KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Diangkat jadi Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpra) termuda, Dito Ariotedjo (32) langsung dihadapkan dengan berbagai masalah. Meski mengaku sempat pusing, ia berusaha tenang dan memitigasi masalah menjadi sebuah hal positif.
Bagaimana cara ia mencari solusi? Berikut wawancara Menpora Dito Artitedjo dengan Sigit Nugroho dari KabarKalimantan1 di kantor Kemenpora, Senayan, Jakarta, Selasa (11/4/2023), di sela acara audiensi dengan pengurus Asosiasi Pembina Sepakbola Usia Muda Seluruh Indonesia (APSUMSI).
Sebagai Menpora baru, Anda langsung dihadapkan pada masalah besar. Ada potensi Indonesia terancam sanksi (lagi) jika menolak kehadiran Israel tampil di World Beach Games di Bali, 5-12 Agustus. Komentar Anda?
Ya, saya memang sempat pusing. Baru saja diberi amanah oleh Presiden Joko Widodo untuk jadi Menpora, langsung disambut pekerjaan besar. Tapi sebagai anak muda yang diberi kesempatan, saya anggap ini tantangan dan segera mencarikan solusinya. Itu risiko pekerjaan.
Sepak bola Indonesia juga baru saja kena musibah Tragedi Kanjuruhan, yang disusul dengan perubahan pengurus PSSI lewat KLB. Pak Presdien juga mengharapkan agar kita bangkit, dengan melakukan perbaikan di semua aspek mulai dari tim nasional, kompetisi profesional, usia dini, hingga liga desa.
Soal penolakan terhadap Israel. Saya akan bertemu dengan Gubernur Bali Pak I Wayan Koster. Idealnya memang sesuai arahan Pak Presiden pada saya, agar jangan mencampurkan olahraga dengan politik. Tapi bukankah soal Israel, sudah diatur Undang-Undang, yang dijadikan pegangan oleh Kemenlu? Misalnya, tidak boleh ada lagu kebangsaan dan bendera Israel.
Memang dalam Undang-Undang ada kebijakan tentang batasan-batasan kegiatan yang melibatkan Israel. Saya kira perlu ada penambahan. Misalnya, pengecualian di bidang olahraga dan seni. Ini memang produk Undang-Undang. Saya akan coba mengkomunikasikan ke berbagai stakeholder yang berkaitan dengan hal ini.
Harapannya, Indonesia tetap jadi tuan rumah event-event besar seperti World Becah Games, Piala Dunia, baik sepak bola maupun cabor lainnya. Soalnya ini mengangkat citra Indonesia di mata dunia. Bahwa kebijakan politik Indonesia yang menolak keras terhadap segala bentuk penjajahan, itu tetap dan tidak berubah. Hanya pertarungannya di ranah diplomasi politik internasional.
Perbaikan materi pada Undang-Undang yang mengatur soal Israel, harusnya tak hanya mengatur saat negara Zionis itu hadir di Indonesia, tapi juga saat atlet/tim Indonesia berjumpa lawan dari Israel dalam event di luar negeri. Di era Bung Karno, atlet/tim kita diwajibkan mundur walau harus kalah WO. Pandangan Anda?
Benar itu. Perbaikan atau penambahan materi dalam Undang-Undang, sebaiknya juga mengatur hal tersebut. Di World Beach Games di Bali 2023, atlet Israel ikut di cabor open water swimming dan basket putra.
Tapi di luar sana, atlet atau tim Indonesia, bisa saja bertemu atlet atau tim Israel di kompetisi olahraga multi-event seperti Olimpiade, Kejuaraan Dunia, dan lain-lain.
Di sepak bola anak-anak pun, banyak pemain kita yang terlibat di event internasional seperti Gothia Cup. Tadi dari pengurus APSUMSI ada yang sudah bersiap ikut di kompetisi sepak bola anak-anak di Barcelona. Ada potensi mereka bertemu atlet atau tim Israel. Dalam konteks kompetisi olahraga, dalam pandangan saya, tak perlu kita mundur.
Anda juga mendapat tugas menggerakkan sepak bola usia dini seperti dikelola para operator yang bernaung di bawah APSUMSI sebagai fasilitator.
Pak Presiden memang berpesan agar kita juga memprioritaskan talent scouting pemain-pemain muda, level grassroots mulai dari usia 8 hingga 12 tahun. Pas sekali dengan audiensi pengurus APSUMSI. Semua ini saya jadikan energi baru bagi Kemenpora.
Prinsipnya, saya meminta APSUMSI untuk merangkul seluruh operator yang ada, agar ini jadi satu kesatuan dan operator ini bisa saling bantu dan melengkapi. Indonesia kan sangat luas. Di sepak bola usia dini, mangkuknya besar sekali. Karena di bawah naungan Kemenpora, saya siap mendukung.
