KABARKALIMANTAN1, Jakarta – SPBU Vivo masih terus diserbu konsumen yang ingin mendapatkan bensin dengan harga lebih murah dibanding milik Pertamina. Namun, tak lama lagi antrean pengendara yang mengular di depan SPBU Vivo akan segera berakhir.
Pemerintah memaksa SPBU swasta tersebut diminta ikut menyesuaikan harga BBM. Memang bahasanya “meminta”, tapi orang awam pun bisa membaca jika permintaan itu identik dengan pemaksaan.
Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tutuka Ariadji, mengaku sudah berbicara dengan manajemen Vivo. “Dengan adanya penyesuaian harga Pertalite, Vivo akan menyesuaikan harganya segera. Berapa besaran kenaikannya, itu menjadi kewenangan pihak perusahaan,” ujarnya.
Diketahui, SPBU Vivo menurunkan harga BBM di tengah kenaikan harga BBM Pertamina. Untuk BBM jenis Revvo 89 yang harga sebelumnya Rp9.290 per liter turun menjadi Rp8.900 per liter. Kemudian, Revvo 92 yang sebelumnya dijual Rp17.250 per liter menjadi Rp15.400 per liter. Lalu, untuk Revvo 95 menjadi Rp16.100 dari sebelumnya Rp18.250.
Menurut Tutuka, harga BBM Vivo yang turun di tengah kenaikan harga BBM Pertamina disebabkan oleh niat perusahaan yang ingin menghabiskan stok bahan bakar jenis Ron-89 mereka, yakni Revvo 89. “Sampai saat ini, Vivo menghabiskan stoknya Ron 89 sampai 2 bulan ke depan dengan harga yang terjangkau masyarakat,” kata Tutuka.
Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikkan harga BBM bersubsidi, yakni Pertalite dan Solar. Ironisnya, enaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terjadi saat harga minyak turun. Pemerintah Malaysia bahkan ikut menurunkkan harga BBBM bagi rakyatnya.
“Sesuai pesan Presiden Joko Widodo, pemerintah memprioritaskan uang negara untuk melindungi masyarakat kurang mampu. Anggaran subsidi dan kompensasi pada Perpres 98 tahun 2022 sebesar Rp 502,4 triliun. Ini berarti sudah ada peningkatan 3 kali lipat dari alokasi awal, sebagian besar untuk BBM,” ujar Menteri Keuangan, Sri Mulyani.
Aroma KKN
Mencermati sikap pemerintah yang meminta Vivo menaikkan harga, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan, punya perspektif lain. Ia menilai hal itu bisa dianggap sebagai kebijakan yang tidak masuk akal dan kental nuansa Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
“Merugikan keuangan rakyat untuk memberi keuntungan kepada Vivo, transfer uang rakyat kepada pengusaha SPBU. Kenapa? Siapa diuntungkan kalau Vivo untung? Apakah ada KKN? KPK masih ada?” ujar Anthony, Minggu (4/9/2022).
Padahal menurut Anthony, jika Pertalite Rp 10 ribu per liter masih subsidi, maka pemerintah seharusnya senang ketika masyarakat beli BBM dari SPBU lainnya. Sebab hal itu berarti bisa mengurangi konsumsi subsidi Pertalite yang merugikan negara.
“Nah, saat pemerintah meminta Vivo menaikkan harga, apakah ini mengindikasikan Pertamina mau mendongkrak penjualan Pertalite Rp 10.000 per liter agar untung besar?” tanya Anthony.
“Vivo ini milik siapa, harus ditelusuri juga. Bisa saja mereka merasa dipaksa naik, padahal dalam hati senang. Kan biasa pengelola negara berbisnis dengan politisi, pakai nama keluarga atau orang kepercayaan,” komentar Thohir Mursidi, salah satu pembeli BBM di SPBU Vivo saat ditemui Redaksi, Senin (5/9/2022) pagi.
Menurut penelusuran redaksi, PT Vivo Energi Indonesia merupakan anak usaha Vitol Group yang berbasis di Swiss. Perusahaan yang dibentuk di Rotterdam pada 1966 ini, merupakan pemegang saham terbesar Vivo Indonesia. Selain di Indonesia, Vivo juga telah beroperasi di Singapura, Belanda, London, Afrika dan Australia.
“Di Afrika ada hampir lima ribu SPBU. “Kami memiliki merek yang berbeda di tiap negara. Di Australia pakai merek Viva, di Afrika Vivo. Kebanyakan Vivo dan Viva,” kata Corporate Communication Vivo, Maldi Al Jufrie di Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia tak mau menyebut orang Indonesia yang ikut memiliki saham di dalamnya.
“Di negara maju, beradab, atau berkedaulatan rakyat, yang menjalankan hukum berdasarkan rule of law, kebijakan yang dengan sengaja merugikan masyarakat luas pasti akan mempunyai implikasi serius. Bisa-bisa terkena mosi tidak percaya, alias lengser,” sambung Anthony.
Apakah DPR sebagai wakil rakyat benar-benar akan mewakili rakyat, atau mewakili kelompok sendiri? Masalahnya sudah jelas, mayoritas anggota DPR diisi partai penguasa – dengan aturan yang “merugikan” kepentingan rakyat luas, terutama jika menyangkut pemilihan umum dan hukum.
PERBEDAAN HARGA BBM
Pertamina
Pertalite: Rp.10.000
Pertamax: Rp14.500
Pertamax Turbo: Rp15.900
Dexlite: Rp17.100
Pertamina Dex: Rp17.400
Vivo
Revvo 89: Rp8.900
Revvo 92: Rp15.400
Revvo 95: Rp16.100
Shell
Shell Super: Rp15.420
Shell V-Power: Rp16.130
Shell V-Power Diesel: Rp18.310
Shell V-Power Nitro: Rp16.510
BP AKR
Diesel: Rp17.990
BP 90: Rp15.320
BP 92: Rp15.420
BP 95: Rp16.130