POLITIK

Bentuk Badan Pengawas Medsos, Menkominfo Ancam Hak Privasi

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Usulan Menteri Komunikasi dan Informatika, Budi Arie Setiadi, yang akan membentuk Badan Pengawas Media Sosial, disentil Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM).

Mereka menilai pembentukan badan tersebut tak tepat dan hanya akan membuka ruang pengawasan massal (mass surveillance) terhadap media sosial. Indonesia padahal sudah punya Undang Undang ITE yang menghatur hal itu. Mereka meminta Budi tak menambah batasan yanng sudah diatur secara detail di UU ITE.

“Ini mengancam hak atas privasi, dan pada akhirnya mengurangi penikmatan kebebasan berekspresi karena orang menjadi takut (chilling effect) untuk mengekspresikan opininya di media sosial,” demikian pernyataan resmi ELSAM, Minggu (23/7/2023).

Kemenkominfo, lanjut mereka, seharusnya bisa mendorong perbaikan rumusan pengaturan terkait konten dalam revisi UU ITE dengan mempertimbangkan beberapa hal. Sejumlah poin itu di antaranya, memperjelas rujukan konten-konten yang berbahaya (harmful), sehingga masuk kualifikasi melanggar hukum dan bisa dibatasi persebarannya.

Selain itu, memberikan tanggung jawab yang lebih besar ke platform atau penyelenggara sistem elektronik untuk menyediakan kebijakan internal dan prosedur pengaduan konten dari pengguna. Di dalamnya termasuk membentuk mekanisme internal untuk merespons aduan, dan memberikan keputusan membatasi atau tidak konten yang diadukan.

Platform juga perlu untuk menyediakan laporan transparansi (transparency report) yang dipublikasikan secara berkala terkait dengan aduan yang diterimanya. Platform/PSE juga perlu didorong untuk mengembangkan arsitektur teknologi mereka untuk mengenali dan mencegah penyebaran konten-konten yang disinformatif.

Kemenkominfo kemudian bertindak sebagai lembaga banding administratif ketika pengadu tidak puas dengan keputusan platform/PSE, sehingga mengajukan banding kepada Kominfo, dan Kominfo mengeluarkan keputusan administratif yang menerima atau menolak banding tersebut.

Dengan menempatkan Kominfo sebagai lembaga banding administratif, aduan konten yang masuk ke Kominfo sudah terlebih dahulu tersaring di platform. Terkait keputusan Kominfo, pengadu atau platform/PSE dapat mengajukan banding atau pengujian pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), sebagai penjabaran dari prinsip judicial scrutiny. Putusan ini dapat menjadi putusan akhir, agar ada kepastian hukum atas konten yang diadukan.

Platform/PSE yang tidak memenuhi serangkaian kewajiban tersebut bisa dikenakan sanksi atau denda administratif. Sebelumnya, Budi mengatakan perlu membentuk badan pengawas media sosial seiring berkembangnya teknologi.

“Sekarang kan konten-konten yang meresahkan bentuknya banyak, sekarang teknologi itu berkembang. Mungkin pada waktunya kita perlu pengawas medsos. Cyber untuk mengawasi konten-konten medsos,” kata Budi di Gedung Kominfo, Jakarta, pada awal pekan lalu.

Menurut dia, selama ini belum ada tim yang mengawasi pergerakan konten di dunia maya. Ia ingin berinovasi agar penanganan menjadi lebih antisipatif. Namun Budi tak menjelaskan lebih rinci soal teknis atau siapa saja nantinya yang akan terlibat di badan ini.

Karena latar belakang dia adalah Ketua Relawan Presiden Joko Widodo atau Projo, jangan jengkel kalau masyarakat lantas menuduh ada sesuatu di balik pembentukan badan ini.

“Sebuah konten dengan mudahnya dicap hoaks jika menyerang rezim, tapi dinilai bukan hoakx bila memojokkan Capres yang tak dikehendaki penguasa,” ungap Arjudiin, calon anggota dewan DPR RI Pusat dari Makassar.

“Selain itu, Menkominfo dicap sebagai instrumen pemenangan Capres-Cawapres yang dikehendaki penguasa. Tuduhan itu bakal mudah ditemui dan makin luas. Ini tak lepas dari sikap presiden yang awalnya bilang tak ikut campur di Pilpres soalnya kapasitasnya kepala negara, tapi lantas dilanggar sendiri dengan bilang: siap cawe-cawe.”

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!