KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Kasus penembakan yang menewaskan Brigadir J Nopryansah Yosua Hutabarat di rumah Irjen Ferdy Sambo, ditarik ke Bareskrim Polri. Dua reaksi berbeda datang Indonesia Police Watch (IPW) dan warganet.
Jika IPW mendukung langkah Bareskrim Polri untuk mengambil alih penanganan kasus itu, maka warganet terbelah. Ada yang menganggap itu perlu, namun ada pula yang curiga mengingat beberapa petinggi Polri telah terlibat — minimal “melindungi” Ferdy Sambo, Kadiv Propam Non-Aktif.
“Para petinggi itu dinilai melindungi, misalnya dia ikut menekan keluarga korban, atau mengaburkan kasus, atau tidak membuka semua fakta sebenarnya. Itu termasuk upaya untuk melindungi,” ujarIchsan Nawxxx, warganet yang juga merupakan mahasiswa hukum sebuah kampus swasta di Tanggerang.
“Memang banyak pejabat tinggi Polri yang terlibat. Tapi Kapolri kan sudah tegas dengan membuat tim khusus. Kasusnya dibawa ke Bareskrim, tentu sepengetahuan Kapolri. Beliau jelas ingin kasus ini dibongkar, sebab kalau tidak, bisa saja presiden mengambil tindakan,” komentar Lia Sukmaxxxx, netizen asal Bandung.
IPW sendiri meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar tegas menangani kasus ini sesuai perintah Presiden Joko Widodo, agar proses hukum transparan, terbuka dan tidak ditutup-tutupi.
“Saatnya, Polri membuka dan menjelaskan kepada publik apa yang terjadi dalam kasus itu,” kata IPW, Sugeng Teguh Santoso, dalam keterangannya, Minggu (31/7/2022).
Apalagi peristiwa itu melibatkan anggota yang tergabung dalam satuan tugas khusus (satgassus) yang dibentuk Kapolri sendiri. Dari penelusuran IPW, Brigadir Satu (Briptu) Nopryansah yang tewas ditembak, merupakan anggota satgassus. Sementara yang menembak, Bhayangkara Dua (Bharada) Richard Eliezer juga anggota satgassus.
Sedang kejadiannya berlangsung di rumah Kepala Satgassus (kasatgassus) Irjen Ferdy Sambo yang saat itu merangkap selaku Kadiv Propam Polri. Kedua-duanya, baik Brigadir J dan Bharada E, merupakan ajudan Ferdy Sambo.
Sebelumnya, kasus ini ditangani Polda Metro, yakni laporan dugaan pelecehan seksual, dan dugaan pengancaman dan kekerasan serta percobaan pembunuhan. Sementara kasus yang ditangani Bareskrim Polri tentang dugaan percobaan pembunuhan dan penganiayaan yang dilaporkan oleh kuasa hukum keluarga Brigadir J.
Agar menjadi tidak bias dan satu koordinasi, akhirnya semua peristiwa pidana itu ditangani oleh Bareskrim Polri, oleh Tim Khusus Internal Polri yang dipimpin Wakapolri, Komjen Gatot Eddy Pramono dan Kabareskrim, Komjen Agus Andrianto, sebagai anggota.
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat, Irjen Dedi Prasetyo menuturkan, pelimpahan ke Bareskrim untuk efektivitas dan efisiensi manajemen penyidikan.
“Selain itu mempercepat proses pembuktian secara ilmiah. Penyidiknya tetap dari Polda Metro Jaya dan Polres Metro Jakarta Selatan, tergabung dengan tim sidik, tim khusus,” ujarnya.
Temuan Pengacara
Sementara itu pengacara keluarga Brigadir J, Kamaruddin Simanjuntak, menjelaskan sejumlah hasil temuan selama otopsi ulang (2/7). Temuan tersebut berdasarkan keterangan dari tenaga kesehatan yang memiliki hubungan kekerabatan, yaitu dokter umum bernama Martina Aritonang dan Erlina Lubis sebagai pemilik klinik.
Temuan itu cukup membuat bergidik. Misalnya, posisi otak telah dipindahkan ke bagian perut setelah otopsi pertama oleh ahli forensik Polri. Lalu pada sampel tengkorak, ada bekas luka tembak dari belakang.
Selain itu, tim dokter juga disebut mengambil sampel di bagian punggung, dengkul belakang kaki kiri, pergelangan kiri kaki, bagian kepala belakang yang diberi lem, serta pada bagian otak belakang yang juga diberi lem. “Itu juga diambil sampel karena di situ juga hal yang tidak lazim,” tuturnya.
Kamaruddin memaparkan temuan pada luka di tubuh Yosua, seperti luka dari kepala belakang tembus ke hidung, dari leher tembus ke bibir, dari dada tembus ke belakang, lengan kanan bawah dari bagian dalam tembus ke lengan luar.
Dia menyangsikan luka tersebut didapatkan Yosua seperti keterangan Polisi bahwa dia sempat mendapatkan tembakan dari Bharada E yang bersembunyi di tangga menuju ke lantai dua.
“Pelurunya lurus, bukan menyamping. Sedangkan tembakan itu posisinya lurus,” ujarnya. “Walau kita bukan ahli balistik, kalau tembakan dari lantai dua ke lantai satu, harusnya tidak datar.”
Ditemukan juga luka seperti pada bahu kanan yang diduga rusak sampai bagian otot terkelupas. Lalu luka pada jari manis dan kelingking dari tangan kiri. Menurut Kamaruddin, ditemuka juga pergelangan tangan kiri patah.
“Di pergelangan kalau kaki ditekuk, lutut belakang itu juga ada kerusakan. Lutut kiri di bagian engsel rusak. Ibunya juga curiga, karena kaki sebelah kanan itu tidak bisa lurus lagi,” katanya.
Ketua Tim Autopsi Ulang yang juga Ketua Umum Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia, Ade Firmansyah, menyebut jika pemeriksaan hasil autopsi ulang butuh 4-8 pekan. “Kami tidak ingin tergesa-gesa dalam pemeriksaannya,” katanya, Rabu (27/7).
Kesimpulan sementara, Brigadir J tewas setelah dianiaya, apapun jenis senjata atau benda yang digunakan. Ada masalah besar yang membuat seseorang, atau sekelompok orang, sampai tega membunuh disertai dengan penyiksaan terhadap Brigadir J. Dalam kasus itu, beberapa oknum anggota Polri (berbagai pangkat), terlibat aktif maupun pasif.
