POLITIK

Hindari Pemimpin Berlumur Darah, PDIP Bicara Kudatuli atau Prabowo?

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Pemanasan Pilpres 2024 sepertinya sudah mulai. Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto menyebut peristiwa kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan “Kudatuli” merupakan tonggak sejarah bagi PDIP. Ia lantas meminta kader tak memilih pemimpin berlumur darah.

Sayangnya, dari 3 Capres hanya Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang berlatar belakang militer. Apalah di era Order Baru Prabowo yang juga menantu Presiden Soeharto, kerap mengisi jabatan yang identik dengan tugas dengan risiko pertumpahan darah. Hasto enggan mengaitkan dengan hal ini.

Dia hanya bercerita peristiwa penyerangan kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat, yang saat itu tak bisa dilepaskan dari pemerintah rezim Orde Baru. Hasto menyebut peristiwa itu harus menjadi pembelajaran bagi PDIP, kekuasaan tidak bisa dibangun dengan cara-cara otoriter.

“Yang namanya pemimpin itu tidak bisa hadir tanpa langkah yang membangun peradaban. Pemimpin tidak bisa hadir ketika tangannya berlumuran darah, memiliki rekam jejak yang digelapkan oleh nilai-nilai kemanusiaan yang membutakan hati nuraninya,” kata Hasto di kawasan Jakarta Pusat, Kamis (27/7/2023).

Hal serupa secara gamblang disampaikan politikus PDIP Ribka Tjiptaning. Ribka awalnya berkelakar menawari Direktur Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid untuk menjadi caleg dari PDIP.

Dia menyebut nama sejarawan Bonnie Triyana yang akan maju jadi caleg di Dapil Banten I. Menurut Ribka, tak masalah jika Usman ingin menjadi caleg dari PDIP. Dia pun berseloroh asal jangan pilih calon presiden yang berlumur darah. “Bung Bonnie sudah caleg, besok besok bung Usman. Yang penting kita jangan pilih presiden yang berlumuran darah,” kata dia.

Ribka yang namaya banyak ditulis sebagai putri tokoh PKI, mengingatkan pengusutan kasus Kudatuli belum selesai. Dia berkata jangan sampai sosok yang terlibat pelaku penculikan aktivis disebut sebagai tokoh nasionalis. “Persoalannya belum selesai. Melawan si penculik itu, yang menghilangkan nyawa orang. Sekarang dibilang tokoh nasionalis, dari mana itu ?” ujarnya.

Peristiwa “Kudatuli” 27 Juli 1996 ditandai dengan penyerbuan kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro Nomor 58, Jakarta. Peristiwa ini buntut dari dualisme yang terjadi di tubuh partai berlogo kepala banteng.

Saat itu, kantor DPP PDI yang dikendalikan oleh pendukung Megawati Soekarnoputri sebagai Ketua Umum berdasarkan hasil Kongres Surabaya 1993, diserbu oleh kelompok pendukung Soerjadi, Ketum PDI hasil Kongres Medan 1996. Soerjadi saat itu digunakan pemerintah Orde Baru untuk mendongkel Megawati.

Berdasarkan catatan awal Amnesty International sebanyak 206 hingga 241 orang ditangkap aparat keamanan setelah peristiwa Kudatuli. Sedikitnya 90 orang terluka, 7 orang tewas.

Kubu Gerindra hingga naskah ini diturunkan, belum merespons atau memberikan komentar. Namun Prabowo selama ini menekankan pada kadernya agar tak merespons apapun yang menyerang partai maupun pribadinya. Sikap Prabowo ini yang lantas dilabeli pendukungnya sebagai nasionalis.

Serangan PDIP terbilang aneh, jika memang tak ada manuver Gerindra yang menyenggol rezim penguasa. Soalnya tahun lalu kedua partai sepakat ingin bekerjasama pada Pemilu 2024. Kala itu Puan Maharani berkunjung ke kediaman Prabowo di Hambalang, Bogor (4/9/2022). Puan didampingi Hasto Kristiyanto dan Wasekjen PDI-P Utut Adianto.

Pecah Belah Partai

Upara penguasa memecah partai yang tidak pro-pemerintah, tak hanya terjadi di era Orde Baru. Saat ini pun kasus serupa diduga terjadi. Contohnya Partai Berkarya (berhasil), Partai Demokrat (gagal), dan kini Partai Golkar sedang dalam ambang perpecahan. Ketum Golkar Airlangga Hartarto ditengarai kurang patuh pada penguasa, hingga ia dibidik lewat kasus hukum.

“Lanjut atau tidaknya kasus hukum yang melibatkan Airlangga, akan bergantung pada seberapa nurut Airlangga pada instruksi tangan-tangan gaib atau the invisible hand yang memainkan instrumen penegak hukum untuk baku atur kekuasaan tersebut,” ucap Khoirul Umam, pengamat politik Universitas Paramadina.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!