Eksklusif

Indra Sjafri: Ibarat Indonesia Raya, Nada Dasar Harus Sama

KABAR KALIMANTAN 1, Jakarta – Menjadi Direktur Teknik PSSI, sama panasnya dengan jabatan pelatih tim nasional Indonesia. Hal itu dirasakan Indra Sjafri (58), terlebih ia pernah bekerja di dua kubu yang berseberangan di tubuh PSSI.

Simak penjelasan detail pria asal Sumatera Barat itu, dalam wawancara khusus dengan Pemimpin Redaksi Kabar Kalimantan 1, Sigit Nugroho, di markas Indonesian Football Forever (IFF), RM Kabau Minang, Pondok Bambu, Jakarta (4/9/2021).

Sigit dan Indra Sjafri, wawancara eksklusif di markas IFF.

Disadari atau tidak, sejak dulu hingga sekarang, gesekan LPI-ISL, masih terasa. Pandangan Anda?
Sekarang mari lihat ke depan. Tak usah lagi pakai intrik. Ibarat lagu Indonesia Raya, nada dasarnya harus sama. Saya masuk ke tim nasional, saat posisi ketua umum-nya Pak Djohar Arifin. Tapi jangan lantas dicap saya orang LPI. Cap sebagai orang LPI atau ISL, itu tidak produktif.

Bagaimana sakitnya diposisikan sebagai orang yang salah?
Ketika dicap sebagai orang LPI, awalnya mereka tidak bisa menerima saya melatih timnas (penguasa PSSI saat itu adalah grup ISL-Red). Saya malah hampir dipecat saat datang pelatih timnas asal Argentina, Luis Manuel Blanco. Yang saya butuhkan hanya pembuktian, dan itu butuh waktu. Kasih saja saya waktu. Nanti lihat saja hasilnya.

Anda merasa telah memberikan bukti keberhasilan program?
Saat saya menjabat pelatih tim nasional U-19, situasinya sama seperti sekarang, saat dipercaya sebagai Direktur Teknik. Tak ada yang yakin dengan saya. Ternyata hasilnya kita semua tahu kan (Indra Sjafri membawa Evan Dimas dkk menjuarai Piala AFF dengan mengalahkan Vietnam di final, dan menjuarai Piala Asia dengan mengalahkan juara 6 kali, Korea Selatan 3-2 di final-Red).

Keputusan Lewat Sholat

Peran Anda sebagai Direktur Teknik PSSI saat ini, kerap dikritik. Komentar Anda?
Saya tidak pernah meminta-minta jabatan jadi Direktur Teknik PSSI. Cukup berserah diri kepada Allah. Soal saya lantas dicaci-maki orang, itu kehendak Allah. Itu nanti urusan dia sendiri dengan Allah, bukan dengan saya. Tiap mengambil keputusan penting dalam hidup, saya selalu pastikan setelah sholat hajat dan sholat tahajud. Karena itu saya yakin atas keputusan yang saya ambil.

Sebagai orang yang bernaung di bawah bendera PSSI, apakah Anda dengar isu-isu miring dalam organisasi?
Tentu saja, termasuk soal adanya rencana kudeta Ketua Umum PSSI. Itu nggak produktif. Kalau bisa, konsolidasi. Kita bikin road map dan sepakat melakukan pergantian ketua umum dengan cara-cara yang santun. Saya baca di otobiografi Jenderal AH Nasuitiaon, “Kalau kudeta, akan ada sakit hati. Sekali ada kudeta, akan terjadi kudeta lagi di kemudian hari.” Di PSSI kan begitu, ini yang harus kita perbaiki.

Apakah kesetiaan Anda pada ketua umum era Djohar Arifin dan era Mochamad Iriawan alias Iwan Bule, sama besarnya?
Saya orang profesional dan netral, tak akan setia pada seseorang. Saya hanya setia kepada Allah. Kalau saya dibutuhkan (apalagi untuk negara), saya bantu semaksimal mungkin. Tapi tolong, ikuti program saya. Bukan sebaliknya, saya yang harus menyesuaikan diri. Kalau itu, saya nggak mau. Saya punya program, dan program itu bisa dinilai nanti.

Terkait isu naturalisasi, Anda sering dipojokkan pelaku sepakbola, juga netizen. Tanggapannya?
Dimana salah saya? Saya pernah bicara di acara Cak Nun (Emha Ainun Najib) bersama Subram. Saya katakan, tidak ada satu pun artikel yang mengatur naturalisasi di FIFA. Yang diatur itu, perpindahan asosiasi. Ini banyak orang nggak paham. Pemerintah kita juga nggak paham. Ada pemain mau dinaturaslisasi tanpa melihat artikel 7. Akhirnya kayak Ezra Walian atau Mark Klok, bermasalah.

Bukankah sempat ada anggota DPR yang mendorong PSSI menaturalisasi pemain berdarah Indonesia?
Ya, ini yang lebih parah lagi. Anggota DPR itu tidak di-back up orang teknis yang paham bola. Maka Allah sampaikan, “Kalau ada pekerjaan yang dilakukan oleh orang yang bukan ahlinya, tunggu kehancuran.”

Di media sosial, terkait naturalisasi banyak netizen yang menyalahkan Anda. Dianggap menghambat dan semacamnya.
Kalau ada netizen begitu, ya pahamlah saya. Soal netizen, mereka sudah bikin apa di sepakbola? Mohon maaf nih. Ingat, FIFA tidak mengizinkan sepakbola dijadikan alasan perpindahan pemain. Tidak boleh. Oleh sebab itu, federasi seluruh dunia diminta untuk melakukan pembinaan, dan itu di-support FIFA dengan dana.

Disalahkan Sandy Walsh

Tapi faktanya banyak pemain pindah warga negara?
Betul, namun bukan FIFA yang memindahkan. Perpindahan kewarga-negaraan atau naturalisai di Indonesia diatur dalam UU No.12/2006. Di Korea dan negara lain, beda lagi. Banyak yang bilang, naturaslisi urusan PSSI. Itu salah alamat. Salah satunya, Sandy Walsh. Dia juga menyalahkan saya, tapi sudah minta maaf secara terbuka. Saya minta Sandy Walsh bicara dengan agennya agar mengurus perpindahan warga negara. Setelah jadi WNI, barulah PSSI bantu urus perpindahan asosiasi. Begitu rutenya sesuai artikel No. 7.

Bukankah ada perpindahan kewarga-negaraan lewat jalur khusus?
Benar. Orang yang telah berjasa atau expert di bidang tertentu, bisa mengajukan perpindahan kewarganegaraan istimewa. Contohnya Rudy Hartono atau Susi Susanti. Itu pun nangis-nangis oranngtuanya. Nah sekarang, ada pesepakbola yang baru bisa nendang bola kena tiang gawang, besoknya mau minta naturalisasi.

Pandangan Anda terkait naturalisasi kerap didebat. Jadi masalah?
Saya bekerja dengan kebenaran dan ilmu pengetahuan. Makanya kalau ada yang mau menyanggah, silakan. Mau mendebat, ya silakan. Saya yakin yang pro naturaslisasi, hanya nol koma nol nol sekian persen. Kalau ada orang bola pro naturaslisasi, ini tidak benar.

Kini yang pro dan kontra dengan Anda sama banyak. Ada pesan?
Ya, lawan saya bukan sedikit, tapi banyak. Sepaham dengan saya oke, tidak sepaham juga tidak apa-apa. Negara kita kan demokratis. Tapi pesan saya, meski berbeda pendapat, silaturahmi jangan pernah rusak. Soalnya, ini berpengaruh saat kita masuki alam akhirat.

Terima kasih atas waktunya. Semoga sukses.
Aamiin. Terima kasih juga, semoga bisa ikut membantu meluruskan kesalahan.

Indra Sjafri dan pengurus IFF, bersama meluruskan kesalahan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top