KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami proses penganggaran hingga dilaksanakannya lelang berbagai proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
KPK, Jumat (29/10/2021) memeriksa delapan saksi untuk tersangka Kepala Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Herman Mayori (HM) dan kawan-kawan dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2021,pemeriksaan dilakukan di Satbrimobda Sumatera Selatan.
“Para saksi hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan nilai pagu anggaran di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, termasuk dengan proses penganggaran hingga dilaksanakannya lelang berbagai proyek di Dinas PUPR dimaksud,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Senin (01/11/2021).
Delapan saksi, yaitu Wakil Bupati Musi Banyuasin Beni Hernedi, Sekda Kabupaten Musi Banyuasin Apriyadi, Kasi Lingkungan dan Keselamatan Dokumen dan Pengembangan Sistem serta Leger Jalan Bidang Pengembangan dan Pengendalian Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Robby Candra, Kasi Perencanaan dan Penyediaan JPU Bidang Bina Jasa Konstruksi dan Penerangan Jalan Umum Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Musyadek.
Selanjutnya, Kasi Operasional Pemeliharaan dan Bina Manfaat SD Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Meydi Lupiandi, Kasi Pembinaan dan Pengawasan Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Aditia Pancawijaya Tantowi, Kasi Pemeliharaan JPU Bidang Bina Jasa Konstruksi dan Penerangan Jalan Umum Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Saaid Kurniawan, dan Badruzzaman alias Acan selaku staf ahli Bupati Musi Banyuasin.
Selain itu, kata Ali, delapan saksi itu juga didalami terkait dugaan adanya perintah dan delegasi khusus dari tersangka Bupati Musi Banyuasin nonaktif Dodi Reza Alex Noerdin (DRA) kepada tersangka Herman dan tersangka Kabid Sumber Daya Air (SDA)/Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin Eddi Umari (EU) untuk dilakukan penarikan “fee” atas pelaksanaan pekerjaan berbagai proyek di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin tersebut.
Diketahui, Dodi, Herman, dan Eddi merupakan tersangka penerima suap kasus tersebut. Sementara pemberi suap adalah Direktur PT Selaras Simpati Nusantara Suhandy (SH).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkab Musi Banyuasin untuk Tahun 2021 akan melaksanakan beberapa proyek yang dananya bersumber dari APBD, APBD-P TA 2021 dan Bantuan Keuangan Provinsi (bantuan gubernur) di antaranya pada Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin.
Untuk melaksanakan berbagai proyek dimaksud, diduga telah ada arahan dan perintah dari Dodi kepada Herman, Eddi, dan beberapa pejabat lain di Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin agar dalam proses pelaksanaan lelangnya direkayasa sedemikian rupa.
Di antaranya dengan membuat daftar paket pekerjaan dan telah pula ditentukan calon rekanan yang akan menjadi pelaksana pekerjaan tersebut.
Selain itu, Dodi juga telah menentukan adanya persentase pemberian “fee” dari setiap nilai proyek paket pekerjaan di Kabupaten Musi Banyuasin, yaitu 10 persen untuk Dodi, 3-5 persen untuk Herman, dan 2-3 persen untuk Eddi serta pihak terkait lainnya.
Untuk Tahun Anggaran 2021 pada Bidang Sumber Daya Air Dinas PUPR Kabupaten Musi Banyuasin, perusahaan milik Suhandy menjadi pemenang dari empat paket proyek.
Total komitmen “fee” yang akan diterima oleh Dodi dari Suhandy dari empat proyek tersebut sekitar Rp2,6 miliar.
Sebagai realisasi pemberian komitmen “fee” oleh Suhandy atas dimenangkannya empat proyek paket pekerjaan di Dinas PUPR tersebut, diduga Suhandy telah menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Dodi melalui Herman dan Eddi.
Suhandy selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan sebagai penerima, Dodi, dan kawan-kawan disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau Pasal 12 huruf (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber : ANTARA