Nasional

Hari Ini Mahasiswa Demo Tolak RKUHP Beraroma Kolonialisme

KABARKALIMANTAN1, Jakarta – Aksi demo mahasiswa menolak pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan digelar Selasa (28/6/2022) di depan Gedung DPR, Jakarta.

Undang-undang itu dinilai beraroma kolonialisme, dan DPR sendiri tak membantah hal itu.

Aparat kepolisian siap mengamankan rencana mahasiswa tersebut. Namun Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Komarudin belum membeberkan berapa personel yang diterjunkan untuk pengamanan demo.

“Kita akan turunkan personel sesuai kebutuhan dan potensi kerawanan,” kata Komarudin kepada wartawan, Senin (27/6). “Setidaknya ada sekitar 500 hingga 1.000 mahasiswa yang akan mengikuti aksi demo.”

Peserta aksi demo itu berasal dari beberapa elemen mahasiswa, antara lain, BEM UI, UNJ, UKI, termasuk blok politik pelajar.

Sebelumnya, lewat akun Twitternya, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) turut menyampaikan rencana aksi demo di Gedung DPR.

Dalam unggahannya, demo itu dilakukan bersama dengan Aliansi Nasional Reformasi RKUHP.

Aksi tersebut merupakan desakan kepada pemerintah dan DPR yang dianggap tidak terbuka terkait draf RKUHP. Diketahui draf itu belum bisa diakses oleh publik hingga saat ini.

“Kami mengajak kawan-kawan untuk menguningkan jalanan Senayan pada hari, tanggal Selasa, 28 Juni 2022, pukul 11.00 WIB sampai dengan menang,” tulis akun twitter BEM UI @BEMUI_Official, Senin (27/6).

Balik ke Kolonialisme

DPR sendiri tak menampik bahwa sejumlah norma dalam RKUHP dimaksud memang mengandung semangat kolonialisme.

“Memang tidak bisa dipungkiri bahwa masih ada sejumlah norma di dalam perubahan RKUHP yang sebagian orang memandang seperti mengulang kembali semangat kolonialisme,” kata Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil (PKS) dalam diskusi bertema ‘Quo Vadis RKUHP’, Jumat lalu.

Sebelumnya pakar hukum tata negara Bivitri Susanti meyakini, banyak pasal krusial di dalam RKUHP yang mereproduksi semangat kolonialisme Belanda.

Bivitri lantas mencontohkan sejumlah pasal ‘kolonialisme’ seperti penghinaan terhadap pemerintah (Pasal 240 RKUHP), penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara (Pasal 353 dan 354 RKUHP), serta aksi unjuk rasa dan demonstrasi tanpa izin (Pasal 273 RKUHP),

“Pasal harkat dan martabat presiden itu dulu ya dibuat karena kita sebagai pribumi, dianggap tidak beradab dan perlu ditertibkan karena suka menghina raja/ratu. Jadi paradigma lama tuh, tapi direproduksi sekarang, kita bukan pribumi versus penjajah,” ujar Bivitri.

Artinya, demo mengkritisi kebijakan DPR, apalagi kebijakan presiden, langsung sah untuk dipenjara. Pasal untuk menjeratnya dikuatkan lewat RKUHP yang sekarang akan diketok palu oleh DPR.

Click to comment

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Most Popular

To Top
error: Content is protected !!