Nasional

3 Organisasi Minta Copot Menteri Desa PDTT, Fahri Beri Solusi

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Demo para kepala desa yang minta perpanjangan masa jabatan 9 tahun, dikritisi banyak pihak. Lewta 3 organisasi, mereka bahkan meminta Menteri Desa PDTT dicopot.

Wakil Ketua Umum Partai Gelora, Fahri Hamzah, memberi solusi yang masuk akal dan memenuhi azas keadilan semua pihak. Menurut Fahri, anggaran dana desa harus dinaikkan. Namun, masa jabatan kepala desa dikurangi jadi 5 tahun, seiring penambahan anggaran tersebut.

Hal itu disampaikan Fahri dalam diskusi Adu Perspektif dengan tema “Politik Kekuasaan Desa”, Rabu (25/1/2023). “Kalau mereka pulang ke desa, saya mendapat banyak sekali WA dari penduduk desa, pengurus BPD, perangkat desa dan teman-teman aktivis pegiat di desa yang mengatakan: itu nggak benar. Itu merusak substansi dari tuntutan kita,” kata Fahri.

“Karena yang kita tuntut itu kemandirian desa yang lebih besar, pelembagaan desa yang lebih baik dan tentunya dana desa yang lebih banyak untuk pengelolaan desa yang lebih mandiri dan professional.”

Menurut Fahri, masa jabatan kepala desa harus dibatasi. Dia lantas menyinggung elite politik yang menjadikan kepala desa sebagai operator menjelang pemilu dengan isu masa jabatan 9 tahun.

“Soal 9 tahun, justru kalau uangnya ditambah, ya masa jabatannya justru harus dibatasi. Tapi kan karena elite-elite politik ini mungkin mau menjadikan kepala desa sebagai operator menjelang pemilu. Mereka diikat di situ. Mohon maaf, 9 partai itu mau bagi 9 suaralah kira-kira begitu. Mudah-mudahan itu tidak benar ya. Niat baik untuk memperbaiki Undang-Undang Desa dan memperbaiki pengelolaan desa ke depan, justru harus diperkuat.”

Menurut Fahri, masa jabatan kepala desa 6 tahun 1 periode dan bisa menjabat 3 periode sudah final. Jika dana desa ditambah jadi 10 persen, masa jabatan kepala desa harusnya turun jadi 5 tahun. “Sama dengan masa jabatan presiden, masa jabatan gubernur, wali kota, bupati, 5 tahun,” jelasnya.

Rakyat sendiri rata-rata tidak setuju masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun. “Kepala desa kok jadi seperti preman. Malak atau memaksa tambah masa jabatan. Sempat tayang tuh, katanya baru 5-6 tahun masa sudah harus kampanye lagi. Kan itu juga dialami presiden, bupati, anggota DPR/DPRD. Ini level terbawah, tapi serakah,” ujar Moh Rohman, warga yang terjebak macet demo para kades.

Ia minta tak disebut daerah asalnya sebab takut nanti pengurusan surat-surat yang menyangkut perangkat desa jadi dipersulit. “Kalau dibilang para kades sedang malak penguasa, benar juga. Mereka tahu bakal jadi kaki tangan penguasa, jadi ngelunjak. Udah nggak bener ini,” ujar pria asal Jawa Barat ini.

Copot Menteri Desa PDTT

Sebelumnya 3 organisasi desa yakni Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), DPP Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (Abpednas), dan Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Persatuan Perangkat Desa Seluruh Indonesia (PPDI), melakukan konferensi pers di Jakarta pada Senin (23/1/2023).

Mereka melayangkan beberapa permintaan: masa jabatan, porsi dana desa dalam APBN, dan usulan agar Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT), Abdul Halim Iskandar, dicopot karena melempar wacana yang meresahkan.

Wakil Ketua Umum DPP Apdesi, Sunan Bukhari, mengatakan awalnya gagasan perpanjangan masa jabatan kepala desa menjadi 9 tahun berasal dari parpol dan Menteri Desa PDTT Abdul Halim Iskandar.

“Soal 9 tahun itu bukanlah harapan utama dari para kepala desa. Menteri Desa PDTT tak memahami substansi UU Desa, sehingga dalam setiap pernyataan, sang Menteri justru melemparkan wacana yang meresahkan, serta menerbitkan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan kepala desa, BPD, dan perangkat.

“Ya tentu kita sudah mengevaluasi, mengikuti rekam jejak, kita melihat bahwa apa yang dilakukan Mendes selama ini lebih banyak bernuansa politis, pernyataan-pernyataannya lebih banyak membuat gaduh,” kata Sunan, Senin.

“Apdesi, DPN PPDI akan melakukan tuntutan balik dengan demonstrasi besar-besaran bulan Agustus-Oktober 2023 termasuk di antaranya dengan pemilik partai yang berkampanye, tapi tidak merealisasikan revisi UU tentang Desa, termasuk partai politik yang tak mendukung kami,” jelas Sunan.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!