Benny Rhamdani Izin Tempur ke Jokowi, PDIP: Tinggalkan dia!

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Anggota DPR dari Fraksi PDIP Sa’id Abdullah menyarankan Presiden Joko Widodo meninggalkan relawan yang dianggap terlalu bermanuver dan justru berpotensi menjerumuskan.

Pernyataan itu disampaikan Sa’id merespons salah satu gerakan Relawan Nusantara Bersatu yang baru saja menggelar acara di GBK, Sabtu lalu. Dia menilai gerakan relawan Nusantara Bersatu telah menjerumuskan Presiden.

Dia terutama menyoroti pernyataan Benny Rhamdani selaku salah satu petinggi relawan yang meminta restu Jokowi untuk bertempur di lapangan melawan musuh-musuh politik.

“Kalau ada relawan yang seperti itu, tinggalkan saja. Itu bukan relawan. Bukan,” kata Sa’id di kompleks parlemen, Senin (28/11/2022). “Kalau ada perbedaan lalu mengkritik presiden, selagi kritiknya proporsional, itu harus diterima.”

Bukan Relawan

Said berpandangan bahwa Jokowi merupakan sosok yang sopan dan diklaim tak akan mencampuri urusan hukum. Ia pun berpandangan kritik terhadap presiden merupakan hal biasa terjadi sehari-hari.

“Menurut hemat saya, sudahlah legacy-nya sudah luar biasa. Bikin soft landing-nya agar enak. Kalau ada relawan yang seperti itu, tinggalkan saja. Itu bukan relawan,” kata dia.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR itu mengkritik pernyataan Benny yang disampaikan langsung kepada presiden tersebut. Menurut dia, Benny tak pantas meminta Presiden agar mengeluarkan aturan atau mengkriminalisasi seseorang tanpa alasan.

Dia meminta relawan agar tidak mendorong Jokowi melakukan sesuatu yang bukan menjadi tugas Presiden. “Bayangin aja, minta restu untuk gempur orang, Presiden kita punya etik dan sopan santun. Presiden kita tidak mungkin akan mencampuri urusan hukum,” kata Sa’id.

Hillang Kesabaran

Pernyataan Benny kepada Jokowi itu sempat viral di media sosial. “Kalau mau tempur lapangan, kita lebih banyak. Kalau Bapak enggak mengizinkan kita tempur di lapangan melawan mereka, maka penegakan hukum yang harus dilakukan,” ucap Benny.

Benny Rhamdani menjabat Kepala Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI). Ia mengungkap alasannya meminta izin tempur ke Jokowi untuk melawan para pihak menyerang pemerintah karena hilang kesabaran.

Saat dikonfirmasi, Benny mengatakan apa yang disampaikannya kepada Jokowi itu berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan. Menurutnya, banyak masyarakat yang marah atas sikap suatu kelompok yang menyerang pemerintah dengan fitnah hingga penghinaan terhadap simbol negara.

“Misalnya fitnah, hasut, adu domba yang mempertentangkan suku dan agama, penyebaran kebencian, penghinaan pada simbol negara, tidak hanya presiden, terakhir Ibu Negara, itu membuat banyak masyarakat marah atas situasi itu termasuk saya sebagai relawan,” kata Benny, Senin (28/11).

Ia tidak menjelaskan secara detail kelompok yang menyerang tersebut. Namun ia menyebut sikap kelompok itu dilandasi dendam atas kekalahan di Pilpres 2019.

“Saya katakan sebetulnya para pendukung Pak Jokowi marah, gemes melihat situasi ini. Kita gemes kepada kelompok yang menciptakan ancaman pada keutuhan bangsa. Terus kalau kita marah atas situasi itu, masa kita disalahkan?” ujarnya.

Benny mengatakan bisa saja relawan turun untuk melawan kelompok tersebut. Apalagi, kata dia, jumlah relawan Jokowi tentu lebih besar. Namun, ia mengklaim sikap itu tidak diambil para relawan.

“Kalau kami ingin lakukan hal yang sama, tempur dengan mereka, sebetulnya bisa. Masalahnya, apa itu kita lakukan? Kan tidak, karena selama ini Bapak Presiden selalu katakan jangan, sabar,” ucapnya.

“Saya minta agar diperkuat dengan penegakan hukum. Kami dengan kewarasan atas situasi kebangsaan saat ini, yang menggunakan cara-cara yang merusak demokrasi, merusak harmoni. Terus kami dorong penegakan hokum. Masa kami disalahkan?” katanya.

Sikap Kerdil

“Ucapan Benny itu menunjukkan sikap yang kerdil. Dalam negara demokrasi, perbedaan itu hal wajar. Lalu kalau dibilang fitnah dan adu domba, apa tidak sebaliknya? Apa kerjaan buzzer yang merusak keharmonisan kehidupan politik di Indonesia? Dari mana gaji mereka?”
ujar Sukirman Purwoatmojo, salah satu pentolan Garnies Bogor.

“Buzzer yang jelas-jelas suka memancing amarah lewat fitnah, sering dilindungi aparat. Sementara kritik warga lewat medsos, langsung diciduk. Fitnah sekarang dialami Capres Anies Baswedan lewat spanduk seolah ingin mendirikan Negara Islam Indonesia. Dibilang dituduh politik identitas. Kampanye hitam kuno begini masih dipakai.”

Sukirman lantas membandingkan saat DN Aidit dulu menuduh tokoh-tokoh pejuang, bahkan Jendral Sudirman, sebagai antek PKI. Nyatanya, Aidit-lah pentolan PKI sesungguhnya, bahkan membunuhi para jenderal dalam gerakan G-30S-PKI.

“Pola lama seeprti mulai diulang. Habib Rizieq Shihab bisa dipenjara hanya karena chat mesum palsu yang mudah dibuat. Beliau juga dipenjara karena melanggar protokol Covid19, padahal menteri bahkan presiden juga melanggar. Petinggi negara bebas, tapi Habib Rizieq dipenjara. Bercermin-lah,” sambung Sukirman.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *