KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Ada upaya menyeret Anies Baswedan dalam kasus dana kemanusiaan yang dikelola lembaga sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT), terutama terkait dengan tingginya elektabilitas sebagai salah satu Calon Presiden 2024. Hal itu disampaikan pengamat politik asal Palu, Zainuddin Hasan.
“Arahnya memang kesana. Meskipun publik tahu, Anies mendukung kegiatan ACT karena memang programnya bagus. Program kemanusiaan, program sosial. Tidak ada yang salah. Bahwa ACT kemudian dinilai ada dugaan penyelewengan di tubuh internal ACT, bukan dosa Anies,” komentar dosen salah satu universitas negeri di Sulawesi itu saat dihubungi redaksi Kabar Kalimantan1 via telepon, Kamis (7/7/2022) pagi.
Zainuddin enggan beropini lebih jauh, termasuk upaya penggembosan sebuah parpol yang identic dengan ACT. “Dengan telah bekerja di puluhan negara, serta hamper di seluruh wilayah Indonesia dan lebih dari 1500 karyawan, tentu ACT lembaga yang seksi, termasuk untuk politisasi terselubung. Itu silahkan masyarakat beropini sendiri,” lanjutnya.
Terpisah, Direktur Eksekutif Kajian Politik Nasional Adib Miftahul menyebut Anies sebagai sosok yang paling dirugikan atas program kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan ACT.
“Saya kira lagi-lagi Pak Anies yang bisa dirugikan. Kalau ada penjelasan secara utuh bahwa Pemprov DKI tidak dirugikan, itu tidak masalah. Ya, harus dijabarkan kepada publik secara terang benderang,” kata Adib, Selasa (5/7). “Ini bisa menjadi batu sandungan yang membelenggu Pak Anies karena dia Gubernur DKI yang berpotensi jadi Capres.”
Menurutnya, program kerjasama ACT dengan Pemprov DKI ini merupakan masalah yang sangat krusial. Publik dinilai akan lebih menyoroti kasus ini dalam segi politis ketimbang dari segi yang lainnya. “Kasus ACT ini kan seksi, dugaan-dugaan foya-foya di tengah dana umat, sarat muatan politis,” ungkapnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menyebut Pemerintah Provinsi DKI memiliki beberapa program kerja sama dengan organisasi sosial Aksi Cepat Tanggap (ACT). Ariza menegaskan sejauh ini program kerja sama itu berjalan dengan baik, tanpa ada hal yang mencurigakan dan dirugikan (antara kedua-belah pihak-Red).
Kendati begitu, Riza mengaku akan mengambil langkah menyikapi munculnya dugaan penggelapan dana donasi umat oleh ACT. Pemprov DKI disebut akan mengevaluasi sejumlah program kerja sama dengan ACT.
Blokir 60 Rekening
Terkini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memblokir 60 rekening keuangan milik ACT yang berada di 33 bank. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan, pemblokiran bertujuan agar tidak ada lagi dana donasi yang masuk atau keluar dari rekening ACT tersebut.
“PPATK menghentikan sementara transaksi 60 rekening atas nama entitas yayasan (ACT) di 33 penyedia jasa keuangan. Jadi sudah kami hentikan,” ujarnya dalam konferensi pers, Rabu (6/7).
Ivan menjelaskan, dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, pihaknya menduga dana-danya yang masuk dari masyarakat ke rekening ACT tidak langsung disalurkan sebagai sumbangan. Melainkan dikelola secara bisnis untuk menghasilkan keuntungan.
“Kami menduga ini merupakan transaksi yang dikelola dari bisnis ke bisnis. Sehingga tidak murni menghimpun dana kemudian disalurkan kepada tujuan,” ujarya. “Tetapi sebenarnya dikelola dahulu sehingga terdapat keuntungan di dalamnya.”
Ia mencontohkan, dari temuan yang ada, Yayasan ACT terbukti melakukan transaksi keuangan dengan entitas perusahaan luar senilai Rp 30 miliar. Setelah ditelusuri, PPATK menemukan perusahaan itu merupakan milik salah satu pendiri ACT. Ia tidak menjelaskan sosok pendiri lembaga filantropi yang dimaksud.
Sebelumnya, Mensos Ad Interim Muhadjir Effendi mencabut izin penyelenggaraan PUB Yayasan ACT per 5 Juli. Pencabutan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022.
Pelanggaran ACT salah satunya terkait pengambilan donasi sebesar 13,5 persen. Hal itu dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan
Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan berbunyi “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan”.
Kemensos juga telah mengundang pengurus Yayasan ACT yang dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat.
