JURNALISME PUBLIK

Mempercepat Pemulihan Ekonomi dengan Menaikkan PPN

Menteri Keuangan Republik Indonesia memutuskan untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% dan mulai berlaku mulai 01 April 2022. Kenaikan ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Pemerintah menilai kenaikan PPN sebagai jalan terbaik untuk mempercepat pemulihan ekonomi dan menjadi upaya lanjutan pemerintah untuk mendorong ratio pajak negara yang terus merosot selama satu dekade terakhir.

Pasalnya, pemerintah ingin kenaikan tarif PPN tetap diberlakukan secara adil dan memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak. Apabila hal ini terjadi, pemerintah meyakini penerimaan negara dari pajak pun akan lebih optimal.

Mengutip data Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, pada 2012 rasio pajak nasional masih sebesar 14%. Namun angka tersebut terus merosot sampai tahun lalu. Bahkan sejak 2019 rasio pajak Indonesia selalu berada di bawah 10% yaitu sebesar 9,76% di tahun 2019, lalu 2020 sebesar 8,33%, dan tahun lalu mulai mengalami kenaikan kembali menjadi 9,11%.

Rencana penyesuaian PPN sebesar 11% sudah diatur dalam Undang-undang Harmonisasi Peraturan Pajak (UU HPP). Penyesuaian PPN akan dilakukan secara bertahap di mana pada 2025 akan menjadi 12%. Aturan tersebut juga menentukan bahwa PPN dapat diubah menjadi paling rendah sebesar 5% dan paling tinggi 15%.

Alasan pemerintah menerapkan kenaikan tarif PPN secara bertahap, selain mempertimbangkan kondisi ekonomi juga karena masih ingin memberikan pengecualian dan fasilitas PPN kepada masyarakat kecil.

Namun banyak kalangan memprediksi ada ancaman potensi kenaikan harga produk dan barang. Ditambah lagi saat ini gangguan dalam rantai pasok ataupun rantai distribusi dan kenaikan biaya energi mengakibatkan bertambahnya biaya produksi.

Hal ini tentu dapat mengakibatkan kenaikan harga produk dan barang ditengah kondisi daya beli masyarakat yang masih belum pulih akibat pandemi (Covid-19) yang telah memasuki tahun ketiga.

Dilihat dari sisi pengusaha atau pedagang (terutama untuk komoditas bahan pokok), adanya kenaikan PPN mempengaruhi penghasilan mereka. Naiknya PPN tentu akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Dari sisi pemerintah, kenaikan PPN akan memberikan dampak positif karena berhubungan terhadap potensi meningkatnya penerimaan pajak sehingga pemasukan pajak negara akan lebih besar.

Sedangkan dari sisi masyarakat, rencana kenaikan PPN tentunya akan semakin membebani mereka. Sulitnya memperoleh penghasilan dan pekerjaan, makin parah jika diikuti oleh peningkatan harga-harga kebutuhan pokok yang diakibatkan dengan kenaikan PPN.

PPN Sembako

Pemerintah berencana mengenakan PPN untuk sembako, meski sebelumnya sembako tidak dikenakan PPN. Ketentuan PPN sembako ini tertuang dalam Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

Kategori sembako yang dikenai PPN berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.010/2017 antara lain beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam konsumsi, daging, telur, susu, buah dan sayur, gula, ubi, dan bumbu-bumbuan. Selain sembako, jenis barang hasil pertambangan yang diambil langsung dari sumbernya juga dikenakan PPN, yang sebelumnya tidak dikenakan PPN.

Hasil pertambangan yang dikenakan PPN berdasarkan PP Nomor 144/2000 adalah Minyak mentah, gas bumi, panas bumi, pasir dan kerikil, batu bara, biji besi, biji timah, biji emas, biji tembaga, biji nikel, dan biji perak serta biji bauksit.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Kementerian Keuangan, kebanyakan negara menerapkan tarif PPN sebesar 11%-20%. Sedangkan Indonesia merupakan salah satu negara diantara 21 negara yang menetapkan tarif PPN sebesar 10%.

Di sisi lain, selain menaikkan tarif PPN, banyak negara juga cenderung sudah menerapkan multi tarif, sehingga besaran tarif PPN bisa lebih tinggi dan lebih rendah dari tarif normal yang 12 persen. Tujuannya, mengurangi regresivitas PPN. Kenaikan pajak menjadi 12% tersebut pada awalnya bertujuan sebagai bentuk pemulihann ekonomi.

Namun kenaikan PPN tersebut berpotensi memberikan dampak pada kenaikan harga yang membebani masyarakat, ditambah pada masa pandemi Covid-19 yang memperburuk perekonomian.

Dalam menghadapi meningkatnya berbagai tantangan ketidakpastian global, maka pemerintah melalui perdagangan dalam negeri, menjadi tumpuan harapan agar perekonomian Indonesia dapat terus dijaga. Selain itu, diperlukan upaya agar dampak negatif yang terjadi bisa ditekan seminimal mungkin (dari ketidakpastian global). Pemerintah untuk sementara tidak bisa mengandalkan PPh.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top