KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Anies Baswedan gencar sowan ke berbagai kelompok. Labelnya, ada yang pamit undur diri sebagai Gubernur DKI Jakarta, ada yang menghadiri undangan, dan sebagainya. Pengamat menilai, Anies sedang menghapus stigma politik identitas.
Hal itu disampaikan Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Wasisto Raharjo Jati. Menurut Wasisto, Anies butuh merangkul semua pihak dari berbagai macam identitas sosial saat menjadi calon presiden (Capres), sehingga ia perlu menghapus stigma politik identitas yang melekat atau dilekatkan padanya.
“Saya juga melihat hal yang sama. Lawan-lawan Anies kan mulai berhitung, dukungan buat Gubernur DKI Jakarta ini semakin menguat. Apalagi menurut survei di media sosial, Anies unggul jauh. Kalau survei non-medsos kan banyak yang menilai, itu sifatnya transaksional,” komentar Amarno, pengamat politik kampus UIN Syarif Hidayatullah, Tangsel, Senin (10/10/2022) pagi.
Sementara Wasisto justru termarik menanggapi masuknya Anies ke dalam keanggotaan organisasi kemasyarakatan (Ormas) Pemuda Pancasila. “Bergabung dengan PP tentu strategis, yakni perisai dari kampanye hitam bernada politik identitas,” kata Wasisto, Minggu lalu.
Ia mengatakan PP merupakan organisasi yang strategis lantaran memiliki massa pengikut yang banyak dan juga warna politik yang netral, sebab tak menjurus pada salah satu identitas sosial.
Terkait kriminalisasi kasus Formula E, Anies juga kian kuat sebab mayoritas masyarakat yang sudah ingin perubahan, akan punya energi lebih dengan bergabungnya PP pimpinan Japto Soerjosoermarno tersebut.
“Kaum netral, kaum agamis baik itu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, sudah dirangkul Anies lewat sowan bertajuk pamitan dan undangan. Itu langkah cerdas menurut saya. Rakyat jenuh dengan retorika politik lewat pemimpin yang tidak terikat partai. Sedangkan Anies, bahkan bebas memilih Cawapres, yang tak dipaksakan partai pengusung,” imbuh Amarno.
Seperti diketahui, Anies memang rajin bersosialisasi. Ia misalnya, menghadiri acara Milad organisasi Syarikat Islam di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (9/10). “Saya mohon pamit. Saya akan meneruskan perjalanan. Ini pekan terakhir saya bertugas di Jakarta. Saya pekan depan akan selesai,” katanya.
Ribuan umat Islam yang hadir di acara tersebut pun meneriakkan yel-yek Anies Presiden atau Anies RI 1. Sebelumnya Anies menghadiri undangan acara pernikahan putri Habib Rizieq Shihab (HRS), Jumat (7/10), sekaligus peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di kawasan Petamburan itu. Anies didoakan HRS agar bisa mengakhiri jabatan dengan baik.
“Bapak doktor Anies Rasyid Baswedan bisa menyelesaikan tugasnya tinggal beberapa hari lagi di DKI Jakarta ini dengan husnul khatimah,” ujar Rizieq. “Kita mohon pada Allah agar beliau diselamatkan Allah dari makar orang-orang jahat, dari segala fitnah muslihat, dan tipu daya yang ingin menjebak dan menghancurkan.”
HRS adalah eks ketua Front Pembela Islam (FPI), yang dibekukan rezim Jokowi. Ia bahkan dipenjara dengan alasan yang dicari-cari, seperti tidak menjaga jarak saat pandemi, padahal Jokowi dan petinggi lain membagi-bagikan barang dengan massa berjubel tapi bebas.
HRS juga diusut karena tuduhan membuat chat mesum, dan didakwa tidak Pancasilais, serta radikal. “Sekarang anak SMP saja bisa bikin chat palsu. Soal Pancasila, juga cap terlalu radikal, itu biasa dipakai di era Partai Komunis Indonesia atau PKI berjaya dulu. Begitu PKI kuat, mereka yang awalnya merasa Pancasilais, justru mau mengganti Pancasila. Semua sudah hafal,” komentar sumber redaksi yang tak mau diusut karena pernyataannya ini.
Terkait politik identitas, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, justru menyinggung bahayanya menjelang Pemilu serentak pada 2024. Hal itu disampaikan Listyo di hadapan Anies dalam acara peresmian gedung MPN Ormas Pemuda Pancasila, di Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu lalu.
“Jadi ini kesempatan saya juga untuk mengingatkan, mohon maaf ada Pak Anies, dan yang lain. Sebentar lagi kita masuk di dalam tahun politik. Tahun 2019, kita sudah merasakan bagaimana waktu itu kita terlarut pada calonnya. Politik identitas yang kerap digunakan sebagai strategi pemenangan oleh sejumlah parpol, berpotensi menimbulkan perpecahan di masyarakat,” ujar Kapolri.
Publik sebenarnya paham, Bahasa lain politik identitas itu sebenarnya agama, khususnya Islam. Di Indonesia ada partai yang mengharamkan kadernya membawa-bawa agama dalam politik.
“Sementara di kalangan Islam tengah muncul kesadaran, jika negara dikuasai orang yang abai pada agama, maka rusaklah sendi-sendi bernegara. Soal toleransi, tak usah diajari, paham kok sesama agama. Politisi saja yang mengompori seolah bermusuhan,” tutur Ubaidillah Thalib, kader Partai Ummat Banten.
