KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Merespons ricuhnya program Jaminan Hari Tua (JHT) usia 56 tahun, Presiden Joko Widodo (Jokowi) hari ini Selasa (22/2/2022), direncanakan akan meluncurkan program susulan bertajuk Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP). Rilis akan dilakukan di kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker).
Namun Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia, Mirah Sumirat, langsung menjawabnya dengan aksi demo Rabu esok di berbagai daerah. Mereka menolak program. Menurut mereka, baik JHT 56 tahun dan JKP, sama-sama tidak pro pada buruh atau pekerja.
Redaksi KK1, Selasa siang sempat menyaksikan puluhan pendemo memasuki area Gedung Kemnaker dengan membawa mobil terbuka sambil melakukan orasi.
“Di beberapa daerah dan masing-masing provinsi akan mulai demo 23 Februari seperti Semarang, Bekasi, Bandung, Jawa Timur, Medan, hingga Aceh,” komentar Mirah Sumirat.
“Produk menterinya Jokowi yang tak pro buruh itu mau diganti JKP. Bagi pekerja, hal tersebut sekaligus membenarkan bahwa program JHT 56 tahun ala Menaker itu produk gagal. JKP tak jauh beda, ribet,” imbuh Fadlan Heriyudi, salah satu pendemo, saat dimintai pendapatnya oleh redaksi, Senin (21/2/2022) siang.
Namun demikian, beberapa federasi buruh lain masih memberi waktu kepada Kemnaker untuk mempertimbangkan kebijakannya hingga dua pekan ke depan.
Mereka merasa di atas angin, terlebih para pengamat bersimpati pada nasib buruh. Bahkan pengacara kondang Hotman Paris siap menantang Menaker berdebat terkait aturan baru JHT 56 tahun.
Umumnya publik menilai niat pemerintah “menahan” dana JHT 56 tahun karena dananya bisa dipakai untuk hal lain. Mirip dengan dana haji, yang dipakai untuk membangun infrastruktur, tak sesuai peruntukan orang yang menyimpan dana khusus untuk persiapan haji.
Juru Bicara Wakil Presiden, Masduki Badlowi, mengungkapkan program JKP oleh BPJS Ketenagakerjaan digadang-gadang menggantikan Jaminan Hari Tua (JHT) yang diatur tidak bisa cair sebelum peserta berusia 56 tahun. “Insya Allah hari ini diresmikan oleh Presiden,” katanya kepada wartawan, Senin (21/2).
Menurut Masduki, JKP merupakan penguatan skema perlindungan sosial bagi pekerja yang kehilangan pekerjaan atau mengalami PHK. Ia menuturkan pekerja tak akan dibebankan oleh iuran baru karena JKP disubsidi pemerintah. “Jadi, pekerja tidak dibebani iuran baru. Pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan otomatis ikut program JKP,” katanya.
Masduki juga mengklaim bahwa JKP merupakan solusi bagi pekerja yang kena PHK dan belum bisa mencairkan dana JHT. Seperti diketahui, program JKP didesain untuk memberi manfaat kepada pekerja yang mengalami PHK, menggantikan manfaat pencairan tabungan jaminan hari tua (JHT).
Manfaat JHT mulai Mei tak lagi bisa dicairkan 100 persen. Manfaat hanya bisa cair penuh saat peserta menginjak usia 56 tahun, terkecuali peserta mengalami cacat total atau meninggal dunia.
Untuk mereka yang sudah genap membayar iuran 10 tahun, hanya bisa mencairkan manfaat 30 persen untuk kebutuhan rumah atau 10 persen untuk kebutuhan lain-lain.
Secara keseluruhan, JKP menawarkan tiga manfaat, yakni uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Manfaat uang tunai diberikan selama 6 bulan setara 45 persen gaji untuk 3 bulan pertama dan 25 persen untuk 3 bulan selanjutnya.
Tapi, ada sederet syarat yang dinilai ribet oleh pekerja, yang mesti dipenuhi peserta untuk mendapat manfaat.
Syarat Ribet JKP
Pertama, peserta terkena PHK, baik berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT).
Kedua, penerima manfaat harus bersedia bekerja kembali. Jika tidak berniat kembali bekerja, maka tak dapat manfaat JKP.
Ketiga, penerima manfaat harus membayar iuran minimal 12 bulan selama 24 bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi PHK.
Keempat, pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja yang hubungan kerjanya berdasarkan PKWT dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu PKWT.
Kelima, masa pembayaran iuran 6 bulan berturut-turut diperhitungkan dalam masa iur paling singkat 12 bulan bulan dalam 24 bulan.
Kemudian, JKP hanya diberikan kepada pekerja yang terdaftar di program jaminan sosial lainnya. Rincinya, karyawan perusahaan besar harus terdaftar ke seluruh program jaminan sosial lainnya untuk mendapat manfaat, yakni JHT, kecelakaan kerja (JKK), jaminan pensiun (JP), jaminan kematian (JK), dan Jaminan Kesehatan.
Sedangkan untuk usaha mikro dan kecil disyaratkan untuk mendaftarkan karyawannya ke program JKN, JKK, JHT, dan JKM. Memang, tampak barisan syarat ini menyusahkan bagi pekerja.
Pemerintah mengatakan manfaat Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tak bisa diklaim karena lima hal. Hal ini dipaparkan lewat akun Instagram @jkp.go.id.
Pertama, jika pekerja mengundurkan diri dari perusahaan. Kebijakan ini diambil karena JKP hanya diperuntukkan bagi mereka yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Kedua, pekerja sudah mendapatkan pekerjaan baru. Hal ini berarti karyawan yang sebelumnya terkena PHK dan sudah dapat tempat baru untuk bekerja, maka tak bisa mengajukan manfaat JKP.
Ketiga, pekerja tersebut meninggal dunia dan cacat total. Dengan kata lain, jika seseorang kehilangan pekerjaan karena cacat total, tak bisa mendapatkan manfaat JKP.
Keempat, pekerja sudah pensiun. Kelima, pekerja kontrak atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang masa kerjanya berakhir sesuai jangka waktu pada kontrak kerja.
Artinya, kurang dari seminggu program pengganti Jaminan Hari Tua (JHT) ini akan diimplementasikan. JKP adalah program ke-5 dari BPJS Ketenagakerjaan, setelah JHT, Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Pensiun (JP). JKP berbeda dengan empat program lainnya karena dikhususkan untuk peserta yang terkena PHK.
Sebelumnya, Staf Khusus Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Dita Indah Sari, menyebutkan pemerintah telah menganggarkan Rp 6 triliun dalam program JKP untuk membantu pekerja yang terkena PHK dengan jumlah ekstrim, 300 ribu pekerja terkena PHK dalam satu tahun.
“Pemerintah masukkan Rp6 triliun sebagai modal awal. Ini baru saya minta hitung-hitungannya ke PHI, dengan asumsi setahun ada 300 ribu orang yang ter-PHK, itu asumsi ekstrem ya. Mudah-mudahan nggak segitu,” ujar Dita dalam acara diskusi Dialog Aktual bertajuk “Untung-Rugi Permenaker JHT”, Selasa (15/2/2022).
Dengan asumsi 300 ribu orang mengalami PHK dalam setahun, nilai iuran yang dibayarkan pemerintah akan berjumlah Rp 85 miliar per bulan.