Olahraga

PON Papua Sejauh Ini, Antara Medali dan Sportivitas

KABAR KALIMANTAN 1, Jakarta – Sampai lima hari sebelum ditutup Jumat 15 Oktober nanti, Pekan Olahraga Nasional (PON) Keduapuluh di Papua sudah mempersembahkan 430 medali emas.

Itu adalah 63 persen dari total 681 medali emas yang diperebutkan oleh 7.039 atlet dari 34 provinsi yang bertanding dalam 37 cabang olahraga dan 56 disiplin selama PON Papua ini.

Sampai pertandingan Minggu malam 10 Oktober kemarin, total 1.369 medali sudah diberikan kepada para atlet pemenang lomba dan tanding dalam kompetisi multicabang tingkat nasional tiap empat tahun sekali tersebut.

Dari jumlah itu, 770 medali atau sekitar 56 persen menjadi milik empat provinsi; Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta dan tuan rumah Papua.

Dan dari 430 emas yang sudah dikalungkan kepada ratusan atlet dari 28 provinsi, 67 persen atau 288 medali emas di antaranya diberikan kepada atlet-atlet empat provinsi yang menduduki empat teratas dalam daftar perolehan medali PON Papua.

Jika dikorelasikan dengan jumlah penduduk, Jawa Barat dan Jawa Timur yang masing-masing memuncaki dan menempati urutan kedua dalam daftar perolehan medali, adalah juga dua provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Indonesia sampai Desember 2020 adalah 271 juta jiwa yang 47 juta di antaranya hidup di Jawa Barat dan 41 juta orang di Jawa Timur.

Dua provinsi yang untuk sementara menjadi dua tim paling sukses dalam PON Papua 2021, setidaknya sampai Senin 11 Oktober ini, dihuni oleh 32 persen dari total penduduk Indonesia.

Tetapi di tengah dominasi empat provinsi itu sampai hari kesembilan sejak dibuka 2 Oktober lalu oleh Presiden Joko Widodo, enam provinsi belum memperoleh medali emas. Keenamnya adalah Papua Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, Maluku Utara dan Sulawesi Barat.

Yang ironis adalah Papua Barat dan Kalimantan Selatan karena dari total medali yang mereka kumpulkan sejauh ini, masing-masing 19 dan 11 medali, kedua provinsi ini jauh mengungguli sembilan provinsi yang berada di atas mereka dalam daftar perolehan medali karena sudah mendapatkan paling banyak dua medali emas, sebaliknya Papua Barat dan Kalimantan Selatan belum satu pun memperoleh emas.

Jawa Barat yang merupakan juara bertahan PON berusaha keras mengulangi sukses lima tahun silam dengan menjadi juara umum kembali pada PON Papua.

 

 

Ambisi juara

Mengutip laman pemerintah provinsi Jawa Barat, daerah berpenduduk paling banyak di Indonesia itu membidik minimal 21 persen medali emas PON yang pertama kali diadakan di provinsi paling timur Indonesia ini. Itu sama dengan 147 medali emas.

Untuk memburu target itu, Jawa Barat mengikuti semua dari 37 cabang olahraga dengan mengirimkan 770 orang atlet.

Dan masih ada 142 medali emas yang akan diperebutkan sampai lima hari ke depan, sampai Jumat 15 Oktober nanti ketika PON edisi keduapuluh ini ditutup.

Empat provinsi masih berpeluang menjadi juara umum, namun tetap yang paling besar kansnya adalah Jawa Barat, Jawa Timur dan DKI Jakarta.

Berselisih sembilan medali emas dan total 32 medali dari peringkat kedua Jawa Timur, Jawa Barat membutuhkan 54 medali emas lagi guna mewujudkan target 147 medali emas karena sudah mengoleksi 83 emas.

Target ini bisa dibilang sangat berat. Oleh karena itu hal lebih realistis bagi Jawa Barat adalah target mempertahankan gelar juara umum.

Jawa Timur dan DKI Jakarta sudah pasti tak akan membiarkan Jawa Barat mewujudkan ambisinya itu.

Oleh karena itu, lima hari terakhir in, persaingan bakal semakin sengit di antara ketiga provinsi, dengan Papua menjadi faktor yang bisa mengubah peta persaingan di antara ketiga provinsi yang acap mendominasi PON dari waktu ke waktu itu.

Namun apa pun persaingan itu dan berapa pun target atau posisi yang dibidik, karena ini namanya kompetisi olahraga, maka seharusnya dibarengi dengan sportivitas tinggi.

PON tentunya bukan hanya lomba siapa yang paling banyak memperoleh medali, karena ada aspek paling penting yang selalu dijunjung olahraga dan faktor ini pula menjadi oase bagi spirit masyarakat. Aspek itu adalah sportivitas.

Sejak medali emas pertama PON edisi ini diberikan kepada atlet kriket pada 26 September, atau enam hari sebelum PON resmi dibuka Presiden Jokowi, sejumlah insiden bertalian dengan sportivitas muncul sekalipun tak begitu masif.

 

 

Junjung sportivitas

Insiden di ring tinju pada Jumat 8 Oktober 2021 lalu adalah contohnya, ketika petinju DKI Jakarta Jil Mandagi dipukuli di luar ring tinju setelah mengungkapkan ketidakpuasannya atas keputusan juri saat melawan petinju Nusa Tenggara Timur Luki Mira Agusto Haru dalam kelas 52-56kg putra.

Insiden ini terjadi dua hari setelah keputusan kontroversial yang memaksa Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tinju Amatir Indonesia (PP Pertina) Komaruddin Simanjuntak naik ring untuk menenangkan ofisial dan penonton setelah petinju tuan rumah Hana Kendi dinyatakan menang angka atas petinju Papua Barat Merlin Tomalata dalam babak penyisihan kelas terbang ringan putri.

Jil membanting pintu dan menendang spanduk pembatas ring sampai pecah. Tindakannya membuat marah relawan pelaksana pertandingan yang seharusnya berkepala dingin. Walaupun insiden ini sudah diselesaikan baik-baik, namun tetap harus menjadi catatan besar yang harus diperhatikan selama PON ini agar tak terulang, baik dalam sisa PON ini maupun pada PON mendatang.

Pertina sendiri sudah membuat keputusan tegas dengan mengistirahatkan tujuh wasit dan hakim sampai hari kelima kompetisi tinju PON Papua.

Tapi kontroversi terus terjadi. Salah satunya pada bina raga ketika kontingen Jawa Timur merasa dicurangi. Pelatih kepala bina raga Jawa Timur Raja Siahaan mengungkapkan banyak kecurangan yang terlalu kentara dalam final di Auditorium Universitas Cenderawasih kemarin.

“Keputusan dewan juri pada pertandingan itu merugikan tim Jawa Timur. Misalnya atlet kami Misnadi yang sebenarnya sudah mendapat medali dalam kelas 70 kg, saat akan naik panggung untuk menerima medali tahu-tahu namanya tidak dipanggil,” kata Raja.

Kecurangan lain bahkan membuat Jawa Timur sampai mengembalikan dua medali perunggu bina raga kelas 65 kg dan 80kg yang diraih dua atletnya, Kariyono dan Komara Ditayana.

Dalam bentuk lain, kontroversi juga terjadi sebelum kompetisi, seperti disampaikan kontingen biliar Jawa Barat yang walau mengaku tak terganggu oleh strategi yang dilakukan tim lain, mereka menggarisbawahi siasat tim lain dalam memperbanyak nomor pertandingan biliar yang bukan unggulan Jawa Barat, tapi sebaliknya mengurangi potensi medali Jawa Barat dengan mengurangi atau bahkan menghilangkan nomor-nomor unggulan provinsi ini.

Itu adalah contoh bahwa aspek sportivitas dalam olahraga selama PON masih menjadi persoalan besar. Ini juga bisa menegaskan PON ini dan olahraga pada umumnya melulu dianggap sebagai upaya mengoleksi sebanyak mungkin medali yang kadang dilakukan dengan tidak mengindahkan sportivitas yang justru menjadi pembeda olahraga dari laku tidak sportif manusia dalam matra lain, misalnya politik.

Persoalan ini tak boleh dibiarkan, apalagi sampai dimaklumi. Sebaliknya, PON Papua semestinya menjadi momentum untuk tidak saja kian menyatukan negeri ini, tetapi juga meninggikan aspek sportivitas dalam olahraga.

Dengan cara ini, prestasi olahraga pada tingkat nasional bisa sebangun dan tegak lurus dengan prestasi olahraga pada tingkat regional dan internasional di mana para juara acap dihasilkan dari atmosfer kompetisi yang menjunjung tinggi-tinggi sportivitas.

 

 

 

Sumber : ANTARA

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!