KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Presiden Joko Widodo mungkin tak menduga jika ucapannya yang menyebut “tak masalah” terhadap anggapan ia memberi sinyal dukungan terhadap Prabowo Subianto sebagai Calon Presiden atau Capres 2024. Nyatanya, hal itu blunder.
Seperti diketahui, Jokowi 2 kali memberi sinyal dukungan kepada Prabowo. Pertama, saat menghadiri Indodefence yang digelar Kementerian Pertahanan.
Pada saat itu, Jokowi menjawab pertanyaan wartawan mengenai dukungan terhadap Prabowo di 2024. Dia berkata mendukung Prabowo sejak awal.
Kemudian, Jokowi kembali menyatakan dukungan untuk Prabowo pada peringatan hari ulang tahun Partai Perindo. Dia menyebut pilpres berikutnya adalah giliran Prabowo menang.
“Dua kali di Pilpres saya menang. Mohon maaf, Pak Prabowo. Kelihatannya setelah ini jatahnya Pak Prabowo,” ucap Jokowi di puncak peringatan ulang tahun Perindo di Jakarta, Senin (7/11).
Karena itu media kerap mengkonfirmasi jika pertanyaan Jokowi diartikan sesuai ucapan, memang mendukung sepenuhnya Prabowo, yang juga Ketum Partai Gerindra.
Jokowi sendiri tak ingin mengartikan pernyataannya itu lebih lanjut. Ia mempersilakan siapa saja untuk memaknai pernyataannya. “Ya diartikan sinyal ya boleh, tetapi kan saya ngomongnya juga enggak apa-apalah,” kata Jokowi di MNC Tower, Jakarta, Senin (7/11).
Restu Jokowi
Selain blak-blakan mendukung Prabowo, Jokowi juga aktif mengingatkan partai-partai lain dalam hal memilih Capres. “Hati-hati pilih Capres,” begitu kata Jokowi kepada Partai Golkar dan Partai Perindo.
Dalam bahasa politik, sebagian menafsirkan hal itu sebagai pesan agar kedua partai itu bertanya dulu ke Jokowi dalam menentukan Capres yang direstui presiden.
Jokowi sangat mungkin menyampaikan pernyataan berdasar spontanitas, soalnya hal itu berulang. Di sisi lain, partai dengan dukungan terbesar dalam menaikkan Jokowi jadi Gubernur DKI Jakarta, lalu Presiden RI, adalah PDIP.
Partai banteng itu padahal sedang getol mengusung Puan Maharani, hingga sampai rela “mengasingkan” kader yang lebih popular, Ganjar Pranowo.
“Presiden semestinya harus berhati-hati dalam mengeluarkan pernyataan. Tentu saja pernyataan dukungan secara terbuka untuk Prabowo, telah menyakiti PDIP. Kontribusi PDIP adalah yang terbesar dalam mengusung dia, dari hanya seorang Wali kota Solo, hingga sekarang,” ujar sumber redaksi di kubu PDIP, saat dihubungi Senin (7/11) malam.
Saat dikejar pertanyaan lain, ia mengelak. “Biar nanti DPP PDIP atau Bu Mega yang akan menyampaikan hal itu kepada presiden selaku petugas partai. Maaf tak ada komentar lain lagi ya,” ujarnya yang segera menutup telepon.
Situasi bisa semakin runyam, terlebih beredarnya isu Jokowi dan/atau sekelompok elit politik mendorong dia untuk mengambil-alih PDIP. Selama Megawati Soekarnoputri masih jadi queen maker, memang sulit.
Tapi bagaimana saat Mega tidak dalam kondisi prima? KLB partai bisa dipaksakan. Soalnya, tim itu punya dana dan instrumen pendukung yang kuat setelah 2 periode berkuasa.
Sindiran Airlangga
Jika efek pernyataan Jokowi soal mendukung Prabowo dinilai baik-baik saja, rasanya tidak juga. Buktinya, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menanggapi hal itu dengan sinis, meski pakai kata santai. “Iya santai. Santai,” kata Airlangga di Kantor DPP Golkar, Jakarta, Senin (7/11).
Namun Airlangga lantas menyinggung soal aturan main dalam Pilpres di Indonesia. Dia mengingatkan pihak-pihak yang sebenarnya punya kepentingan di pilpres.
“Ya namanya kontestasi, kan kontestan. Jadi artinya sesuai dengan apa yang digariskan KPU saja. Siapa yang eligible untuk mendaftar, siapa yang punya dukungan suara. Jadi kontestasi kan seperti itu,” ucapnya.
Merujuk pernyataan Airlangga itu, pihak yang bisa mendaftarkan capres-cawapres adalah partai politik. Bukan presiden. Hal itu tertuang dalam UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Bahkan calon presiden pun tidak bisa mendaftar ke KPU. Partai politik atau gabungan partai politik-lah yang bisa mendaftarkan capres-cawapres ke KPU. Sejauh ini, Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang terdiri dari Golkar, PPP dan PAN sudah memenuhi syarat.
Saat diundang KIB, Jokowi menyentil agar Airlangga dkk hati-hati dalam menetapkan Capres. Sumber redaksi menyebut, “Saat itu padahal Airlangga diduga sudah menyorongkan namanya sebagai Capres KIB, meski PAN dan PPP belum sepakat, namun kecil kemungkinan mereka menolak.”
