KABAR KALIMANTAN1, Sampit – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim), Kalimantan Tengah mengoptimalkan penanggulangan tuberkulosis (TB) dengan melakukan pola baru, yakni tracing (penelusuran).
“Langkah ini upaya kita untuk mengoptimalkan penanggulangan TB. Begitu menemukan atau kontak dengan penderita akan kami lakukan tracing dan pengobatan semaksimal mungkin,” kata Kepala Dinkes Kotim Umar Kaderi di Sampit, Kamis (18/7).
Tracing adalah proses mengidentifikasi siapa saja orang-orang yang telah berkontak dengan pasien positif suatu penyakit. Ini dilakukan untuk memutus rantai penyebaran virus.
Penerapan metode tracing dalam penanganan TB ini terinspirasi dari penanganan COVID-19 beberapa waktu lalu. Metode ini dinilai cukup efektif untuk memutus rantai penyebaran virus COVID-19 kala itu.
Umar menjelaskan TB merupakan penyakit menahun yang menjadi momok di Kotim maupun Indonesia pada umumnya.
Penyakit ini cukup sulit ditanggulangi sebagaimana penyakit yang disebabkan virus lainnya. Padahal, penyakit ini sudah diketahui disebabkan oleh bakteri, sudah ada obatnya dan cara diagnosa juga sudah jelas.
Berbanding terbalik dengan COVID-19 yang mulai merebak pada akhir 2019, dengan penularan begitu cepat, sarana prasarana dan obat-obatan belum memadai, serta stigma masyarakat yang mengganggu mental penderita, namun pada akhirnya bisa ditanggulangi.
Maka dari itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan pola lain dalam penanggulangan TB.
“Ke depan, begitu menemukan kasus TB, kami melakukan tracing terhadap keluarga, tetangga maupun kawan yang kontak dengan penderita, kalau ditemukan ada yang terpapar bisa langsung diobati,” katanya.
Hal ini juga untuk mendorong capaian lima indikator utama, yaitu penemuan kasus, inisiasi pengobatan (enrollment), investigasi kontak, penerapan SPM kesehatan untuk TB, dan kebijakan TB di daerah.
Sementara itu, capaian Kotim pada semester I tahun 2024, yakni penemuan kasus 43 persen, inisiasi pengobatan atau penderita baru yang diobati 78,4 persen, investigasi kontak 36 persen dan penerapan SPM untuk penanggulangan TB 47 persen
Selanjutnya, terkait kebijakan TB di Kotim dalam bentuk peraturan kepala daerah dan rencana aksi daerah, saat ini sedang dipersiapkan tim Dinkes, sedangkan tim percepatan penanggulangan TB dalam tahap finalisasi.
Dalam kesempatan itu, Umar juga menyampaikan kendala yang dihadapi dalam penanggulangan TB, mulai dari kurangnya kesadaran masyarakat untuk cek atau skrining kesehatan, termasuk TB, adanya stigma atau diskriminasi terhadap penderita TB, rendahnya higiene sanitasi rumah penderita TB.
Selain itu, meningkatnya penderita penyakit HIV/AIDS, diabetes melitus dan masalah gizi pada anak yang sangat berpotensi terhadap penularan TB.
“Pengobatan TB ini memang cukup panjang kurang lebih 6 bulan. Jadi, mungkin penderita bosan minum obat atau yang bersangkutan ada alergi dengan obat itu juga menjadi kendala dalam pemberantasan TB,” ujarnya.
Dinkes setempat sudah melakukan upaya-upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, melalui penyuluhan dan sebagainya. Namun, penanggulangan TB tidak mudah.
Dengan adanya pola baru dalam penanggulangan TB, ia berharap hasilnya bisa lebih optimal. Dari kasus TB Kotim sebanyak 204 kasus diharapkan bisa turun, minimal tidak bertambah.
“Kami lakukan pengobatan semaksimal mungkin, sehingga harapan kita bahwa penyakit TB bisa benar-benar turun di Kotim, paling tidak menambah dari angka yang ada saat ini,” kata Umar.
Sumber: ANTARA