KABARKALIMANTAN1, Malang – Sebanyak 6 tersangka dirilis langsung oleh Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Mereka dituduh memiliki peran penting dalam Tragedi Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10). Mulai dari petinggi Direktur Utama PT Liga Indonesia Baru (PT LIB) Akhmad Hadian Lukita, hingga anggota kepolisian.
“Dari gelar perkara dan alat bukti maka ditetapkan 6 tersangka,” kata Listyo dalam konferensi pers, Kamis malam (6/10/2022). “Yang bersangkutan jadi tersangka lantaran menunjuk Stadion Kanjuruhan sebagai lokasi pertandingan, padahal belum memenuhi syarat layak fungsi berdasarkan hasil verifikasi tahun 2020. Dikenakan Pasal 359, 360 KUHP,” kata Kapolri.
Lalu, Ketua Panpel Arema FC Abdul Haris ditetapkan tersangka lantaran tidak membuat dokumen keselamatan. Dia juga mengabaikan permintaan pihak keamanan, serta menjual tiket yang jumlahnya melebihi kapasitas stadion, yakni 42 ribu. Kapasitas asli, hanya 38 ribu. Dia dikenakan pasal Pasal 359 360 pasal 103 jo pasal 52 no 11 tahun 2022.
Kemudian SS selaku security officer. Dia jadi tersangka karena memerintahkan steward meninggalkan pintu gerbang. Padahal steward harus menjaga pintu. Akibatnya, pintu jadi tidak terbuka optimal saat massa ingin keluar.
Lalu WS Kabag Ops Polres Malang. Dia jadi tersangka karena tahu ada aturan FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata. Namun yang bersangkutan tidak mencegah atau melarang personel memakai gas air mata. Dikenakan Pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Kapolri mengklaim ada 11 gas air mata telah ditembakkan dalam Tragedi Kanjuruhan. Dia menyebut rincian tembakan gas air mata, yakni ke tribun selatan sebanyak 7 tembakan, tribun utara 1 tembakan, dan 3 tembakan gas air mata ke lapangan Stadion Kanjuruhan.
Tersangka selanjutnya yakni H, komandan kompi Brimob Polda Jawa Timur. Dia yang memerintahkan personel lainnya menembakkan gas air mata. Dikenakan Pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Tersangka berikutnya BS selaku Kasat Samapta Polres Malang. Dia memerintahkan personel menembakkan gas air mata. Dikenakan Pasal 359 dan atau 360 KUHP.
Tragedi Kanjuruhan bermula saat polisi menembakkan gas air mata ke arah penonton sepak bola usai pertandingan Arema FC melawan Persebaya. Polisi menyatakan gas air mata itu ditembakkan karena sejumlah suporter Arema turun ke lapangan.
Gas air mata itu ditembakkan tidak hanya kepada para suporter di lapangan, tetapi penembakan juga diarahkan ke penonton di tribun sehingga membuat massa panik. Penonton pun berlarian dan berdesak-desakan menuju pintu keluar.
Menurut catatan polisi, setidaknya 131 orang meninggal dunia akibat tragedi tersebut. Korban berjatuhan karena sesak napas dan terinjak saat berusaha keluar dari stadion diduga setelah gas air mata ditembakkan aparat.
Titah Jokowi
Sementara itu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan sejumlah perintah dalam pengusutan Tragedi Kanjuruhan. Dia menyoroti dan memberi titah dari mulai aspek hokum, hingga infrastruktur stadion, yang menjadi markas tim Arema FC.
“Perlu audit Stadion Kanjuruhan. Ada sejumlah masalah pada infrastruktur stadion. Satu bulan selesai. Kalau kita lihat di GBK Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK) di Jakarta], dengan kapastitas 82 ribu orang, hanya 15 menit penonton bisa terurai,” kata Jokowi usai meninjau Stadion Kanjuruhan, Malang, Rabu lalu.
Jokowi juga memerintahkan Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengaudit semua stadion yang dipakai untuk laga sepak bola Liga 1 dan Liga 2. Dia ingin semua bangunan itu mengutamakan keselamatan penonton hingga pemain.
Selain itu, Jokowi juga meminta kepolisian untuk mengusut tuntas Tragedi Kanjuruhan. Selain itu, dia juga membentuk Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan yang dipimpin Menko Polhukam Mahfud MD. Pembentukan TGIPF itu didasari Keppres Nomor 19 Tahun 2022.
Mahfud dibantu Menpora Zainudin Amali (Wakil Ketua), eks Jampidum Kejagung Nur Rochmad (Sekretaris), dengan 10 anggota. Jokowi memberi titah kepada TGIPF agar bisa menyelesaikan tugas, mencari tahu penyebab utama tragedi itu.
“Peristiwa ini tak boleh terulang. Aparat kalau perlu menempuh jalur pidana terhadap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas kejadian. Ini ada sanksi dari PSSI, pidana dari Polri, dan audit bangunan dari Kementerian PUPR,” ucapnya.
