KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Berbicara di acara “Peringatan Haul Gus Dur ke-12 Hijriah”, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menyatakan pemakzulan presiden keempat RI, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, tidak sah jika ditinjau dari segi hukum tata negara.
Acara itu sendiri ditayangkan akun Youtube NU Channel, Minggu (22/8) malam. Menurut Mahfud, sebenarnya dari sudut hukum tata negara, pemakzulan Gus Dur tidak sah.
“Saya punya disertasi tentang politik hukum. Kalau di dalam hidup bernegara, hukum adalah produk politik. Kalau politik menghendaki ini, hukumnya tidak mendukung, politiknya itu membuldoser hukum. Itu bisa terjadi sampai sekarang,” ujar Mahfud, Minggu (22/8).
Tokoh yang sempat menjabat sebagai Menteri Pertahanan era Gus Dur itu menerangkan, kriteria presiden dapat dilengserkan termuat dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978, yakni dinyatakan sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara.
“Apabila presiden benar-benar melanggar Haluan Negara, maka harus diberi memorandum I agar memperbaiki kebijakannya. Kalau masih benar-benar melanggar Haluan Negara, diberi memorandum II. Kalau sudah memorandum II masih melanggar lagi, MPR melakukan Sidang Istimewa untuk memberhentikan,” tutur dia.
Namun yang terjadi pada Gus Dur tidak demikian. Menurut Mahfud, Gus Dur dimakzulkan pada Sidang Istimewa MPR melalui kasus yang berbeda antara memorandum I, II, dan III.
Memorandum I dan II terkait dengan isu Buloggate dan Bruneigate yang menyatakan bahwa Gus Dur patut diduga melakukan penyalah-gunaan wewenang. Itu berbeda dengan Ketetapan MPR Nomor III/MPR/1978 yang mengatur ‘sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara’.
“Masuk memorandum II, selesai. Enggak ada Sidang Istimewa untuk memorandum I dan II. Sidang Istimewa yang kemudian diangkat untuk kasus lain. Kasusnya itu karena Gus Dur memecat Kapolri Surojo Bimantoro dan menggantinya dengan Chaerudin Ismail. Nah, itu melanggar aturan memang,” ucap Mahfud.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) ini menjelaskan bahwa pergantian Kapolri tidak boleh dilakukan secara sepihak, melainkan juga harus atas persetujuan DPR. Hal itu sesuai Ketetapan MPR Nomor VII Tahun 2000.
“Itu memang melanggar, tetapi ini pelanggaran baru sehingga harus dimulai dari memorandum baru, agar diperbaiki. Tapi, waktu itu tidak begitu. Hari Minggu Pak Amien Rais bilang, besok sidang karena Gus Dur telah melanggar Haluan Negara. Bukan lagi soal Bulog, itu sudah hilang,” ungkap Mahfud.
Gus Dur dimakzulkan pada 23 Juli 2001. Pemakzulan dalam Sidang Istimewa MPR pada Senin petang itu menyatakan Gus Dur telah menyalahi Haluan Negara.
Posisi Gus Dur sebagai kepala negara kemudian diserahkan MPR kepada Wakil Presiden Megawati Sukarnoputri. Gus Dur selama ini direpresentasikan produk PKB, sementara Mega dari PDIP. Kedua partai itu kini bersatu di bawah rezim Joko Widodo.
