KABAR KALIMANTAN 1, Palangka Raya – Pemerintah Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah terus melakukan sosialisasi pengakuan keberadaan Masyarakat Hutan Adat (MHA) guna memberikan perlindungan masyarakat adat.
“Pengakuan sebagai Masyarakat Hukum Adat atau MHA juga akan memberikan perlindungan bagi masyarakat adat dari tindakan diskriminasi,” kata Sekda Kota Palangka Raya Hera Nugrahayu di Palangka Raya, Jumat (29/10/2021).
Menurut dia pengakuan tersebut juga memberi peluang lebih baik bagi masyarakat adat untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai kewenangannya.
Selain Itu, pengakuan MHA ini akan memberikan kepastian bagi terlaksananya tanggung jawab pemerintah daerah dalam upaya memberikan pengakuan dan perlindungan masyarakat adat di daerah beserta segala haknya.
“Yang terakhir tentunya memfasilitasi MHA di daerah agar dapat berpartisipasi dalam pembangunan sesuai dengan kewenangannya. Perundang-undangan juga telah mengatur pedoman bagi MHA mendapatkan pengakuan Masyarakat Hukum Adat,” kata Hera.
Pernyataan itu diungkapkan dia saat membuka Sosialisasi Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) untuk wilayah Kota Palangka Raya yang merupakan kerja sama Pemkot Palangka Raya dan Borneo Nature Foundation (BNF) Indonesia.
Sosialisasi itu sendiri diikuti unsur pemerintah kota mulai kecamatan, kelurahan damang dan mantir adat di wilayah “Kota Cantik”.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Palangka Raya, Achmad Zaini mengatakan, saat ini MHA di Kota Palangka Raya masih dalam proses penetapan kelembagaan MHA.
Namun, karena ada wilayah yang masuk ke dalam wilayah Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya, maka hal tersebut perlu dikomunikasikan ke Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.
“Pertama yang dilakukan adalah memastikan dulu kelembagaannya untuk sesegera mungkin kita tanda tangani. Kemudian hak-hak MHA nantinya dapat dipayungi dan tidak boleh diabaikan, tentunya pemerintah harus hadir dan membantu mereka,” jelasnya.
Dia mengatakan keberadaan MHA tersebut juga ditegaskan pada pasal 18b ayat (2) UUD 1945, sebagai hasil amandemen kedua. Artinya, negara mengakui keberadaan masyarakat hukum adat dan hak tradisinya.
Akan tetapi, agar MHA bisa mendapatkan penetapan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah daerah, baik provinsi, kota maupun kabupaten, perlu membentuk panitia MHA.
Ketua BNF Indonesia Juliarta Bramansa Ottay mengatakan, pemerintah maupun lembaga-lembaga harus saling bekerja sama dalam pembentukan MHA. Masyarakat tidak boleh hanya sebagai objek kerja sama, melainkan harus sebagai pelakunya.
“Sebelum melakukan kerja sama dengan masyarakat, kami membantu dulu mereka mempunyai kepemilikan atas lahannya agar mereka menjadi pelaku dalam pengelolaan wilayah adat nantinya,” ucapnya.
Dengan kepemilikan lahan yang jelas membuat masyarakat setara dengan pihak-pihak lain dalam diskusi maupun pengusulan hutan adat. Hal tersebut juga menguatkan masyarakat secara hukum dan legalitasnya.
Manajer Lanskap Ruangan BNF Indonesia Anugrah Wicaksono mengungkapkan, BNF akan terus mendampingi masyarakat di Kelurahan Mungku Baru dengan Kelurahan Parempei dan Kelurahan Bereng Malaka, dalam proses pengusulan Pengakuan MHA.
Saat ini masyarakat Mungku Baru, Parempei dan Bereng Malaka sedang menyiapkan dokumen kelengkapan pengusulan pengakuan MHA termasuk pembahasan wilayah adat berdasarkan sejarah masyarakat di tiga desa tersebut.
“Mereka sudah bersepakat untuk menjadi satu MHA dan kesepakatan ini diambil berdasarkan sejarah asal usul mereka yang memang berasal dari silsilah yang sama,” pungkasnya.
Sumber : ANTARA