KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Seorang prajurit TNI Angkatan Darat (AD) Kopral Dua Arif mengecam pernyataan anggota Komisi I DPR RI Effendi Simbolon yang mengibaratkan TNI seperti gerombolan. Arif menilai politisi PDIP itu telah melecehkan korps TNI, khususnya Angkatan Darat.
Ancaman itu disampaikan oleh Arif dalam sebuah video yang beredar di media sosial. Rekan satu partai Effendi di PDIP, Ruhut Sitompul, turut mengunggah video itu di akun media sosialnya, @ruhutsitompul, Senin (12/9/2022).
Dalam video singkat itu Arif mendesak Effendi meminta maaf secara terbuka ke publik atas pernyataan tersebut. “Hei, kau, Effendi Simbolon, anggota dewan Komisi I DPR RI. Saya kopral, tidak terima TNI dibilang seperti gerombolan. Saya minta kau segera minta maaf secara terbuka kepada TNI,” kata Arif di video itu.
Arif mengancam akan mencari Effendi sampai ke ujung dunia jika tidak segera meminta maaf secara terbuka ke publik atas pernyataan yang mengibaratkan TNI seperti gerombolan tersebut. “Kalau kamu tidak minta maaf, sampai di manapun kamu akan saya cari sampai di ujung dunia. Ini Kopral Dua Arif,” katanya.
Sebagai informasi, pernyataan Effendi yang menyinggung TNI seperti gerombolan terlontar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi I DPR RI dengan Kemenhan dan TNI, Senayan, Jakarta, Senin (5/9).
Saat itu, petinggi TNI dari Panglima TI hingga seluruh kepala staf angkatan hadir, kecuali Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Dudung Abdurachman. Absennya Dudung ini menyulut Effendi melontarkan kritiknya terhadap TNI.
“Panglima TNI hadir, KSAD tidak ada. Ada apa dengan TNI? Kami banyak temuan, disharmoni, ketidakpatuhan. Ini TNI kayak gerombolan, lebih-lebih dari ormas, tidak ada kepatuhan. Kenapa di tubuh TNI ada pembangkangan-pembangkangan?” tanya Effendi.
Effendi menyatakan hubungan keduanya juga sudah menjadi sorotan publik. “Apa, sih yang dipertahankan? Ego? Ego bapak berdua itu merusak tatanan hubungan senior dan junior di TNI,” kata Effendi. “Jadi rahasia umum pak. Di mana ada Jenderal Andika, tidak ada KSAD. Jenderal Andika membuat Super Garuda Shield, tidak ada KSAD di situ.”
Ditengarai, Dudung kesal karena anaknya gagal masuk Akademi Militer, meski sang ayah merupakan Kepala Staf Angkatan Darat. Andika sendiri enggan mengomentari panjang lebar, dan hanya bilang, “Saya mengemban tugas sesuai amanah yang diberikan negara.”
Wakil Puspen TNI, Laksma Kisdiyanto, belum merespons ancaman anggotanya terhadap DPR guna memberikaan klarifikasi. Pernyataan Kopral Dua Arif bisa jadi disampaikan secara pribadi, namun dalam kaidah militer, institusi tidak membenarkan prajurit “bergerak” tanpa perintah komandan.
Secara substansi, ucapan Effendi ada benarnya. Hanya saja, pilihan kalimat yang dipakai berpotensi menyinggung TNI AD. Atas kasus ini, peluang Dudung untuk menggantikan Andika saat pension, agak sulit. Soalnya, nama calon Panglima TNI dipilih presiden, lalu disampaikan ke DPR. Nah, DPR berhak menolak atau menerima.
Potong Generasi
Secara terpisah, Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL), Laksamana Yudo Margono, tidak mau berandai-andai soal namanya yang disebut-sebut palinng berpeluang menjadi Panglima TNI. Menurutnya, itu hak prerogatif presiden.
“Selalu saya sampaikan, itu hak prerogatif presiden. Jadi kita tidak bisa berandai-andai, tidak bisa menduga-duga,” kata Yudo usai Upacara HUT TNI AL di Ksatrian Pondok Dayung, Jakarta Utara, Senin (12/9). “Kita saat ini tetap fokus menjalani tugas-tugas TNI AL. Ia menuturkan TNI bersiap-siap sesuai kondisi politik dan keamanan.”
Diketahui, jika merujuk UU TNI yang berlaku sekarang, Andika akan pensiun tahun ini. Dia akan berusia 58 tahun pada 21 Desember 2022. Salah satu yang disebut-sebut berpeluang menggantikan Andika adalah Yudo. Ia akan pensiun pada 2023.
Namun beredar isu, Panglima TNI pengganti Andika adalah sosok yang akan memotong generasi. “Denger-denger katanya ini potong generasi. Jadi langsung ke Angkatan 94 semua. Jangan ada yang marah, dipersiapkan yang kelahiran 68 ke atas,” kata Effendi.
Selain itu itu, ada pula kabar masa bakti Andika akan diperpanjang hingga Pilpres 2024, sebelum selanjutnya akan ada kebijakan potong generasi. Semua itu kembali lagi, hak prerogatif presiden.