KABARKALIMANTAN1, Sampit – Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Pos Jaga Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah menanggulangi informasi palsu atau hoaks yang berkaitan dengan satwa dilindungi yakni buaya.
“Pengguna medsos kami imbau jangan menyebar berita bohong. Meski, niat awalnya hanya bercanda tapi dampaknya bisa menimbulkan keresahan di masyarakat,” kata Komandan BKSDA Pos Jaga Sampit, Muriansyah di Sampit, Selasa (14/11).
Hal ini ia sampaikan sehubungan dengan beredarnya video menunjukkan seorang pria yang memotong kepala dua ekor buaya menggunakan gergaji mesin.
Video berdurasi 30 detik itu diunggah salah satu akun medsos Instagram disertai tulisan Kota Sampit Kotim yang disematkan pada video tersebut. Akibatnya, banyak warganet yang berspekulasi aksi dalam video itu berada di wilayah Kotawaringin Timur.
Unggahan itu juga disertai keterangan berikut, BREAKING NEWS : Beredar Video Pria Menyengso Kepala Buaya, Terlihat Ditepi Sungai Menyengsonya. Berdurasi 30 Detik.
Menanggapi video tersebut, Muriansyah menegaskan video tersebut adalah video lama dan lokasinya dipastikan bukan di Kotawaringin Timur maupun sekitar Sungai Mentaya seperti dugaan warganet.
“Itu video lama. Kalau tidak salah 2-4 tahun yang lalu, antara wilayah Kalimantan atau Sulawesi, saya tidak ingat jelas, tapi yang pasti bukan di Kotim atau Sungai Mentaya,” tegasnya.
Ia pun menyayangkan si pengunggah menyebarkan kembali video tersebut yang diduga hanya untuk menarik perhatian warganet, tanpa memikirkan dampaknya.
Video seperti itu dapat meresahkan masyarakat, khususnya yang bermukim di bantaran sungai. Apalagi, dalam video itu menyematkan nama suatu wilayah.
Muriansyah juga menanggapi beberapa komentar warganet dalam unggahan tersebut yang tampaknya belum tahu atau paham terkait satwa liar yang dilindungi undang-undang.
Dalam hal ini ia menyampaikan, sejak diterbitkannya Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 106 Tahun 2018, buaya menjadi salah satu satwa yang dilindungi undang-undang.
Sementara itu, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya, tepatnya pada pasal 21 ayat 2 huruf a, pelaku yang menangkap, memelihara, melukai maupun membunuh satwa liar yang dilindungi UU terancam pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 juta.
Maka dari itu, ia meminta masyarakat untuk tidak main hakim sendiri apabila menemukan satwa liar yang dilindungi undang-undang, salah satunya buaya.
“Jika bertemu atau melihat kemunculan buaya sebaiknya segera laporkan ke BKSDA atau perangkat desa dan aparat setempat, jangan melakukan upaya penangkapan, apalagi dibunuh karena itu melanggar aturan UU,” demikian Muriansyah. (ANT)