KABAR KALIMANTAN 1, Bandung – Foto wajah bonyok Herry Wirawan, pemerkosa 12 santriwati di Cibiru, Bandung (9 di antaranya hamil dan melahirkan bayi), beredar luas.
Kabarnya, Herry dihajar sesama napi di Rutan Kebonwaru, Bandung. Namun klarifikasi disampaikan Kepala Rutan Kebonwaru, Riko Steven.
“Kondisi Herry Wirawan saat ini baik-baik saja, baik rohani maupun jasmani. Itu foto kondisi wajah HW saya pastikan tidak benar. Soalnya pagi tadi saya ngobrol langsung dengan yang bersangkutan. Dia dalam keadaan sehat jasmani dan rohani,” ungkap Riko, Senin (13/12/2021).
Sebelum kasus rudapaksa Herry viral, pihak rutan dan napi disana tak mengetahui guru tersebut merupakan seorang pemerkosa.
Tetapi, setelah mereka mengetahui aksi bejat Herry, menurut Riko para napi bersikap biasa saja. Menurutnya, semua warga binaan Rutan Kebonwaru bersikap baik.
“Tapi, sejak Minggu kemarin, semua sudah tahu karena viral di mana-mana. Informasinya menyebar dari mulut ke mulut dari warga binaan,” urai Riko. “Ya meskipun sudah pada tahu, semua biasa saja, tak ada gejolak atau intervensi fisik dan psikis terhadap HW.”
Namun tak semua percaya klarifikasi Karutan tersebut. Lazimnya di banyak penjara, napi pemerkosa mendapat perlakuan kasar, bahkan berupa kekerasan seksual. Apakah Karutan berbohong, atau dia jujur dan foto itu hasil editan, yang tahu hanya dia sendiri.
“Karutan tentu harus bilang baik-baik, kalau mengaku Herry bonyok, Karutan bisa ditegur. Coba deh cek di penjara manapun, pemerkosa selalu dihajar, bahkan disodomi,” ujar sumber redaksi yang baru bebas dari Lapas Tangerang
Seperti diketahui, Herry sudah mendekam di Rutan Kebonwaru sejak 28 September 2021. Sebelum masuk rutan, Herry sudah menjalani serangkaian tes kesehatan, termasuk tes Covid-19, serta masa karantina 14 hari.
Kendati sudah ditahan selama sekitar 76 hari, Herry hingga kini belum berkomunikasi dengan keluarganya atau sebaliknya.
Herry enggan berkomunikasi dengan keluarganya lantaran ingin fokus dalam menghadapi proses persidangan.
Kejahatan Berlapis
Herry Wirawan ternyata tak hanya merudapaksa puluhan santriwatinya.
Ia juga mengeksploitasi para korban demi keuntungan pribadi.
Diketahui, Herry merupakan pengurus Madani Boarding School di Cibiru.
Menurut Sekretaris RT setempat, Agus Tatang, para santriwati dipekerjakan sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren tersebut.
“Kalau ada proses pembangunan di sana, santriwati yang disuruh kerja, ada yang ngecat, ada yang nembok, yang harusnya mah laden-nya (buruh kasar) dikerjain sama laki-laki. Tapi, di sana mah perempuan semua, enggak ada laki-lakinya,” ungkap Agus.
Fakta serupa juga disampaikan Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Livia Istania DF Iskandar.
Livia mengungkapkan Herry mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang seharusnya menjadi hak korban.
“Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku.
Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunaannya tidak jelas Para korban malah dipaksa kerja sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru,” bebernya, Kamis (9/12/2021).
Parahnya, kata Livia, Herry juga memanfaatkan bayi-bayi korban untuk meminta dana bantuan pada sejumlah pihak. Bayi-bayi malang yang dilahirkan para korban, oleh Herry diakui sebagai anak yatim piatu.
Karena itu, Livia mendorong Polda Jawa Barat untuk mengusut dugaan eksploitasi ekonomi yang dilakukan Herry.
“LPSK mendorong Polda Jabar juga dapat mengungkapkan dugaan penyalahgunaan, seperti eksploitasi ekonomi serta kejelasan perihal aliran dana yang dilakukan oleh pelaku dapat di proses lebih lanjut,” tambahnya.
Kuasa hukum korban, Yudi Kurnia, mengatakan para santriwati tak 100 persen belajar di pesantren yang dikelola Herry.
Mereka mengaku selama ini dijadikan mesin uang oleh Herry. Setiap harinya, Herry menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.
Menurut Yudi, tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati.
Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.
Banyak netizen yang meminta kejahatan berlapis oleh predator seks keji begini diganjar hukuman mati, atau minimal penjara plus kebiri. Salah satunya,
Henny Yuliani, warga Ujungberung, tak terlalu jauh dari lokasi kejadian.
“Soalnya sudah di luar perikemanusiaan. Dia juga merusak citra Islam, padahal itu pendidikan Syiah. Kasihan orangtua korban juga, terlanjur berharap anaknya dapat pendidikan, malah dapat musibah,” ujar Henny.