KABARKALIMANTAN1, Semarang – Para pengambil kebijakan di Indonesia tampaknya harus menganggap kasus pencabulan terhadap peserta didik sebagai darurat nasional. Selain jumlah korban banyak, kasus tersebar di berbagai kota di Tanah Air.
Setalah kasus pelaku pencabulan oleh calon pendeta di Alor (NTT) dan pengasuh pondok pesantren di Banjarnegara (Jateng) dengan korban masing-masing 7 orang, maka kasus di Batang lebih mengerikan.
Polisi mengungkap jumlah korban pencabulan yang dilakukan AM (33), seorang ASN guru agama SMPN di Batang mencapai 35 siswi. Dari jumlah itu, 10 korban telah disetubuhi. Selebihnya lolos karena memberontak, atau pelaku merasa puas berbuat tak senonoh tanpa diakhiri dengan aksi hubungan badan.
“Intinya, terjadi 35 kasus pencabulan,” kata Direskrimum Polda Jawa Tengah, Kombes Djuhandhani Rahardjo Puro, saat jumpa pers di Mapolda Jateng, Semarang, Rabu (7/8/2022). “Tersangka dijerat Pasal 82 ayat 2 dan Pasal 81 ayat 2 UU Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 15 tahun dan ditambah sepertiga karena pelaku seorang guru.”
AM melakukan aksinya dengan modus seleksi anggota OSIS. Korban terbagi dalam tiga klaster yang merupakan tingkatan tahun sekolahnya. “Ada beberapa klaster. Klaster kelas 7, kemudian kelas 8, dan kelas 9, di mana pada klaster kelas 7 aksi pencabulan paling banyak dilakukan,” katanya.
Hingga kini pihak kepolisian juga masih mendalami kemungkinan adanya TKP lain dari kasus tersebut. Sebab, AM diketahui juga pernah mengajar di sekolah lain di luar Batang.
“Tersangka mulai tahun 2020 bekerja di SMP yang sekarang, kemudian di tahun sebelumnya dia mengajar di SD maupun di SMP di luar Batang. Dari hasil penyelidikan sampai saat ini kita belum mendapatkan TKP lain, namun kami terus mendalami,” katanya.
Sebelumnya, diketahui bila modus pelaku yakni pura-pura melakukan tes kejujuran kegiatan OSIS. Dari puluhan korban, sebanyak 7 orang disebut telah melapor ke polisi.
“Pada intinya, modusnya tes kejujuran pada para siswi saat melakukan kegiatan OSIS. Ada beberapa yang dilecehkan, ada beberapa juga yang sampai disetubuhi. Saat ini masih kami dalami dan kembangkan,” kata Kasat Reskrim Polres Batang AKP, Yorisa Prabowo.
Aksi bejat AM sudah dilakukan sejak Juni hingga Agustus 2022. Tersangka juga diketahui selama ini merupakan pembina OSIS di sekolah tempatnya mengajar.
“Dari keterangan tersangka, dalam tes kejujuran itu, korban dibawa ke salah satu ruangan yang disiapkan sebagai lokasi tindak pencabulan tersebut. Tersangka menjadi ASN pada tahun 2019,” ungkap Yorisa.
“Terhadap 10 korban persetubuhan, telah dilakukan Visum et Repertum.
Seluruh korban tidak ada yang sampai hamil. Hasil pemeriksaan lenngkap telah kami serahkan ke penyidik,” komentar Kabid Dokkes Polda Jateng, Kombes Pol Sumy Hastri Purwanti.
Kasus di Medan
Sementara itu kisah memilukan menimpa N, seorang siswi SD swasta di Medan. Ia diduga diperkosa oleh kepala sekolah, hingga tukang sapu. Kasus ini viral setelah ibu kandung korban, IB, melaporkan nasib anaknya itu ke pengacara kondang Hotman Paris Hutapea.
Ternyata sebelum jadi korban pemerkosaan kepsek dan tukang sapu, N juga pernah diperkosa ayah kandungnya. “Ayahnya sempat memperkosa anak saya N ini. Kejadiannya tahun 2021. Saya laporkan ke Polsek Sunggal,” kata IB, Kamis (8/9/2022).
Dia mengatakan kini ayahnya N telah berada di sel tahanan. Sebab, ujung dari perkara itu, pada 29 Agustus 2022 ayah N divonis hukuman oleh Mahkamah Agung. “Ayahnya divonis 15 tahun penjara,” ujarnya.
“Kalau melihat seringnya kasus serupa menimpa peserta didik, serta hukuman yang paling 15 tahun, saya rasa Indonesia memang darurat pencabulan siswa-siswi sekolah. DPR harus mendorong adanya solusi yang menyeluruh, tidak parsial dan situasional saja,” komentar Syanti Dewi, psikolog dari Universitas Islam Bandung, saat dihubungi redaksi, Jumat (9/9/2022) pagi.
