KABARKALIMANTAN1, Sampit – Disahkannya Undang-Undang Harmonisasi Keuangan Pusat Daerah (UU HKPD) memberikan harapan baru bagi Pemerintah Kabupaten Kotawaringin Timur di Provinsi Kalimantan Tengah dalam peningkatan APBD secara signifikan.
“Mudah-mudahan ini cepat diberlakukan. Saya menargetkan APBD kita pada akhir periode kepemimpinan kami tahun 2024 minimal sudah mencapai Rp3 triliun hingga Rp4 triliun, seimbang dengan APBD Provinsi Kalteng,” kata Bupati Halikinnor di Sampit, Senin (13/12/2021).
Undang-Undang HKDP disetujui dalam rapat paripurna DPR RI pada pada Selasa (7/12/2021) . Disebutkan bahwa ketentuan terkait dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) mulai berlaku pada 2023, sedangkan ketentuan terkait pajak daerah dan retribusi daerah (PDRD) dilaksanakan paling lambat dua tahun setelah UU HKPD disahkan.
Salah satu yang diatur adalah aturan terkait dana bagi hasil pajak bagi daerah penghasil. Bagi Kotawaringin Timur, ini menjadi kabar menggembirakan karena daerah ini memiliki potensi sangat besar di bidang perkebunan kelapa sawit.
Selama ini pemasukan dari pajak bidang perkebunan langsung ditarik oleh pemerintah pusat dan tidak ada bagi hasil. Ini berbeda dengan bidang pertambangan karena daerah juga menikmati pemasukan dari royalti yang diperoleh dari pemerintah.
Jika Undang-Undang HKPD diberlakukan dan dana bagi hasil bidang perkebunan direalisasikan, maka Kotawaringin Timur diperkirakan akan mendapat sumber pendapatan baru yang sangat besar dan menjanjikan.
Hal itu lantaran daerah ini banyak memiliki perusahaan perkebunan kelapa sawit, bahkan termasuk terbanyak dan terbesar untuk skala kabupaten di Indonesia.
Berdasarkan keanggotaan Gabungan Pengusaha Perkebunan Indonesia (GPPI), ada 58 perusahaan perkebunan kelapa sawit di Kotawaringin Timur yang bernaung di bawah organisasi ini.
Halikinnor menyebutkan, setiap tahun ada sekitar sembilan juta ton CPO (crude palm oil) atau minyak kelapa sawit yang dibawa ke luar daerah dari Kotawaringin Timur. Namun, tidak ada pemasukan langsung dalam bentuk pajak yang didapat daerah ini.
Menurut Halikinnor, sangat wajar jika daerah penghasil seperti Kotawaringin Timur menuntut bagian dana hasil pajak perkebunan tersebut. Selama ini daerah ini merasakan dampak tingginya aktivitas perusahaan-perusahaan perkebunan, khususnya terlihat pada laju kerusakan jalan.
Halikinnor mengaku sudah beberapa kali mengusulkan dana bagi hasil ini dalam forum nasional. Dia bersyukur jika aspirasi itu kini akan diwujudkan melalui Undang-Undang HKPD.
Pihaknya juga sudah sering bertemu dengan pengusaha perkebunan membahas masalah tersebut. Pihak perusahaan juga tidak mempermasalahkan dan justru mendukung aspirasi itu.
“Pihak perusahaan kan selama ini memang selalu membayar pajak-pajak tersebut, tapi soal pembagiannya itu kan urusan pemerintah pusat. Kalau itu nanti dibagi dengan daerah, mereka juga mendukung. Selama ini perusahaan membantu daerah melalui program CSR mereka,” demikian Halikinnor.
Sumber : ANTARA