KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Setidaknya 2 pakar hukum mendukung permintaan Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang mengajukan diri sebagai Justice Collaborator. Ia juga dilindungi LPSK aliias Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.
Kasus penembakan dan penyiksaan yang berujung kematian Brigadir J alias Nofriansyah Yosua Hutabarat di rumah mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo (8/7), belum terungkap total. Namun polisi sudah mendapatkan gambaran besar dalangnya, serta banyak orang yang ikut melindungi Sambo, secara aktif maupun pasif.
Kasus itu telah memasuki babak baru. Setelah Bharada E dan Brigadir RR (Rizky Rizal) ditetapkan sebagai tersangka, kepingan demi kepingan puzzle peristiwa ini perlahan tersusun.
Skenario awal kematian Brigadir J yang penuh kejanggalan, mulai terpatahkan. Tim khusus (Timsus) bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menemukan adanya dugaan tindak pidana pembunuhan berencana dalam kematian Brigadir J.
Pararel dengan temuan-temuan baru tersebut, Bharada E mengubah kesaksiannya. Melalui tim pengacaranya, Bharada E menyatakan tidak ada adu tembak di rumah Ferdy Sambo seperti keterangan awal polisi.
Polisi dengan pangkat terendah ini mengaku telah dimanfaatkan oleh atasannya dalam kasus kematian Brigadir J. Bharada E dipaksa mengikuti skenario yang telah disusun atasannya, termasuk soal penembakan terhadap Brigadir J.
Karena itu, Bharada E mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Dia juga siap menjadi justice collaborator (JC) untuk mengungkap secara terang benderang siapa-siapa saja yang terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir J.
Bukan Pelaku Utama
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menilai pengajuan JC oleh tim pengacara Bharada E menguatkan indikasi bahwa sopir istri Ferdy Sambo itu bukan pelaku utama pembunuhan Brigadir J.
“Karena JC itu syaratnya bukan pelaku utama. Tujuan JC itu mencari the big fish-nya atau pelaku utamanya. Dalangnya,” ujar Fickar, Senin (8/8/2022).
“Justice collaborator diperlukan untuk memudahkan penegak hukum mengungkap kasus.
Meski berjasa, Fickar menegaskan bahwa seorang JC tetap akan dihukum.
Namun ada keuntungannya, dia dituntut dan dihukum yang paling ringan dari pelaku lainnya.
“Bila E kena Pasal 55, maka dia pelaku bersama-sama melakukan, atau jika tekanan pada Pasal 56, maka dia pelaku pembantu. Tetap disebut pelaku. Menurut saya masih akan ada tersangka lain,” kata Fickar.
Terpisah, kriminolog dari Universitas Indonesia (UI), Josias Simon Runturambi menilai, Bharada E memiliki peluang besar sebagai JC. “Seharusnya mendapat peluang yang besar dari LPSK. Kemungkinan jadi JC banyak hambatan dan resistensi dari pihak internal sendiri. Memang harus ada dukungan dari LPSK,” kata Josias, Senin (8/8/2022).
Menurutnya Bharada E bisa menguraikan peristiwa secara utuh. Negara dalam hal ini LPSK, harus bisa menjamin keamanan Bharada E dan keluarganya. “Bukan menjamin Bharada E saja, tapi juga sistem penegakan hukum yang berusaha mengkoreksi keadaan sekarang. Itu jadi pertanyaan,” tutur dia.
Kendati belum menjadi JC, Bharada E mulai “bernyanyi” ke penyidik, membeberkan siapa saja yang terlibat dalam kasus ini. Terbukti, hanya berselang beberapa hari Timsus Polri menetapkan tersangka baru, yakni Brigadir RR, ajudan istri Ferdy Sambo, Putri Candawathi.
“Kita tunggu saja dari pengakuan dan segala macam dibantu CSI (crime science investigation) bukti-bukti yang sudah ada. Semua ada step-stepnya. Karena masalah ini kasusnya melibatkan orang mengerti tentang penegakan hukum penyelidikan dan penyidikan, bukan orang awam,” kata Josias.
Namun dia mengaku belum mengetahui lebih jauh alasan polisi menjerat Brigadir RR dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Sementara Bharada E tidak dipersangkakan dengan pasal tersebut.
“Tapi artinya itu mengungkap ada keterkaitan orang-orang yang ada dalam rumah itu, baik saat kejadian maupun pada proses penyelidikan di awal,” ucapnya.
Sikap LPSK
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi mengatakan, pihaknya telah menerima permohonan pengajuan Bharada E sebagai justice collaborator.
“Kami sudah mendengarkan apa saja yang menjadi poin-poin keterangan baru dari Bharada E lewat kuasa hukum. Sudah dituangkan juga dalam Berita Acara Penyelidikan (BAP),” kata Edwin saat ditemui di kantor LPSK, Jakarta Timur, Senin (8/8/2022).
Meskipun keterangan Bharada E sempat berubah-ubah, Edwin tidak ambil pusing. Ke depan LPSK bakal menggali keterangan terbaru dari Bharada E. Di sisi lain, keterangan tersebut nantinya akan menjadi penilaian apakah Bharada E pantas menjadi justice collaborator.
“Kita mengacu pada informasi terakhir saja, kalau informasi terakhir ini benar dan kemudian Bharada E mau kerja sama dan bukan pelaku utama, memenuhi unsur JC,” ujarnya.
Lebih lanjut, LPSK juga akan menjamin perlidungan kepada keluarga Bharada E karena termasuk dalam kepentingan. Edwin tak merinci bentuk-bentuk perlindungannya. “Tergantung kebutuhan. Jika fisik, ditempatkan di rumah aman, pengawalan ketat, atau monitoring. Tergantung hasil pendalaman LPSK,” imbuhnya.
