JURNALISME PUBLIK

e-Kinerja dan Hukum Adaptasi

Munawar Khalil

KABARKALIMANTAN, PALANGKARAYA — Keputusan pemerintah melakukan efisiensi dan efektifitas kinerja aparatur birokrasi patut mendapat acungan jempol. Memang seharusnya sudah sejak dulu dilakukan. Tapi karena kebijakan ini sungguh tidak populer, bisa berdampak buruk bagi citra kepala negara, maka kebijakan sangat sulit dilakukan. Walau terlambat, setidaknya ini positif bagi perkembangan birokrasi.

Di beberapa daerah, tenaga-tenaga kontrak atau honorer sudah tidak lagi dilanjutkan kontraknya pada Januari 2022 tadi. Beberapa daerah lain menyusul bahkan mungkin akan habis pada tahun-tahun mendatang. Ini berita buruk, tapi ya mau gak mau harus terjadi.

Namun tidak saja bagi honorer, ASN pun akan mengalami nasib serupa. Pertama, yang pensiun sudah tidak lagi digantikan dengan ASN baru dengan cara rekruitmen. Kedua, akan adanya pengurangan sejumlah 30 persen ASN pada level pelaksana, termasuk struktural dan fungsional yang tak mampu beradaptasi dengan sistim e-kinerja. Ketiga, adanya aturan berbasis e-kinerja itu sendiri.

Tiga langkah diatas sasarannya adalah cara untuk meningkatkan kinerja dan juga efektifitas anggaran negara yang semakin kritis. Karena sudah bukan menjadi rahasia umum, selama ini negara membiayai aparatur yang rata-rata berkinerja rendah.

Dengan kebijakan efisiensi ini, diharapkan nanti yang tertinggal hanyalah aparatur-aparatur negara yang berkualitas baik saja. Sistim kerja mengarah kepada faktor fleksibelitas dan kolaboratif. Karena di era digital, perlu ada perubahan transformasi pemerintahan yang jauh lebih adaptif menyikapi perubahan luar biasa yang semuanya mengarah kepada teknologi berbasis informasi.

Menurut saya ada dua persoalan yang akan timbul pasca ditetapkannya aturan mengenai transformasi birokrasi ini. Pertama, bisakah daerah mengaplikasikan sistem e-kinerja ini secara benar agar tidak menimbulkan permasalahan, lalu tujuan tranformasi dan peningkatan kinerja tadi tercapai. Akhirnya yang bertahan benar-benar karena kualitas kerjanya, bukan karena faktor kedekatan dan kompromistis terhadap atasan.

Kedua, apakah keputusan efisiensi ini sudah disiapkan dampak dan gejolaknya oleh pemerintah pusat karena akan otomatis memicu peningkatan jumlah pengangguran dan angka kemiskinan? Apakah selesai dengan hanya bantuan sejenis BLT yang tidak produktif?

Tentu mudah mengatakan bahwa honorer, pelaksana, dan ASN berkinerja rendah yang nanti berhenti itu harus bertransformasi, upskilling/reskilling melakukan pekerjaan lain yang lebih value added. Tapi jika peluangnya tidak ada dan tidak disiapkan, ini akan menjadi permasalahan sosial baru.

Jadi mulai saat ini, para ASN sudah harus menyiapkan diri; mundur atau dimundurkan oleh sistem. Karena segala sesuatu itu harus dicoba dan jalani dulu. Baru lihat hasilnya sembari menerapkan hukum adaptasi alam; yang kuat bertahan, yang lemah berguguran. (IST)

Penulis, Munawar Khalil merupakan ASN Pemkab Barito Utara

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!