HUKUM

Polisi Usut Dihapusnya Rekaman CCTV Kanjuruhan, Aremania: Pola Lama

KABARKALIMANTAN1, Surabaya – Polisi akan mengusut temuan Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) terkait raibnya rekaman kamera pengawas atau CCTV berdurasi lebih dari 3 jam saat Tragedi Kanjuruhan, Malang.

Polisi meminta keterangan sejumlah ahli dalam pengusutan hilangnya CCTV yang merekam momen saat malam tragedi menewaskan setidaknya 133 orang itu.

“Kepolisian masih mendalami terkait hilangnya rekaman CCTV saat tragedi Kanjuruhan Malang. Penyidik meminta keterangan dari saksi ahli IT untuk mengusut hilangnya rekaman tersebut,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo di Mapolda Jatim, Surabaya, Kamis (20/10/2022).

“Dari rapat bersama TGIPF semua masih di dalami, nanti ada ahli yang sampaikan termasuk pihak ketiga yang pasang CCTV di stadion Kanjuruhan. Kesepakatan rapat hari ini gitu.”

Dedi menyebut hal itu merupakan arahan perwakilan TGIPF pimpinan Menko Polhukam Mahfud MD yakni Deputi V Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenkopolhukam RI, Irjen Pol Armed Wijaya. “Arahan dari Pak Armed untuk minta keterangan saksi ahli IT dan dari pihak yang pasang CCTV,” ucap Dedi.

Saat ditanya perihal dugaan penyebab hilangnya rekaman CCTV, Dedi mengatakan hal itu akan disampaikan nanti. Mereka, kata dia, masih menunggu pemeriksaan ahli yang berkompeten.

3 Jam 21 Menit Dihapus

Sebelumnya, TGIPF Tragedi Kanjuruhan menemukan bahwa rekaman CCTV yang berada di lobi utama dan area parkir Stadion Kanjuruhan Malang, dihapus selama 3 jam 21 menit.

Rekaman CCTV tersebut krusial karena berdampak pada kinerja TGIPF yang kesulitan untuk merangkai peristiwa utuh kejadian di lokasi terkait.

Rekaman CCTV di lobi itu sempat merekam rangkaian kendaraan Baracuda milik polisi yang melakukan evakuasi Tim Persebaya dari Stadion Kanjuruhan pada Sabtu (1/10) malam tersebut.

“Pergerakan awal rangkaian Baracuda yang akan melakukan evakuasi Tim Persebaya, terekam melalui CCTV yang berada di lobi utama dan area parkir. Tapi rekaman CCTV tersebut berdurasi 1 jam 21 menit, mulai dari pukul 22.21.30 WIB. Selanjutnya rekaman hilang (dihapus) selama 3 jam, 21 menit, 54 detik, kemudian muncul kembali rekaman selama 15 menit,” bunyi penggalan dokumen temuan TGIPF dikutip, Senin (17/10).

TGIPF menilai hilangnya rekaman CCTV dalam rentang waktu tersebut telah menghambat tugas investigasi yang dilakukan pihaknya. Mereka pun tengah berupaya meminta rekaman lengkap CCTV itu ke pihak kepolisian.

“Hilangnya durasi rekaman CCTV menyulitkan atau menghambat tugas tim TGIPF untuk mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi dan sedang diupayakan untuk meminta rekaman lengkap ke Mabes Polri,” demikian tertulis di laporan TGIPF Tragedi Kanjuruhan kepada Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto, menyoroti hilangnya rekaman CCTV tersebut. Menurut Bambang, soal rekaman CCTV hilang, seperti sudah menjadi pola dalam kasus-kasus besar yang melibatkan polisi.

Selain Kanjuruhan, hilangnya rekaman atau kamera CCTV juga terjadi pada kasus penembakan anggota laskar FPI di KM 50 dan kasus pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat oleh Ferdy Sambo.

“CCTV merupakan barang penting yang bisa jadi alat bukti dalam sebuah kasus. Hal itu mengacu pada KUHAP dan Pasal 5 ayat (1) UU ITE. Kapolri harus serius menyelidiki hal tersebut,” ujar Bambang Rukminto.

Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Rizal Ramli juga sempat berkomentar. “CCTV mati atau offline ketika kejahatan terjadi, apa iya kebetulan?” cuit Rizal Ramli pada 10 Agustus 2022.

Ia mengomentari hal serupa pada kasus kebakaran di Gedung Utama Kejaksaan Agung (22/8/2020) dan kasus Ferdy Sambo. Rizal Ramli juga mengunggah judul headline bertajuk: Polisi Sebut Banyak CCTV Rusak Akibat Kebakaran di Kejagung”.

“CCTV hilang atas kejadian yang melibatkan polisi? Itu pola lama, lagu lama. Kasihan Kapolri, sudah bersih-bersih institusi polisi, tapi banyak anak buahnya yang terus bikin kotor. Kasus Kanjuruhan dan Ferdy Sambo bisa jadi momentum pembersihan secara tuntas,” ungkap Ivan Ulxxxx, salah satu Aremania yang dikenal kritis.

Tanpa Gas Airmata

Terpisah, pada rekonstruksi Tragedi Kanjuruhan yang digelar di lapangan bola Mapolda Jawa Timur, Surabaya, Rabu (19/10), terdapat 30 adegan.

Namun, dalam proses rekonstruksi itu, tak ada gas air mata yang ditembakkan polisi ke arah tribun penonton di Stadion Kanjuruhan. Pada reka adegan 19 hingga 25, tembakkan gas air mata hanya diarahkan ke sentel ban atau lintasan lari sisi selatan.

“Adegan ke 19, sekitar 22.09 atas perintah tersangka Hasdarmawan, saksi menggunakan senjata laras kaliber 38 mm menembakkan satu kali dengan amunisi warna biru ke arah sisi selatan,” kata penyidik melalui pengeras suara.

“Selanjutnya saksi MKI menembakkan satu kali dengan amunisi warna silver ke arah sentel ban lintasan lari selatan belakang gawang,” lanjut penyidik.

Adegan dalam rekonstruksi ini berbeda dengan temuan TGIPF Tragedi Kanjuruhan yang menyatakan polisi menembakkan gas air mata secara tak terukur ke arah tribun penonton. Di berbagai video amatir, hal ini juga terlihat.

TGIPF juga mengatakan gas air mata jadi faktor utama jatuhnya korban tewas dan luka-luka dalam insiden di Kanjuruhan. Penonton panik, berlarian, dan berdesak-desakan menuju pintu keluar, terinjak-injak hingga tewas.

Saat ditanya soal kejanggalan dalam rekonstruksi, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Dedi Prasetyo, mengatakan hal itu merupakan materi penyidikan berdasarkan keterangan para tersangka dan saksi.

“Kalau misal tersangka mau menyebutkan tidak menembak ke arah tribun, itu hak dia. Tersangka punya hak ingkar,” kata Dedi di Mapolda Jatim. “Penyidik memiliki keyakinan sendiri. Segala kesaksian dan alat bukti yang didapatkan penyidik akan dipertanggungjawabkan di pengadilan.”

Dalam rekonstruksi, penyidik gabungan Bareskrim Polri dan Polda Jatim fokus memperagakan peran ketiga anggota polisi yang jadi tersangka dalam Tragedi Kanjuruhan.

Ketiganya yakni Kabagops Polres Malang Kompol Wahyu Setyo Pranoto, Danki 3 Sat Brimob Polda Jatim AKP Hasdarmawan, dan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Adapun total ada 6 tersangka di kasus ini, yakni WS, BS dan H (Pasal 359 dan 360 KUHP).

Polisi juga menghadirkan 54 orang saksi dan 30 pemeran pengganti sebagai suporter. Dedi menegaskan Polri berkomitmen untuk menuntaskan kasus secara transparan, akuntabel, dan ilmiah.

Kalimat serupa pernah muncul dalam kasus Ferdy Sambo, dan tak lama kemudian sang pejabat dicopot Kapolri karena terbukti merupakan bagian dari “orang dalam” Sambo.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!