IRI Ajak Pemuka Agama Berperan Lindungi Hutan dengan Ilmu dan Iman

KABAR KALIMANTAN1, Jakarta – Organisasi gerakan global lintas agama Indonesia/Interfaith Rainforest Initiative (IRI) bersama sejumlah kementerian dan lembaga pemerintah nasional mengajak para pemuka agama untuk mengambil peran aktif dalam pelestarian hutan tropis melalui kolaborasi antara ilmu pengetahuan, teknologi, dan nilai-nilai spiritualitas.

“Dengan menyatukan nilai spiritual semua keyakinan, para pemuka agama dapat menjadi agen perubahan yang melindungi hutan demi generasi mendatang,” kata National Facilitator IRI Hayu Prabowo dalam acara pembekalan ilmiah pemuka agama dan komunitas keagamaan tentang hutan, manusia dan bumi di Jakarta, Rabu (11/6).

Pelatihan tersebut diikuti 450 pemuka agama dari berbagai wilayah di Indonesia yang difasilitasi Kementerian Kehutanan (Kemhut), Badan Meteorologi Klimatologi dan Geogfisika (BMKG), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan CIFOR-ICRAF, sebagai upaya meningkatkan kapasitas pemuka agama dalam menyampaikan isu deforestasi dan perubahan iklim secara ilmiah dan kontekstual.

Hayu menekankan setiap pohon yang hilang bukan sekadar kehilangan fisik, tetapi juga membuka peluang terjadinya bencana ekologis yang paling dirasakan oleh masyarakat rentan, terutama mereka yang menggantungkan hidup pada hutan.

Hutan tropis, menurut dia, merupakan salah satu ekosistem terpenting di dunia. Selain berperan sebagai paru-paru dunia yang menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen, hutan juga menjadi rumah bagi lebih dari separuh keanekaragaman hayati global, serta penyedia sumber daya penting seperti air bersih, pangan, dan obat-obatan.

Namun Hayu mengingatkan Indonesia masih menghadapi tantangan besar berupa deforestasi dan degradasi hutan.

Berdasarkan data Global Forest Watch, antara 2002 hingga 2023 Indonesia kehilangan sekitar 10,5 juta hektare hutan tropis primer atau setara 11 persen dari luas hutan pada 2001.

“Aktivitas manusia seperti pembalakan liar, ekspansi lahan pertanian, pertambangan, hingga pembangunan infrastruktur menjadi penyebab utama deforestasi yang berdampak pada krisis iklim, gangguan siklus air, dan bencana alam,” ujarnya.

Dalam konteks tersebut, organisasi keagamaan atau Faith-Based Organizations (FBO) dinilai memiliki peran strategis sebagai jembatan antara komunitas dengan isu lingkungan.

Hayu menyebutkan sebagai pemimpin moral, para pemuka agama memiliki pengaruh besar dalam membentuk pandangan dan perilaku umat di wilayahnya di seluruh Indonesia.

IRI menilai pelibatan pemuka agama sebagai langkah strategis untuk menjangkau publik secara luas dan menyampaikan urgensi perlindungan hutan tropis dalam konteks stabilitas iklim, kesehatan manusia, dan keberlanjutan ekonomi.

Beberapa agenda utama dalam pelatihan tersebut mencakup penguatan pemahaman tentang keterkaitan antara pohon, manusia, dan planet, hingga pembekalan data ilmiah tentang risiko bencana, perubahan iklim, dan keanekaragaman hayati, serta peningkatan kemampuan komunikasi di komunitas masing-masing.

Selain itu program ini mendorong jaringan pemuka agama untuk terlibat dalam advokasi perlindungan hutan tropis, kebijakan ketahanan iklim, serta hak-hak masyarakat adat.

“Dengan pendekatan lintas agama dan lintas disiplin, kami ingin membangun kesadaran kolektif bahwa menjaga hutan adalah bagian dari ibadah dan tanggung jawab moral terhadap ciptaan Tuhan,” ujar Hayu.

 

 

Sumber: ANTARA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *