KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Ada 4 blunder yang dibuat Calon Presiden (Capres) usungan PDI Perjuangan, Ganjar Pranowo, yang membuat elektabilitasnya disalip Prabowo Subianto. Hal itu versi beberapa hasil survei terakhir Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA.
LSI Denny JA pada Juli, membeberkan hasil simulasi survei 2 nama Capres yang “direstui” rezim penguasa. Disebutkasn, elektabilitas Prabowo mengungguli Ganjar dengan selisih mencapai 10,4 persen. Prabowo unggul dengan elektabilitas mencapai 52 persen, sedangkan Ganjar turun ke angka 41,6 persen.
“Hasil head to head antara Prabowo dengan Ganjar menunjukkan, Prabowo di angka 52 persen versus Ganjar di angka 41,6 persen,” ucap Peneliti LSI Denny JA, Hanggoro Doso Pamungkas dalam paparannya, Senin (31/7/2023).
Menurut Hanggoro, pihaknya telah melakukan penelitian kualitatif untuk mencari penyebab gap selisih elektabilitas di antara dua nama itu. Penelitian dilakukan mulai dari focus grup discussion, analisa media, wawancara, hingga penilaian pakar atau ahli.
Efek 4 Blunder
Hasilnya, Hanggoro mengungkap sejumlah faktor yang disinyalir menjadi penyebab elektabilitas Ganjar kian merosot. Menurut Hanggoro ada 4 blunder yang dilakukan Ganjar dan Megawati Soekarnoputri selaku Ketua Umum PDIP, partai yang mengusung Ganjar.
Pertama, pengakuan Ganjar soal video porno. Dalam jajak pendapat LSI Denny JA, 86,1 persen responden menilai seorang capres tidak wajar jika suka menonton video porno. Hanya 6,5 persen yang menganggap hal itu wajar.
Kedua, PDIP dianggap melakukan blunder dengan menyatakan presiden atau capres mereka sebagai petugas partai. Jajak pendapat yang dilakukan mengungkap 69,9 persen menyatakan tak setuju seorang presiden dianggap petugas partai.
Ketiga, Ganjar melakukan blunder karena dinilai berperan pada pembatalan Piala Dunia U20 di Indonesia. Ganjar dan PDIP dianggap sebagai pihak yang paling bersalah dalam kasus tersebut, selain Erick Thohir (Ketua Umum PSSI), Wayan Koster (Gubernur Bali), dan Megawati Soekarnoputri.
Keempat, Ganjar dianggap melakukan blunder saat menghubungi PJ Gubernur DKI Jakarta terkait keluhan warga di Jakarta Utara. Jajak pendapat yang dilakukan LSI Denny JA mengungkap 74,7 persen menyatakan aksi Ganjar tak pantas.
Ganjar Harap Golkar
Meski tak diakui sebagai panik atas situasi itu, Ganjar kemudian berharap partai Golkar segera merapat berkoalisi dengan PDIP dan mendeklarasikan dirinya sebagai Capres pada kontestasi politik 2024 mendatang. Dukungan PPP, dan partai-partai kecil non parlemen lain seperti Hanura dan Perindo, dinilai tak cukup mengangkat elektabilitas.
Ganjar mengatakan Ketua DPP PDIP Puan Maharani dan Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto sudah bertemu dan bersepakat untuk membentuk tim teknis guna menyamakan visi-misi dan menjajaki kerja sama koalisi jelang Pilpres 2024.
“Kemarin Ketum Golkar sudah ketemu dengan mbak Puan. Mudah-mudahan segera bisa putus, Semoga Golkar bisa bareng,” kata Ganjar usai menghadiri acara DisKonser 1000 Milenial Menatap Laut di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Minggu (30/7).
Ganjar pun mengaku berharap kepada dukungan Golkar itu agar mampu memaksimalkan suaranya. “Kalau itu sudah menjadi keputusan Golkar, tentu kita sangat senang. Semakin banyak dukungan dari masyarakat dan parpol, akan semakin bagus,” ujarnya.
PDIP resmi mengusung Ganjar, namun hingga kini mereka belum mengumumkan sosok cawapres. Teranyar sudah ada 5 nama kandidat cawapres Ganjar yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Sandiaga Uno, Erick Thohir, Andika Perkasa, dan Cak Imin.
Sementara Golkar sempat membentuk Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) bersama PPP dan PAN. Namun, belakangan PPP menyatakan bergabung dengan koalisi PDIP, mengusung Ganjar. Posisi Golkar sendiri agak rawan.
Soalnya, ketidak-beranian Airlangga maju sebagai Capres sesuai amanat saat ia terpilih sebagai Ketum, digugat pengurus teras dan kader. Terlebih manuver terakhir yang diduga mendekati Prabowo dan Anies, direspons instrumen kekuasaan dengan mengangkat “kasus” yang bisa menyeretnya ke meja hijau.
Pola ini pernah terjadi pada eks Gubernur NTB, M. Zainul Majdi, dan Wali Kota Makassar, Danny Pomanto. Begitu dibidik petugas hukum, kedua tokoh yang tadinya bergabung di kelompk di luar pemerintah, kini ikut merapat. Dari pengurus Golkar, Zainul Majdi pindah ke Perindo, sedangkan Danny Pomanto dari Nasdem pindah ke PDIP.
Jika Airlangga ingin aman, bisa jadi ia akan membawa gerbong Golkar ke koalisi pendukung Ganjar. Itu pun jika ia tak keburu digulingkan. Sebagian fungsionaris terbelah, sebab ada yang menginginkan gabung ke Prabowo.
