KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Upaya pemerintah menggenjot percepatan pemakaian kendaraan listrik atau Electric Vehicle (EV) di Indonesia, akan dimulai pada 20 Maret 2023. Kucuran subsidi sudah bisa dinikmati masyarakat.
Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan. Di Jakarta, mobil listrik mulai jamak ditemui di pasaran, meski tak semua orang mengetahui jenis-jenis dan harga kendaraan tersebut.
Mobil listrik saat ini dibanderol dengan harga yang beragam. Harga pasaran mobil listrik relatif lebih tinggi dari mobil dengan bahan bakar bensin. Meskipun begitu, tak semua jenis mobil listrik dibanderol dengan harga selangit.
Bagi Anda yang tertarik membeli mobil listrik, berikut adalah daftar harga mobil listrik di Indonesia misalnya:
1. Wuling Air Ev (Rp 238 juta)
2. Renault Twizy (Rp 595)
3. Nissan Leaf (Rp 730 juta)
4. Hyundai Ioniq 5 (Rp 859 juta)
5. Hyundai Kona Electric (Rp 742 juta)
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan subsidi atau bantuan Rp 7 juta untuk pembelian 3 jenis sepeda motor listrik: Gesits, Selis, dan Volta, karena telah memenuhi tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 40 persen.
Soal ini, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyebut keputusan pemerintah ini bisa membuat pabrikan lain pun jadi terpikat ingin merasakan guyuran subsidi yang sama.
“Ada beberapa pabrikan menyampaikan ke kami dengan bantuan pemerintah dia akan segera menaikkan nilai TKDN 40 persen,” kata Agus usai rapat soal insentif kendaraan listrik bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Selasa (7/3/2023).
Agus tidak bersedia menjelaskan siapa pabrikan lain yang berkeinginan menggenjot TKDN jadi 40 persen tersebut. Wakil Ketua Umum dan Korbid Perekonomian Partai Golkar ini menyebut pihaknya akan memverifikasi terlebih dahulu kenaikan TKDN di pabrik-pabrik ini.
Yang pasti, bantuan diberikan untuk pembelian 200 ribu sepeda motor listrik, 35.900 mobil listrik, dan 138 bus listrik. Untuk mobil, baru ada 3 merek yang sudah mencapai TKDN 40 persen yang menjadi syarat pemberian bantuan, yaitu Hyundai dan Wuling.
Untuk bus, baru ada 4 produsen, yaitu PT Bakrie & Brothers Tbk, PT INKA (Persero), PT Mobil Anak Bangsa, dan PT Kendaraan Listrik Industri.
“Kalau pembelian sepeda motor listrik dapat diskon Rp 7 juta. Tahun ini, bantuan diberikan untuk 200 ribu unit. Tahun depan nanti sudah diusulkan, nanti dibicarakan, belum bisa disampaikan ke publik,” imbuh Agus.
Sementara untuk mobil, bantuannya berupa diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) menjadi 0 persen. Selain itu, pemerintah juga menetapkan bea masuk impor mobil listrik untuk incompletely lockdown (IKD) 0 persen.
Perkara nilai subsidi, Agus menyerahkan urusan ini ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. “Tugas saya menyalurkan dan memastikan semua sesuai syarat, untuk roda dua (TKDN) 40 persen, roda 4 juga 40 persen,” kata dia.
Salah Sasaran
Namun subsidi ini diyakini bakal salah sasaran. Potensi kegagalan ini disampaikan peneliti Harvard University, Ashley Nunes, dalam jurnal berjudul “Re-thinking Procurement Incentives for Electric Vehicles to Achieve Net-zero Emissions” (Nature, 2022). Penelitian itu menyimpulkan kalau kebijakan subsidi listrik untuk menggenjot penjualan EV di Paman Sam justru meningkatkan emisi gas rumah kaca, alih-alih menguranginya.
Jelas hal ini berbeda dengan tujuan awal penjualan EV yang bertujuan untuk menurunkan emisi karbon. Penyebabnya, target subsidi cenderung tidak adil dan salah sasaran.
Elite Washington sendiri memang memberi insentif atau subsidi kepada masyarakatnya yang ingin membeli EV baru sebesar US$ 7.500 atau Rp 115 juta. Meski mengalami kenaikan penjualan, pada titik inilah Nunes melihatnya sebagai masalah.
Sebagai catatan, melansir laman Find My Electric, harga EV di AS berkisar antara US$ 26.750 sampai US$ 119.990. Harga tersebut sudah termasuk subsidi dari pemerintah. Dengan kisaran tersebut tentu hanya orang-orang kaya yang mampu membelinya.
Masalahnya, mereka membeli EV dan menjadikannya sebagai mobil sekunder. Maksudnya, tidak menjadikannya mobil yang digunakan sehari-hari. Dalam pengamatan Nunes, EV di rumah orang-orang kaya justru lebih sering berdiam di garasi selama bertahun-tahun.
Sedangkan, untuk mobilitas harian mereka tetap saja memakai mobil bensin atau diesel yang makin menaikkan kadar gas rumah kaca. Solusinya, menurut Nunes, adalah dengan menerapkan subsidi kepada kendaraan bekas yang menyasar kelas menengah ke bawah.