KABAR KALIMANTAN1 – Jakarta – Biaya tes PCR di India yang viral karena amat murah dibanding di Indonesia, jadi perhatian di Tanah Air. Setelah mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof Tjandra Yoga dan beberapa mahasiswa memberikan testimoni fakta ini, DPR pun mendesak pemerintah menurunkan harga tes PCR.
Kepada awak media , Sabtu (14/8/2021), Prof Tjandra mengawali ceritanya. “Tentang perbandingan harga tes PCR dengan India, bukan hal yang baru. Pada September 2020, ketika saya akan pulang ke Jakarta dari New Delhi, saya melakukan tes PCR sebelum terbang. Petugasnya datang ke rumah saya dan biayanya 2400 rupee atau Rp 480 ribu. Waktu itu tarif tes PCR di negara kita lebih dari Rp 1 juta,” tutur Prof Tjandra.
Pada November 2020, Pemerintah Kota New Delhi menetapkan harga baru yang jauh lebih rendah lagi, hanya 1.200 rupee atau Rp 240 ribu alias turun separuh. Pada November 2020, tarif PCR adalah 800 rupee atau Rp 160 ribu untuk pemeriksaan di laboratorium dan RS swasta.
“Nah pada awal Agustus 2021 Pemerintah Kota New Delhi menurunkan lagi patokan tarifnya, menjadi 500 rupee atau Rp 100 ribu saja. Kalau pemeriksaannya dilakukan di rumah klien, tarifnya 700 rupee atau Rp 140 ribu. Kalau tarif pemeriksaan rapid antigen adalah 300 rupee atau Rp 60 ribu,” tuturnya.
Pemerintah Kota New Delhi juga meminta laboratorium swasta di kota itu menyelesaikan pemeriksaan dan memberi tahu hasilnya ke klien dalam satu kali 24 jam, termasuk juga melaporkannnya ke portal pemerintah yang dikelola oleh Indian Council of Medical Research (ICMR). Kecepatan menyelesaikan pemeriksaan ini jadi penting untuk kompilasi data nasional dan mencegah keterlambatan pelaporan.
Komentar Wakil Ketua Komisi IX DPR Fraksi PKB, Nihayatul Wafiroh, langsung pada sasaran. “Pemerintah menurunkan harga tes PCR. Harga PCR kita masih sangat mahal,” ujar Nihayatul. “Bisa jadi mahalnya harga tes PCR di Indonesia karena alat-alat tes PCR diimpor dari luar negeri.”
Menurutnya, Indonesia bisa memberdayakan produk dalam negeri. Hal itu juga bisa menekan anggaran yang ada sehingga PCR bisa terjangkau, “Semua tahu masyarakat sangat keberatan. Cari alternatif lain agar harga PCR tidak mahal, ganti dengan produk dalam negeri sehingga biaya bisa ditekan,” lanjutnya.
Suara senada Wakil Ketua Komisi IX DPR RI F-PDIP, Charles Honoris. “Harga tes PCR di RI saat ini memberatkan. Tentunya kita berharap masyarakat Indonesia juga bisa mendapatkan fasilitas uji swab PCR dengan harga yang terjangkau seperti di India. Perbandingan harganya juga jauh sekali antara India dan Indonesia,” imbuh Charles.
Terkait hal ini Direktur Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2PML) Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi berkilah, bahwa penentuan harga PCR yang saat ini beredar telah berdasarkan hasil kajian tim ahli.
“Tingginya PCR disebabkan oleh komponen pembentukan harga yang telah dikaji oleh tim. Meski demikian, kami tetap membuka masukan dari berbagai pihak terkait kemungkinan menurunkan harga. Sangat terbuka untuk masukan ya,” kata Nadia.
Namun seperti diungkap di berbagai media, impor sarana dan prasarana kesehatan di era pandemi ini juga menjadi ladang bisnis pejabat atau keluarga pejabat, yang dekat dengan kekuasaan. (SN)