KABARKALIMANTAN1, Makassar – Lewat video TikTok berdurasi 82 detik, Yuni Utami yang mantan Polwan, mengaku dipecat dari Polda Sulawesi Tengah. Alasannya, menolak perintah oknum polisi agar membebaskan tersangka pemerkosaan pada 2012. Ia dipecat Polda Sulteng pada 2014.
“Di sini saya mau membantah secara tegas klarifikasi dari Polri. Dikatakan, saya tidak masuk kantor selama 2 tahun karena tidak mau dimutasi ke bagian lalu lintas,” papar Yuni dalam video yang akhirnya viral di media sosial.
Mutasi ini bermula ketika Yuni bertugas sebagai penyidik Unit Perlindungan Perempuan (PPA). Saat itu dia menangani kasus pemerkosaan pada 2012.
Di tengah penanganan perkara, “Saya mendapat perintah dari oknum untuk membebaskan tersangka kasus pemerkosaan. Alasannya, tersangka orang kaya dan punya bekingan perwira.”
Yuni menolak perintah tersebut. Akibatnya, dia pun mendapat ancaman dari oknum hingga dimutasi ke Satuan Lalu Lintas Polres. Usai dimutasi, penanganan kasus pemerkosaan itu kemudian diserahkan kepada oknum yang memerintahkan Yuni untuk membebaskan tersangka.
“Parahnya lagi, saya sudah melaporkan hal itu ke tingkat Polda, tapi tidak mendapat respons yang baik dari institusi Polri,” pungkasnya.
Di tengah pemulihan citra polisi oleh Kapolri Listyo Sigit Prabowo pascaksus Ferdy Sambo yang menyeret puluhan polisi berbagai strata, Yuni berharap kasusnya ditelusuri. Lewat video yang viral, Kapolri diyakini telah membacanya.
Bersih-bersih di lingkungan Polri memang tengah getol dilakukan. Apalagi banyak polisi terlibat dalam kasus asusila sebagai pelaku pemerkosaan dan atau beking kasus tersebut.
Terpisah, Kabid Humas Polda Sulteng, Kombes Pol Didit Supranoto membantah pernyataan Yuni melalui video yang dibuat tersebut. Menurutnya, pemecatan Yuni tak terkait kasus pemerkosaan pada 2012.
“Bukan, dia dipecat karena desersi,” kata Didit, Sabtu (27/8).
Kapolres Sigi, AKBP Reja A Simanjuntak, ikut berkomentar. “Setelah dicek ulang, penyebab pemecatan Yuni karena disersi, lari dari dinas. Kasus pemerkosaan itu telah P-21, tersangka telah dihukum.
“Jadi, Polres Sigi dulu masih gabung dengan Polres Donggala. Nah di Polsek ada kasus itu. Saya tidak mengerti kenapa menurut eks polwan ini tidak diurus sesuai aturan, padahal kasusnya itu sudah P21. Tersangkanya sudah dihukum,” ujar Reja, Sabtu (27/8).
Redaksi mencatat belum lama ini kasus itu terjadi di Parigi, Medan, juga Maluku Utara. Polisi yang mestinya mengayomi rakyat, malah berlaku sebaliknya.
Polisi Perkosa Mahasiswi
Kasus ini menimpa VDPS (19), mahasiswi Uiversitas Lambung Mangkurat (ULM) yang sedang magang di Satuan Reserse Narkoba Polresta Banjarmasin pada 5 Juli-4 Agustus 2021 untuk kepentingan kuliah. Ia diperkosa 2 kali oleh Bripka Bayu Tamtomo, medio 2021.
“Aku beberapa kali diajak jalan, selalu kutolak. Tapi waktu itu susah, aku kan cuma magang. Lalu dibawa pakai mobil. Dia kasih minuman, aku tolak, tapi didesak terus. Setelah minum, lemas. Aku dibawa ke hotel. Di sana 2 kali aku disetubuhi. Tak bisa melawan, badan lemas sekali,” aku VDPS.
Tim Advokasi Keadilan ULM lantas menarik semua mahasiswa yang sedang menjalani program magang di Polresta Banjarmasin. “Sebagai ungkapan keprihatinan dan protes. Kami akan mengevaluasi kerjasama magang di situ dan tempat-tempat magang lainnya,” kata Anggota Tim Advokasi Keadilan ULM, Erlina dalam keterangan tertulis, Selasa (25/1).
Erlina menjelaskan pihaknya bersama pimpinan fakultas dan universitas telah melakukan audiensi dengan pihak Kejaksaan Tinggi, Polresta Banjarmasin, dan Bidang Propam Polda Kalsel pada Senin (24/1). Ia menemukan beberapa kejanggalan dalam proses hukum sejak Agustus 2021.
Pelaku semestinya didakwa dengan Pasal 285 KUHP tentang perkosaan pada korban dalam keadaan tidak sadar. Ancaman hukuman bisa berat, penjara 12 tahun. Namun Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya mendakwa pelaku dengan Pasal 286 KUHP tentang persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya. Ancaman penjara paling lama 7 tahun.
“Padahal dalam kasus perkosaan itu berbeda. Korban dalam keadaan tidak sadar setelah diberi minuman dengan zat tertentu oleh pelaku. Lebih tepat diterapkan Pasal 285 KUHP, ancaman pidananya 12 tahun,” kata Erlina.
JPU juga dinilai janggal karena menerima putusan hakim tanpa dihadiri korban. JPU juga menolak saat Tim Advokasi Keadilan meminta agar dilakukan upaya banding. Pelaku kini hanya dibui 2 tahun 6 bulan, sesuai Putusan Pengadilan Negeri Banjarmasin Nomor 892/Pid.B/2021/PN BJM.
“Aku kecewa sekali karena pelaku dihukum ringan. Padahal dia sudah merusak hidup aku. Selalu trauma. Ini bisa terbawa seumur hidup,” keluh VDPS yang merasa tak mendapat keadilan yang sesuai.
Selain dibui, pelaku dipecat tidak dengan hormat dari Polri. Ia sebenarnya polisi berprestasi, terutama dalam penanganan narkoba. Pelaku pernah mendapat penghargaan dari Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina.
“Sekarang saya cabut penghargaan itu, agar tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan,” komentar Ibnu Sina, dalam keterangan resmi.