KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Sudrajad Dimyati dkk. tengah diburu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hingga Jumat (23/9/2023) pagi, tak satu pun media mengingat julukan Sudrajad sebagai “Si Hakim Produk Lobi Toilet”.
Redaksi mencatat ia sempat lolos dari dari jeratan pelanggaran etik pada September 2013, tepat 9 tahun lalu.
Yang pasti, saat ini KPK meminta Sudrajad selaku Hakim Agung, bersikap kooperatif dengan menyerahkan diri. Dalam kasus dugaan suap terkait penanganan perkara di Mahkamah Agung (MA), KPK menetapkan 10 tersangka, termasuk Sudrajad.
Sejumlah 6 orang sudah ditahan, yakni Elly Tri Pangestu selaku Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA; Desy Yustria dan Muhajir Habibie selaku PNS pada Kepaniteraan MA; Yosep Parera dan Eko Suparno selaku pengacara; dan Albasri selaku PNS MA.
Sementara 4 lainnya belum ditahan, yaitu Sudrajad Dimyati; PNS MA Redi; Debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana Ivan Dwi Kusuma Sujanto; dan Heryanto Tanaka.
“Yang 4 tersangka itu, kita harapkan dan perintahkan, sebagaimana Undang-undang, agar mereka bisa hadir. Kalau tidak, kita akan melakukan pencarian dan penangkapan,” ujar Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Jumat (23/9/2022) dini hari.
Proses hukum ini menindaklanjuti kegiatan Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan tim KPK di Jakarta dan Semarang pada Rabu (21/9). Dalam operasi senyap tersebut, tim KPK mengamankan uang Sin$205.000 dan Rp50 juta.
Sebagai pemberi suap, Heryanto, Yosep, Eko, dan Ivan Dwi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sedangkan Sudrajad, Desy, Elly, Muhajir, Redi, dan Albasri sebagai penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Jumlah uang suap yang diserahkan secara tunai oleh Yosep dan Eko pada Desy selaku representasi Sudrajad sekitar SIN $202.000 atau setara Rp2,2 miliar.
“Kemudian oleh DY [Desy Yustria] dibagi lagi dengan pembagian DY menerima sekitar Rp250 juta, MH [Muhajir Habibie] menerima sekitar Rp850 juta, ETP [Elly Tri] menerima sekitar Rp100 juta dan SD [Sudrajad] menerima sekitar Rp800 juta yang penerimaannya melalui ETP,” tutur Firli.
Asal Julukan Hakim Toilet
Terkait julukan “hakim produk lobi toilet”, muncul saat uji kepatutan Calon Hakim Agung (CHA) oleh DPR RI, pada September 2013. Sudrajad diduga melakukan lobi di toilet dengan anggota DPR agar dia lolos jadi Hakim Agung.
Mahkamah Agung (MA) lalu mengusut Sudrajad yang saat itu berstatus Hakim Tinggi, Jumat (27/9/2013). MA menegaskan, Sudrajad tidak bersalah dan tidak pernah melakukan lobi kepada anggota DPR di toilet kompleks DPR, Senayan.
“Hasil klarifikasi Tim Pengawas MA menyatakan, Sudrajad tidak bersalah,” kata Kepala Biro hukum dan humas MA Ridwan Mansyur, Jumat. “Pemeriksaan berlangsung selama sekitar 1,5 jam, sejak pukul 10 hingga pukul 11.30 WIB. Tim pemeriksa diketuai Ketua Muda MA bidang Pengawas, Timor Manurung.”
Sementara itu, anggota tim adalah Andi Syamsu Alam, Suwardi, Imam Soebechi dan Syarifuddin. Semua anggota tim pemeriksaan adalah hakim agung. Dari pemeriksaan padahal terungkap, Sudrajad memang sempat berbincang dengan anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Baharuddin Nashori di toilet, Rabu (18/9/2013).
Saat itu, Baharuddin adalah anggota Komisi III DPR yang berwenang melakukan tes kepatutan dan kelayakan calon hakim agung. Perbincangan dilakukan seusai Sudrajad menjalani ujian pada pukul 11.30.
“Waktu itu, Baharuddin Nashori yang juga buang air kecil, mendekati dengan membawa selembar kertas yg berisi jadwal tes Calon Hakim Agung,” ungkap Ridwan. “Baharuddin bertanya pada Sudrajad, mana calon hakim agung wanita karier dan mana yg non-karier.”
Ridwan berujar, MA sangat berharap supaya label “hakim lobi di toilet” segera dihilangkan. Keluarga dan anaknya yang kuliah, ikut sedih dengan label itu. Nah, ternyata waktu-lah yang menjawab, apakah Sudrajad pantas dijuluki “hakim produk lobi toilet” atau bukan.
