PLN Oversupply, Rakyat yang Tanggung Lewat Kompor Listrik dan Naik Daya

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Pekan ini masyarakat dicekoki 2 berita terkait listrik. Pertama, rencana penghapusan daya 450 volt ampere (VA) untuk rakyat miskin. Kedua, didorongnya penggantian kompor gas jadi kompor listrik. Suara kontra banyak terdengar di masyarakat. Di parlemen, pro kontra.

Langkah migrasi daya listrik 450 VA naik menjadi 900 VA, disebut Ketua Banggar DPR RI, Said Abdullah, sebagai solusi. “Bisa mengatasi masalah kelebihan pasokan yang kerap dialami PT PLN Persero,” kata Said.

“Mayoritas anggota parlemen seperti Said, sulit memahami kesulitan rakyat, meski statusnya sebagai wakil rakyat, digaji pakai uang rakyat. Bagi dia, bayar tagihan listrik berdaya 450 VA kayak bersin saja. Level dia sudah naik jet pribadi,” sentil Julfikar Supriadi, seorang dosen kampus wasta, warga Tangerang.

Rencana penghapusan listrik daya 450 VA itu dikritisi Juru Kampanye Energi Trend Asia, Novita Indri. Ia mengecam langkah penghapusan daya listrik bagi masyarakat pengguna listrik subsidi tersebut. Terlebih lagi wacana ini dikemukakan di tengah naiknya harga BBM.

Menurut Novita, menghapus golongan listrik 450 VA dinilai sama sekali dan tak menyelesaikan persoalan, serta hanya mendorong warga miskin untuk lebih konsumtif di tengah naiknya harga BBM dan kebutuhan pokok.

Dibebankan ke Rakyat

“Di tengah bayang-bayang inflasi tinggi, keputusan sepihak ini semakin menegaskan bahwa pemerintah telah gagal dalam melakukan perencanaan dan penyediaan energi, dengan membebankan penyelesaian masalah oversupply ke masyarakat. Kelompok paling rentan,” ujar Novita, Rabu lalu.

Jika ditarik ke pangkal persoalan, kelebihan suplai PLN telah terjadi menahun karena pemerintah Indonesia terus memaksakan pembangunan PLTU baru, meski ekonomi melambat. Contohnya yakni megaproyek infrastruktur listrik 35.000 MW, program Presiden Jokowi pada kampanye pemilihan presiden 2014.

Megaproyek ini didominasi pembangkit listrik energi kotor batu bara. Seperti PLTU Jawa 9 & 10 di Suralaya, Banten, yang sedang dalam tahap konstruksi dan PLTU Tanjung Jati B di Jepara yang sudah masuk tahap Commercial On Date (COD) pada September 2022.

Kedua PLTU berkapasitas jumbo ini akan memasok listrik di dalam jaringan kelistrikan Jawa-Bali yang telah kelebihan suplai mencapai 50 persen. Hingga akhir 2022 tambahan pasokan dari proyek 35 GW akan menambah dominasi batu bara dalam bauran energi nasional hingga 68,7 persen (ESDM, 2022).

Kondisi akan semakin buruk jika pembangunan PLTU batu bara sebesar 13,8 GW dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030 yang pemerintah klaim sebagai RUPTL terhijau, tetap dijalankan.

Studi lembaga Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA, 2021) pun mengungkap, situasi oversupply dari PLTU batu bara ini akan semakin mengunci upaya Indonesia untuk bertransisi energi. Singkat kata, pemerintah yang membuat kesalahan (dalam perencanaan mega proyek), tapi rakyat yang dipaksa menanggung beban.

Negara Hemat Rp10 Triliun

Sementara itu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, mengungkapkan rencana konversi dari LPG 3 kg ke kompor listrik menyasar ke semua kelompok, baik penghuni apartemen dan perumahan, serta masyarakat bawah jika memungkinkan

“Kompor listrik itu asumsinya akhirnya akan masuk ke apartemen, di perumahan. Ke masyarakat bawah, mungkin belum tentu,” ujar Erick di Gedung DPR MPR, Jakarta, Rabu (21/9). “Konversi ke kompor listrik merupakan upaya untuk merapikan peta biru energi nasional ke energi bersih.”

Meski begitu, Erick menegaskan konversi ini tidak serta merta menghilangkan subsidi LPG 3 kg. Pihaknya masih mempelajari terkait kompor listrik ini. Ia tidak mau uji coba pembagian kompor listrik gratis, tidak tepat sasaran.

Sebelumnya, Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah sedang melakukan uji coba konversi gas LPG 3 kg ke kompor listrik di Denpasar, Solo, dan Sumatera. Uji coba akan dilakukan dengan kompor listrik dua tungku dengan kapasitas 1.000 watt.

Menurut Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo, negara bisa berhemat Rp10,21 triliun per tahun jika 15,3 juta pengguna LPG 3 kg beralih ke kompor induksi atau listrik. Targetnya, 300 ribu pelanggan LPG 3 kg beralih ke kompor listrik tahun ini. Lalu, bertambah menjadi 5-10 juta per tahun.

“Ini manfaat program konversi kompor induksi sesuai arahan rapat kabinet terbatas oleh Menko Airlangga. Jadi ini program pemerintah sebagai suatu energi strategi dan policy,” jelas Darmawan.

Namun konversi gas elpiji dengan kompor listrik ditolak Gerindra. Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani, mengatakan kompor listrik memakan daya yang besar sehingga membebani masyarakat kecil.

“Kami tidak setuju karena kompor listrik ini sekali colok memakan daya besar, hanya membebani hanya membebani rakyat kecil, rakyat miskin kota, para UMKM,” kata Muzani di Cianjur hari ini.

Selain itu, Muzani menyatakan Gerindra juga menolak rencana penghapusan daya listrik 450 VA. Gerindra bersyukur karena Presiden Jokowi sudah mengumumkan bahwa daya 450 VA tidak akan dihapus, meski tetap menanti dinamika kelistriikan di kemudian hari. “Listrik daya 450 VA dipakai oleh orang-orang kecil, penghuni kontrakan petakan, para buruh, nelayan, dan petani,” kata Muzani.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *