuk peraturan tertulis secara formal agar proses penunjukan ini bisa dilakukan secara transparan prinsip-prinsip demokrasinya bisa dikedepankan,” kata Saan pada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (24/5).
Selama ini, penentuan Pj tidak memiliki peraturan turunan. Sementara di sisi lain Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) telah menentukan dan melantik beberapa Pj kepala daerah.
