KABARKALIMANTAN1, Jakarta –
Kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J di rumah Kadiv Propam, Irjen Ferdy Sambo, adalah kado ulang tahun yang buruk untuk Polri. Hal itu diucapkan Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP, Trimedya Pandjaitan.
Trimedya berharap tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dapat segera memberikan titik terang, sekaligus mengungkapkan insiden berdarah tersebut.
” Ya, sekiga. Ini hampir seminggu loh. Supaya masyarakat percaya. Ini kado ulang tahun Polri yang enggak bagus menurut saya,” ujar Trimedya dalam webinar yang disiarkan lewat instagram @diskusititiktemu, Sabtu (16/7/2022).
Trimedya memaparkan beberapa kejanggalan hasil penyelidikan kepolisian terkait kasus tersebut. Kejanggalan pertama berasal dari jenis senjata yang dipakai Bharada E saat baku tembak dengan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.
Diketahui, Bharada E memakai senjata api jenis Glock-17. Sedangkan Brigadir J, pistol jenis HS-9.
Senjata Bharada E, menurut Trimedya tidak wajar. Senjata api jenis itu bukan untuk anggota yang berpangkat Bhayangkara Dua (Bharada).
“Biasanya AKP atau kapten yang pegang jenis senjata itu [Glock-17]. Karena senjata itu kan mematikan. Harusnya dia Bharada E pakai laras panjang,” ujarnya.
Kejanggalan kedua, terkait dengan bekas tembakan hasil olah tempat kejadian perkara (TKP) di rumah Kadiv Propam, yang tidak pernah ditampilkan.
“Kalau dikatakan tembak-menembak, itu sampai sekarang jadi 8 hari, tapi kita tidak pernah lihat, paling tidak pers boleh masuk. Ada enggak bekas tembak-tembakan itu di sekitar rumahnya? Di dinding atau di tangga, darah. Kan enggak pernah ditampilkan,” ujarnya.
Menurutnya, tak mungkin terjadi tembak-menembak tanpa meninggalkan bekas. Misalnya: darah, kaca pecah, atau lainnya.
“Orang hukum pasti paham. Keliatannya akal sehat kita dibalikkan,” jelasnya.
Kejanggalan ketiga, pada momen konferensi pers oleh pihak kepolisian. Menurutnya, ada ketidaksiapan yang seolah ditutupi oleh pihak kepolisian ketika merilis kasus ini.
Dimulai dari keterangan pertama oleh Divisi Humas Mabes Polri pada Senin (11/7). Tampak tak ada kesiapan merilis kasus tersebut. Ditambah lagi dengan konferensi pers Polres Metro Jakarta Selatan pada Selasa (12/7). Tidak ada barang bukti yang disuguhkan ke publik.
“Aneh. Tahun 1991 saya sudah jadi pengacara. Enggak pernah tuh saya melihat ada konferensi pers, barang bukti nggak ditunjukkan. Itu selongsong seperti apa? Jenis senjata apa?” ujarnya.
Soroti Kapolres
Ia juga menyoroti Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Budhi Herdi Susianto, yang menutup lembar putih yang dipegangnya saat merilis kasus, tanpa menunjukan kepada media.
“Kapolres pegang kertas, ya enggak tahu kertas apa itu. Apakah kertas ringkasan autopsi atau kertas apa? Biasanya wartawan diberikan kesempatan untuk mengambil foto close up. Ini kan enggak,” katanya.
Trimedya memberikan 3 usulan kepada Kapolri lewat WhatsApp, yaitu untuk membentuk tim khusus; menarik berkas ke ke Markas Besar (Mabes) Polri karena sudah termasuk isu nasional; dan menonaktifkan Freddy Samdo.
Mabes Polri menyatakan Brigadir J tewas usai baku tembak dengan Bharada E di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Ferdy Sambo, Jumat 8 Juli lalu. Brigadir J merupakan sopir istri Sambo.
Polisi menyebut Brigadir J masuk kamar dan melakukan pelecehan seksual ke istri sang jenderal. Ia mendapat tujuh luka akibat tembakan Bharada E di tubuhnya.
“Kami harap kasus ini diungkap secara transparan, objektif dan profesional,” kata Listyo di Mabes Polri, Selasa (12/7).
Masih ada kejanggalan lainnya. Keluarga korban dintimidasi. Beberapa polisi datang ke rumahnya, lalu mengunci pintu dari dalam. Keluarga korban takut menyampaikan isi komunikasi itu.
Wartawan yang mencari berita di sekitar rumah Kadiv Propam, didatangi beberapa oknum polisi, lalu meminta kamera dan menghapus hasil karya jurnalistik yang dilindungi undang-undang.
Kejanggalan lain, tim kuasa hukum Kadiv Propam mendatangi Dewan Pers, serta melarang media meliputi.
Setelah pertemuan, Dewan Pers meminta media hanya melaporkan kasus itu dengan data resmi yang dikeluarkan kepolisian.
Terpisah, aplikasi WhatsApp dan media sosial milik ayah Brigadir J bernama Samuel Hutabarat,
sempat diretas (12/7). Beberapa pesan telah dihapus, namun
kini kembali bisa diakses, Kamis (14/7).
Makin aneh saja.