KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Mengubah paradigma izin keramaian sepakbola menjadi izin kegiatan industri, kini tengah diwacanakan PSSI.
Hal tersebut disampaikan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI, Hasani Abdulgani,
dalam diskusi sepakbola Indonesia di Pancoran Soccer Field (PSF) Jakarta, Rabu (25/8/2021), sore.
Alasannya, selama ini sepakbola Indonesia kerap bermasalah dengan perizinan dari Polri. Contoh paling gres, Liga 1 dan Liga 2 musim lalu dan musim terkini.
Gelaran liga selalu terhambat karena kesulitan mendapat izin penyelenggaraan. Liga 1 2020 bahkan akhirnya dihentikan karena izin tak kunjung diterbitkan Polri.
Menurut Hasani, sepakbola bukan cuma soal keramaian. Tetapi juga soal industri sepakbola, di mana banyak pihak terkait yang menggantungkan hidupnya di sana.
“Masalah izin Polri ini yang menurut saya harus kita pikirkan sama-sama, jangan seperti sekarang. Liga 1 dan Liga 2 itu kita harus izin buat long terms,” kata Hasani.
“Kita pelajari izin polisi itu dengan UU Kepolisian, ada juga PP no 60 (kegiatan keramaian umum), malah sekarang ada Inpres No 3 2019 (percepatan sepakbola). Itu celah kita masuk minta supaya liga profesional itu bukan lagi pengumpulan massa, tapi itu izin industri,” ujarnya menambahkan.
Menurut Hasani, berbeda dengan izin keramaian, izin industri ini menyangkut bisnis-bisnis yang ada di sepakbola. Di dalamnya ada klub yang menjalin kerja sama dengan sponsor, pemain yang mendapatkan upah dari klub, hingga hak komersialisasi lain dalam kaitannya dengan berjalannya sebuah kompetisi.
Ketika sepakbola tak mendapat izin, banyak aktivitas ekonomi yang mati. PSSI dalam rilisnya pada 26 Juni 2020 menyebut ada kerugian ekonomi senilai Rp 3 triliun akibat terhentinya kompetisi musim 2020.
Dijelaskan Hasani lagi, perlu disusun road map dan blue print Inpres Percepatan Sepakbola. Kebetulan ia juga ditugasi itu di PSSI.
“Saya ini jadi Tim Adhoc Inpres (percepatan sepakbola), akan memasukkan poin-poin itu. Kalau dibandingkan dengan mall, apakah setiap weekend mereka kedatangan 50 ribu orang?” tuturnya soal industri sepakbola yang melibatkan banyak orang.
“Liga 1 tingkat value-nya sekarang itu sekitar Rp 450 miliar dari Emtek dan sponsor lain. Setelah Piala Asia 2007, harga jual laga timnas naik. Apalagi kalau kompetisinya kita bangun menjadi benar-benar industr,” ucapnya.
Sekarang belum industri, karena semua klub yang mengeluarkan puluhan miliar tidak mendapat kepastian. Bukankah tidak ada bisnis tanpa kepastian?