KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sudah menyerahkan 200 berkas laporan terkait transaksi mencurigakan senilai Rp300 triliun ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan hal itu demi merespons pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang mengaku tak tahu soal temuan janggal ratusan triliun yang disampaikan Menko Polhukam Mahfud MD itu.
“Itu ada 200 berkas individual, diserahkan 200 kali sepanjang 2009-2023,” kata Ivan, Kamis (9/3), tanpa merinci kapan mengirimkan laporan-laporan itu ke Kemenkeu. “Saya memastikan telah menyampaikan laporan analisis ini bertahap.”
Sebelumnya, Sri Mulyani mengaku tidak tahu menahu soal transaksi janggal senilai Rp 300 triliun di kementerian yang dia pimpin.
Menurutnya, kini ia sudah menerima surat dari PPATK terkait laporan tersebut kemarin pagi.
“Mengenai Rp300 triliun, terus terang saya tidak lihat. Di dalam surat itu enggak ada angkanya. Jadi saya nggak tahu juga 300 triliun itu dari mana. Jadi aku nggak bisa komentar mengenai itu dulu,” kata Ani kala meninjau Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kota Solo, Kamis (9/3).
Ia memastikan pihaknya bakal segera berkomunikasi dengan Mahfud dan Ivan terkait temuan tersebut. Ia ingin mengetahui lebih lengkap mengenai laporan tersebut.
Di sisi lain, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tak mengetahui aliran dana Rp300 triliun yang diungkap Mahfud MD. Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan mengatakan data mengenai aliran dana tersebut belum pihaknya peroleh. “Transaksi Rp 300 T? Belum tahu. Data belum ada di KPK,” ujar Pahala, Kamis (9/3).
Libatkan 460 Orang
Sebelumnya Menko Polhukam Mahfud MD mengungkap temua transaksi janggal Rp300 triliun yang melibatkan 460 pegawai Kemenkeu. Ia menyebut mayoritas transaksi terjadi di Ditjen Pajak dan Bea Cukai.
“Saya sudah dapat laporan yang pagi tadi, terbaru malah ada pergerakan mencurigakan sebesar Rp300 triliun di lingkungan Kementerian Keuangan, yang sebagian besar ada di Direktorat Jenderal Pajak dan Bea Cukai,” kata Mahfud di Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, Yogyakarta, Rabu (8/3).
“Ada 160 laporan lebih sejak itu. Itu tidak ada kemajuan informasinya,” kata Mahfud di Universitas Islam Indonesia (UII), Sleman, Rabu (8/3). “Sesudah diakumulasikan semua melibatkan 460 orang lebih di kementerian itu yang akumulasi terhadap transaksi yang mencurigakan itu bergerak di sekitar Rp300 triliun, tapi sejak tahun 2009 karena laporan tidak di-update, tidak diberi informasi respons.”
Menurutnya, laporan menumpuk lantaran persoalan transaksi janggal itu hanya sesekali direspons, seperti ketika sudah terendus publik layaknya kasus Rafael Alun Trisambodo atau eks Direktur Pemeriksaan dan Penagihan Ditjen Pajak, Angin Prayitno Aji yang terseret kasus suap pajak.
“Itu saya kira karena kesibukan yang luar biasa sehingga perlu sistem aja, menurut saya,” ujar Mahfud, yang dinilai menyindir Kemenkeu. “Tapi saya sangat hormat dan salut kepada Bu Sri Mulyani yang begitu hebat untuk membersihkan itu. Soal menumpuk sebanyak itu, karena menteri (keuangan) sudah 4 kali ganti. Sejak 2009 tak bergerak.”
Di ruang publik, eks jurnalis senior Herman Budi Santoso lewat akun @HermanBudiSant4 menulis, “Contoh Menkeu RI terbaik sepanjang sejarah, bukan #MenkeuBobrok. Saking jujurnya, oleh Majalah Asia Money beliau semasa hidupnya sebagai Menkeu terbaik, jujur, sederhana.”
“Mobil pribadi eks Menkeu itu hanya Kijang butut, bukan Rubicon dan Moge. Kepemimpinan “Mr Clean” diakui dunia.” Herman menulis pujian itu sembari memajang foto Mar’ie Muhammad.
“Seandainya hanya 1-3% saja pejabat yang korup di negara ini selama era reformasi, maka seberapa kaya negara ini? Seandainya para pegawai pajak tidak bermain api dengan wajib pajak kakap. Seandainya setiap kejanggalan laporan PPATK ditindaklanjut KPK dan Kejaksaan,” Imbuh Teuku Gandawan di akun @Gandawan.
Sambil memajang tagar #MenkeuBobrok, Teuku menyentil transaksi janggal Rp 300 triliun dengan perbandingan, sambil memasang judul headline berita: “Setoran moncer di awal tahun, APBN surplus Rp 90,8 triliun.”
