KABARKALIMANTAN1, Ponorogo – Di media sosial Sabtu (10/9/2022) beredar viral Surat Pernyataan/Perjanjian Wali Santri dengan pihak Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor (PMDG). Ironisnya, pernyataan/perjanjian itu tak tersentuh oleh Kemenag.
Terdapat 6 poin pernyataan/perjanjian di dalam surat yang harus ditandatangani oleh orangtua santri bila menitipkan anak-anaknya menempuh pendidikan di Gontor. Surat itu muncul di tengah viralnya kasus kematian Alwan Mahdi (AM), santri asal Palembang. Terutama pada klausul tertentu yang cukup kontroversial.
Berikut ini 6 poin isi surat pernyataan/perjanjian yang viral tersebut:
1. Percaya sepenuhnya kepada kebijaksanaan Ponpes Modern Darussalam Gontor beserta pembantu-pembantunya.
2. Mendukung sunnah dan displin yang berlaku d Ponpes Modern Darussalam Gontor dan tidak menuntut segala tindakan dengan risiko apapun yang diberikan oleh atau atas nama pimpinan Ponpes Modern Darussalam Gontor.
3. Tidak melibatkan pihak luar pondok aparat kepolisian hukum dll, dalam menyelesaikan urusan Ponpes Modern Darussalam Gontor.
4. Tidak akan mencampuri sistem pendidikan dan pengajaran maupun urusan manajemen dan administrasi yang telah ditetapkan oleh pimpinan Ponpes Modern Darussalam Gontor.
5. Memenuhi segala kewajiban yang ditetapkan pimpinan Ponpes Modern Darussalam Gontor.
6. Melunasi semua pembayaran sekolah dan makan sebelum ujian pertengahan tahun akhir.
Ada pun poin yang menjadi perhatian banyak warganet adalah poin ketiga, yakni bahwa orangtua harus sepakat tidak melibatkan pihak luar pondok termasuk polisi (jika sampai terjadi kasus apapun bentuknya-Red).
Mengenai surat pernyataan/perjanjian itu redaksi telah berupaya melakukan verifikasi dan konfirmasi kepada pengurus ponpes. Salah satunya dengan menghubungi salah satu ustaz pengurus ponpes. Namun hingga saat ini yang bersangkutan belum merespons.
Cuma Mitra
Menanggapi soal surat pernyataan/perjanjian seram itu, Kepala Kemenag Ponorogo Moh. Nurul Huda mengatakan pihaknya tidak bisa melakukan intervensi. Alasannya, itu merupakan pernyataan/perjanjian antara kedua belah pihak.
“Sementara ini kami tahu, surat itu beredar kemana-mana dan memang diakui oleh wali santri,” tutur Huda kepada wartawan, Jumat (9/9/2022). “Kami hanya selaku mitra ponpes. Di Ponorogo setidaknya ada 101 buan ponpes. Kesepakatan seperti itu, antara wali santri dengan pihak pondok, kami tidak bisa ikut campur. Kami tunggu instruksi setelah melaporan ke atas. Belum ada instruksi lagi.”
Ponpes Gontor akhirnya buka suara. “Berdasarkan temuan tim pengasuhan santri, kami memang menemukan adanya dugaan penganiayaan yang menyebabkan almarhum wafat,” ujar juru bicara Pondok Modern Darussalam Gontor, Ustad Noor Syahid dalam surat pernyataan tertulis.
Ia mengatakan Ponpes Gontor tidak memberi toleransi adanya kekerasan di dalam lingkungan pesantren, apapun bentuknya. Karena itu di hari yang sama ketika AM tewas, pihak ponpes langsung mengeluarkan santri yang diduga terlibat penganiayaan dari Ponpes Gontor secara permanen.
Selanjutnya, ponpes mau kooperatif. “Kami menyerahkan penanganan kasus tersebut kepada pihak kepolisian dan bersedia kooperatif dalam proses penyelidikan di lingkungan pesantren,” tulisnya.
Ny Soimah, ibu almarhum akhirnya meminta bantuan pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, agar pihaknya mendapatkan keadilan. “Semua paham, Ponpes Gontor punya nama besar, bakal dilindungi para petinggi yang memiliki ikatan moral dengan ponpes tersebut. Baik secara sosial maupun politik,” ujar sumber redaksi dari keluarga santri.
Kemenag Regulator
Atas kejadian ini, muncul ratusan netizen. Redaksi memilih 3 di antaranya yang langsung terkait pada substansi masalah. Paling banyak yang mengkritisi Ponpes Gontor, lalu Kemenag, serta IDI (Ikatan Dokter Indonesia).
“Parah ini pesantren. Bilang langsung ambil tindakan dengan mengeluarkan pelaku atau pembunuh. Enteng sekali. Ini kasus kriminal, harus ke polisi. Parahnya lagi, Kemenag tak bisa apa-apa. Harusnya bikin regulasi, semua perjanjian ponpes dengan orangtua santri wajib diketahui Kemenag. Mereka regulator loh, kok lemah. Perjanjiannya serem,” ujar Mohammad Subeki, warganet asal Blora.
“Kenapa tidak lapor polisi dulu? Saya heran kenapa pondok sebesar Gontor tidak paham hukum? Terkesan mau menutupi masalah. Apa bedanya dengan kasus Sambo?” komentar Teguh Widodo.
“Di Gontor ada dokternya juga, bisa dilaporkan ke bidang profesi IDI karena melakukan kebohongan kondisi korban lewat surat kematian sumir. Pecat semua pengurus Gontor yang terlibat (menutupi masalah tersebut-Red), bukan hanya pelaku. Benar-benar mirip kasus Ferdy Sambo.”
Sementara netizen lain, Eko Bambang Istanto menyebut, “Mulai dari pelecehan hingga pemerkosaan hingga hamil, lalu kini penganiayaan. Ironisnya, terjadi di sebuah pesantren yang notabene kental dengan nuasa agama. Wahai pemimpin, bukalah hati dan nuranimu. Jangan hanya diam. Kalau sudah heboh, baru pada sibuk cari selamat.”