KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Kesal Anies Baswedan terus dipojokkan soal perjanjian antara Prabowo Subianto dengan Anies soal pencalonan presiden antara keduanya, Dewan Pimpinn Pusat (DPP) PKS menantang sikap Gerindra untuk membuka dengan detail, terang benderang.
Juru Bicara PKS, Nabil Ahmad Fauzi, meminta agar Sandiaga Uno membuka ke publik soal perjanjian tersebut. Nabil mengaku enggan berspekulasi soal isi perjanjian itu.
“Kan Bang Sandi yang menyebutkan. Silakan dibuka saja ke publik. Agar jelas duduk perkaranya,” kata Nabil, Selasa (31/1). “Kami saat ini tengah fokus mempersiapkan poros koalisi bersama Demokrat dan Nasdem dengan mengusung Anies sebagai capres di Pilpres 2024.”
Lebih jauh, pihaknya tak mau ikut campur lebih jauh soal itu. Dia menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kabar perjanjian itu kepada para pihak terkait.
“Jadi terkait hal tersebut, kami no comment pada substansi yang disampaikan oleh Bang Sandi itu. Silakan saja di-clear-kan di antara pihak-pihak yang disebutkan tersebut,” katanya.
Rumor perjanjian Prabowo dan Sandi sebelumnya disampaikan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Sandiaga Uno. Dalam podcast bersama Akbar Faizal, Sandi menyebut perjanjian antara dirinya, Prabowo, dan Anies dibuat sebelum Pilpres 2019.
Sandi semula menjawab pertanyaan Akbar terkait video yang beredar bahwa Anies tak akan maju capres jika Prabowo melakukan langkah serupa. Menurut Sandi, perjanjian itu sangat vital karena bersamaan dengan rencana pencalonan Prabowo maju di Pilpres 2019.
Sandi bahkan mengatakan perjanjian itu masih berlaku sampai saat ini selama belum ada kesepakatan mengakhiri perjanjian tersebut.
“Kalau perjanjian itu kan pasti berlaku, berlaku, dan jika tidak diakhiri perjanjian itu akan terus berlangsung,” kata Sandi di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (30/1).
Beda Konteks
Tapi pernyataan Sandi sebenarnya kurang didukung secara bulat oleh Juru Bicara DPP Partai Gerindra Habiburokhman. Habib menyebut isu perjanjian antara Prabowo Subianto dan Anies Baswedan bukan perjanjian hukum yang saling mengikat.
Menurut Habib, kalau pun ada, perjanjian itu hanya gentlemen agreement atau perjanjian moral. Sehingga, siapapun tak ada yang bisa memaksa perjanjian tersebut harus dipatuhi kecuali atas kesadaran masing-masing pihak yang menjalin kesepakatan.
“Itu bukan perjanjian hukum dan lebih mengingat secara moral, dan kalau mau dipatuhi ya monggo, kalau nggak mau dipatuhi ya siapa yang mempermasalahkan?” ucap Habib di kompleks parlemen, Selasa (30/1).
Anies sendiri pernah berkata, “Saat itu, tahun 2019, saya didorong banyak pihak untuk maju jadi Capres, termasuk melawan Pak Prabowo yang sudah mendukung saya jadi Gubernur DKI. Saya tolak dan janji takkan melawan Pak Prabowo saat itu.”
Tentu saja untuk Pilpres 2024 tak ada keharusan untuk melakukan hal yang sama. “Dulu Pak Anies bicara dalam konteks Pilpres 2019, dimana Pak Prabowo kontra dengan Pak Jokowi. Sekarang beda, apalagi Pak Prabowo ikut gerbong Pak Jokowi dan itu mengecewakan banyak pendukung,” komentar staf Anies yang tak mau disebut namanya.
![](https://kabarkalimantan1.com/wp-content/uploads/2023/03/598x215px1.jpg)