Nasional

Anggaran KCJB Indonesia-Cina Bengkak Rp28,5 T, Disebut Kereta Celaka

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Kasus yang mengiringi proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) terus bermunculan. Paling gres, China Development Bank (CDB) disebut meminta Indonesia ikut menanggung pembengkakan biaya (cost overrun) proyek yang menurut estimasi PT Kereta Api Indonesia (Persero) angkanya menyentuh Rp27 triliun.

Terkait hal itu, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo, mengatakan pemerintah masih membahas pembengkakan biaya proyek KCJB.

“Memang beberapa waktu lalu disampaikan permasalahan cost overrun. Setahu saya masih dibahas karena ada permintaan agar cost overrun ini juga di-cover oleh Pemerintah Indonesia,” ujar Wahyu dalam konferensi pers, Selasa (26/7/2022).

Berdasarkan hitungan PT KAI, pembengkakan biaya proyek KCJB maksimal sebesar US$1,9 miliar atau Rp28,5 triliun (asumsi kurs Rp15 ribu per dolar AS). KAI masih akan menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

KAI adalah pemimpin (lead) konsorsium proyek KCJB bernama PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI). Anggota konsorsium terdiri dari PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Perkebunan Nusantara VIII (Persero) atau PTPN VII.
PSBI memiliki 60 persen saham di operator proyek KCJB, PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Lalu, 40 persen saham KCIC digenggam oleh Beijing Yawan HSR Co.Ltd. Hitungan KAI berbeda dengan KCIC. Menurut Direktur Utama KCIC, Dwiyana Slamet Riyadi, proyek KCJB berpotensi bengkak US$2,6 miliar atau Rp39 triliun selama 2019-2022.

Biaya itu berhasil ditekan menjadi US$1,67 miliar atau Rp25,05 triliun. Kendati demikian, KCIC memproyeksi pembengkakan biaya proyek KCJB berpotensi bertambah Rp2,3 triliun yang berasal dari pajak dan pengadaan lahan.

Jika benar demikian, maka total pembengkakan biaya proyek KCJB versi KCIC menjadi sekitar Rp27,35 triliun atau beda tipis dengan hitungan KAI yang sebesar Rp28,5 triliun. “Angkanya bengkak luar biasa, seperti celaka Indonesia di proyek ini. Proyek kereta celaka,” komentar Budi Nugraha, pengamat perkereta-apian.

VP Public Relations KAI, Joni Martinus, mengatakan pihaknya telah mengusulkan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp4,1 triliun untuk mendanai sebagian pembengkakan biaya proyek KCJB kepada pemerintah.

“PMN tersebut dibutuhkan karena saat ini KAI sedang dalam proses pemulihan setelah beberapa tahun terakhir terimbas pandemi,” kata Joni. “KAI mendapatkan 2 proyek penugasan sekaligus dan masuk daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), yakni LRT Jabodebek dan KCJB.”

Beberapa faktor yang membuat biaya proyek KCJB bengkak, menurut Joni di antaranya dana untuk engineering, procurement, and construction (EPC), pembebasan lahan, biaya head office, dan pra operasi.

Namun, usulan PMN tersebut belum juga cair dari pemerintah. Padahal, proyek KCJB ditargetkan beroperasi tahun depan. Pada saat yang sama, Joni juga belum bisa memastikan berapa porsi pembengkakan biaya yang harus ditanggung oleh pihak Indonesia.

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi adalah Ketua Komite KCJB. Anggota komite terdiri dari Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Erick Thohir, dan Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi.

Disentil Emil Salim

Di tengah riuh pembengkakan angggaran, Presiden Cina, Xi Jinping, dijadwalkan akan mengunjungi Indonesia untuk melihat perkembangan pembangunan proyek KCJB. Hal itu disampaikan Wahyu Utomo. “Kereta cepat jadi salah satu tujuan dari kunjungan Presiden Cina saat kunjungan G20,” ujarnya.

Pertanyaan bernada menyentil datang dari seorang menteri era Presiden Soeharto, Emil Salim lewat akun Twitter @emilsalim2010. “Pembangunan proyek Menteri BUMN (2014-2019), tanpa kesepakatan Menteri Perhubungan lama, Kereta Api Cepat Jakarta Bandung dibangun RI bersama RRT. Kini penyelesaiannya mundur ke 2024. Biaya naik jadi US$ 1,39 milyar yang harus dipikul bangsa. Perlu dikaji mengapa bisa begitu?” tulisnya.

Komentar moderat disampiakan Pengamat Transportasi, Djoko Setijowarno. “Poyek KCJB memerlukan audit keuangan guna meminimalisir pembengkakan biaya. Mereka menunggu penyertaan modal negara,” kata Djoko.

Djoko mengatakan, pembengkakan biaya pembangunan proyek infrastruktur kereta api merupakan hal yang biasa terjadi. Pandemi Covid-19 menjadi faktor utama terganggunya arus kas alias cash flow para perusahaan yang menjadi anggota konsorsium proyek tersebut.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!